Dinda berbalik. Dan melihat sosok yang sangat dirindukannya berdiri dengan senyuman hangat. Sehangat cahaya matahari sore yang berpendar di sekitar mereka. Dengan mata yang tiba-tiba berkabut, ia berlari memeluknya. Menumpahkan rasa rindu dan khawatir yang memenuhi dada. Andra menyambut pelukan itu dan membalasnya hangat. "Kenapa terlalu mengkhawatirkanku seperti ini?""Saya takut Dokter benar-benar ditahan."Andra menghela napas dan membelai lembut kepala Dinda yang bersandar di dada bidangnya. "Tapi, lain kali jangan buat dirimu kelelahan dan habis-habisan menolongku seperti ini.""Tidak boleh ada lain kali. Saya nggak mau Dokter ditangkap dan dituduh seperti ini lagi."Andra terdiam Sejenak. "Baiklah. Aku berjanji tak akan ada lain kali," ikrarnya kemudian. Laki-laki itu melepaskan pelukannya dan menyapu pipi basah Dinda dengan ibu jarinya. "Kamu pucat sekali."Dinda menyengir. "Saya lupa sarapan sama makan siang."Andra menghela napas mendengarnya. Lalu meraih jemari gadis i
Dinda langsung membuka file yang tersimpan di dalam flashdisk itu. File tanpa judulnya.Dan sebuah video pun muncul. Video seorang gadis SMA yang berlari sambil menangis dengan kaki yang terluka. Video apa ini? Rasanya ia tak pernah menyimpan video seperti itu. Dinda langsung memeriksa flashdisk-nya. Jangan-jangan tertukar dengan flashdisk milik teman di kampus. Ternyata bukan. Itu flashdisk Dokter Andra yang tak sengaja dimasukkan ke dalam amplop barang bukti oleh Alex.Dinda kembali melihat layar laptopnya. Tepat disaat seseorang muncul dan memaksa gadis itu masuk ke sebuah mobil. Dinda meneguk salivanya. Itu bukan sebuah film, melainkan video yang direkam.Video itu kemudian berganti dengan video CCTV. Memperlihatkan si gadis yang telah tertidur dengan tubuh terikat pada sebuah dipan kayu.Lalu seseorang yang tadi merekam dan menangkap gadis itu kembali muncul. Memakai pakaian serba hitam dan sebuah topeng.Dinda menonton video itu dengan napas yang tertahan. Jika itu video
Kasihan Fathimah jika nanti tahu siapa Alex sebenarnya. Mengingat sahabatnya, Dinda seketika menegang. Saat ini Fathimah sedang berduaan saja dengan Alex di Rumah Pinus. Bagaimana kalau Fathimah adalah korban selanjutnya? "Dokter, kita harus ke Rumah Pinus sekarang!" serunya panik. "Ke Rumah Pinus? Sekarang?""Iya," Dinda mengangguk dalam-dalam. "Tapi, ini sudah malam," heran Andra."Nggak apa-apa. Kita menginap di sana. Besok subuh kita langsung balik lagi, biar Dokter bisa masuk kerja. "Andra terdiam. Melakukan perjalanan jauh malam-malam begini tentu akan melelahkan, apalagi harus balik lagi pagi-pagi. Namun ia tak ingin menolak permintaan Dinda. "Oke. Kalo itu mau kamu, kita berangkat sekarang. Aku akan menelepon teman untuk menggantikan ku besok, biar kita bisa pulang sore saja."Dinda mengangguk lega. "Saya akan bersiap-siap."Gadis itu langsung bangkit dan berlari ke kamarnya. Setelah menyiapkan baju, ia bergegas ke dapur. Mengambil makanan yang bisa dimakan di dalam mob
"Aku sudah curiga apa alasanmu mengajakku buru-buru kemari," ucap Andra. Dinda seketika tegang. Apa Dr.Andra mendengar pembicaraannya dengan Alex? "Mak-maksud Dokter?"Andra melangkah merapat dengan tatapan tetap lurus pada mata Dinda. "Jujur saja," tegasnya.Dinda refleks melangkah mundur hingga punggungnya merapat pada daun pintu. "Jujur apa? Saya benar-benar nggak paham." "Apa yang membuat mu mengajakku malam-malam kemari?" Bibir menawan Andra tertarik miring. "Kamu mau memberikanku kejutan?"Dinda meneguk salivanya dan menggeleng. "Saya nggak ada maksud apa-apa. Cuma ingin menemani Fa ....."Ucapan Dinda terpotong saat Andra tiba-tiba mendekatkan wajahnya dan berbisik. "Kamu mau melanjutkan adegan tadi? Adegan romantis antara kita?"Dinda tercenung. Ah, ternyata bukan masalah Alex dan video kejamnya? "Dengan suasana dingin di bukit ini, bagaimana kalau aku tak bisa menahan diri?" Andra menatap sayu."Saya sudah jadi miliknya Dokter di hadapan Allah dan di mata agama. Jadi t
Jangan-jangan Alex mulai curiga bahwa ia mengetahui sesuatu.Duk duk duk! Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dengan keras. "Alex!" tegur Andra. "Kenapa kamu tak sopan begitu pada Dinda?" Dinda langsung berdiri mendengar bentakan Andra. Sepertinya keadaan di luar akan tidak baik. Ia menatap flashdisk di tangan. Apa mungkin masih sempat untuk melihat isinya?"Aku tidak bermaksud begitu. Aku cuma tidak mau orang lain terlalu bebas di dalam kamar rumah ini. Bukankah kita sengaja membangun rumah ini di tempat yang tak diketahui orang lain? Artinya, rumah ini privasi kita!" Terdengar suara Alex menjawab."Apa kau lupa? Dinda adalah istriku!"Alex terdiam. "Alex, aku kecewa padamu. Aku juga orang luar, bahkan aku bukan siapa-siapa di sini. Berarti aku juga harus pergi dari sini," tegas Fathimah, lalu segera berbalik untuk mengambil tasnya. "Tidak! Kamu tidak boleh kemana-mana. Bos Mario sedang mengincar mu.""Ada apa?" Dinda keluar dan berusaha bertanya setenang mungkin. Andra lan
Napas Dinda tertahan melihat isi videonya. Bagaimanapun, ia tahu video itu asli. Penculikan dan penyekapan yang terjadi bukanlah sebuah film. Namun kemudian, tiba-tiba matanya melebar saat melihat sesuatu di dalam bagasi si penculik.Tangannya langsung menekan pause dan membesarkan gambarnya.Itu sebuah kotak. Kotak hitam berukuran sedang yang pernah dilihatnya di mobil Dr.Andra. Ya, itu kotak yang sama. Saat pertama kali pergi berpiknik dengan sang dokte Dinda bahkan tak sengaja mengambil kotaknya, yang ia kira adalah kotak berisi rujak. Dan ia masih bisa membayangkan, bagaimana dinginnya wajah Dr.Andra saat melarangnya mengambil kotak itu. Dinda meneguk salivanya. Ini artinya laki-laki jahat dalam video memang Dr.Andra.Gadis itu merebahkan punggungnya di sandaran kursi dengan kepala menengadah. Tubuh lelahnya terasa kehilangan tenaga nyaris seratus persen. Semakin semua bukti menunjuk sang dokter sebagai pelakunya, semakin ia merasa cemas dan kalut. Jika memang benar Dr.Andr
Andra menatap bayangannya di cermin. Kini ia telah menjadi Andra yang tak lagi menyimpan bayangan kelam dalam hati. Ia telah menemukan kebahagiaan. Semua berkat Dinda. Ia benar-benar telah jatuh cinta pada gadis itu. Namun sebelum ia melanjutkan langkahnya untuk membangun rumah impian untuk masa depan mereka, ia harus benar-benar membersihkan masa lalu dari hatinya dahulu. Dan Dinda juga harus tahu siapa dirinya sebenarnya. Pagi menjelang. Setelah shalat berjamaah, Dinda menyalami dan mencium punggung tangan Andra.Membuat laki-laki tersenyum dan menatapnya hangat. "Din," panggilnya."Ya?" "Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat pagi ini."Dinda terdiam. Pagi ini ia juga harus bertemu Alex untuk mengembalikan flashdisk di sebuah cafe. "Emang Dokter nggak kerja hari ini?""Kita pergi sebelum aku berangkat kerja. Sekarang kita berkemas saja dulu, sarapannya di luar saja."Dinda mengangguk. Ia masih bisa bertemu Alex setelahnya. Pada Alex ia ingin bertanya banyak hal. Karena laki-la
Dinda dan Andra kemudian masuk ke dalam mobil, lalu sang dokter menyalakan mesin nya kembali. "Tunggu dulu, Neng!" Bu Een tiba-tiba keluar dari panti sambil mengacungkan sebuah amplop surat. Namun sayangnya Dinda dan Andra tidak mendengarkan dan mobil pun langsung melaju. Tiba di kampus Dinda turun melambaikan tangannya. Ia belum meminta izin untuk bertemu dengan Alex, karena ia tak mungkin mengatakannya. Tring. Pesan dari Alex masuk. "Aku sudah menunggu di cafe." Dinda menghela napas membacanya. Lalu merogoh tasnya untuk memeriksa flashdisk yang diminta Alex. Namun sebelum pergi ia tetap harus izin dulu pada suaminya."Dokter, saya mau menemui teman di cafe untuk mengembalikan flashdisk-nya. Minta izinnya, ya?" Dinda mengirim pesan untuk Andra.Sedikit lama, Dinda menunggu balasannya. Sampai ia memilih untuk menunggu di cafe Mang Nurdin. Namun langkah kakinya yang memakai sepatu sport putih itu tiba-tiba terhenti saat Misyel dan gang Para Dewinya tiba-tiba menghadang."Heh,