"Mami Dena pulang!!" seru Dena dengan penuh kebahagiaan. Dia berjalan masuk dengan menggandeng tangan Darren.Mungkin karena ini tempat baru jadi Darren agak sedikit merasa takut dia menarik tangan Dena berusaha agar perempuan itu tak masuk.Merasakan tarikan di tangannya Dena menghentikan langkahnya, "Ada apa?" berjongkok di depan Darren.Darren diam namun dia menggeleng, "Tenang saja ini rumah Oma dan Opa" ucapnya berusaha menenangkan putra sambungnya itu."Oma dan Opa itu Mama dan Papanya Mama. Sama seperti Darren yang punya Papa dan Mama, Mama pun juga punya dan ini rumah Papa dan Mamanya Mama" jelas Dena terperinci."Jadi Darren gak perlu takut mereka gak gigit kok" lalu dia tertawa kecil dengan leluconnya itu."Bukankah Darren pernah bertemu dengan mereka? itu lohh saat di bandara. Darren ingat tidak?" "Darren ingat" "Darren masih ingat rupanya. Mereka baikkan gak gigit?" bocah kecil itu mengangguk."Kalau begitu bisa kita masuk sekarang kita obati dulu luka Darren?" lagi-lag
Di sebuah hotel.Di sebuah kamar hotel seorang pria duduk di atas ranjang punggungnya bersandar ke kepala ranjang dengan setengah badan tertutupi selimut putih tebal. Dari arah kamar mandi terdengar suara gemericik air pertanda ada seseorang di dalam sana.Benda pipih di tangan pria itu bergetar sebuah panggilan dari nomor asing tertera di layar namun dia langsung mematikannya begitu saja tanpa berniat mengangkat. Kembali benda pipih di tangannya itu bergetar dengan nomor yang sama dan lagi pria itu mematikan sambungan telfonnya.Dan untuk ketiga kalinya pun tetap sama seperti sebelum-sebelumnya. Pria itu mematikannya kembali namun kali ini sebuah makian demi menjelaskan betapa kesalnya dia meluncur mulus dari mulutnya,, "Sialan ganggu aja!" Ceklek,, Bertepatan dengan itu pintu kamar mandi terbuka menampilkan seorang wanita mengenakan handuk kimono dan handuk kecil di kepala."Sayang kenapa wajah kamu kok cemberut begitu?" ucapnya begitu lembut.Dia berjalan melenggak-lenggokka
Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan rumah berlantai 2 bersebelahan dengan mobil merah. Rupanya pengemudi mobil itu adalah Dena.Tatapannya teralihkan ke teras rumah. Keningnya otomatis berkerut melihat seorang wanita yang sangat dia kenali,, "Mau apa dia di sini?" gumamnya.Namun dia tak memperdulikan keberadaannya dengan santai keluar mobil. Lanjut berlari kecil mengitari mobil menuju pintu samping kemudi. Dibukanya pintu tersebut terpampang seorang bocah kecil tengah tertidur pulas di atas kursi.Atika yang melihat kedatangan Dena lantas bangun dari duduknya. Wajahnya menyiratkan akan kekesalan.Dena perlahan melepaskan sabuk pengaman yang membelit perut Darren lalu membawa putra sambungnya itu ke dalam dekapannya."Enghh,," lenguhan kecil keluar dari bibir mungil bocah itu."Hussstt ini Mama Sayang" ucap Dena lembut sembari mengelus punggung kecilnya. Darren akhirnya kembali tertidur, nyaman di pelukan Dena.Perempuan itu pun membawa Darren berjalan ke teras rumah membuka
Malam hari tiba Deva beserta keluar kecilnya harus menghadiri makan malam bersama di rumah Opa dan Oma pria itu.Kini Dena tengah bersiap-siap. Memang yahh perempuan itu ribet sama seperti Dena kali ini. Baju satu lemari dia keluarkan ditaruh semuanya di atas ranjang. "Mas aku harus pakai apa?" ucapnya frustasi."Pakai yang santai saja lagian ini cuman makan malam biasa" "Ishh gak bisa gitu ini pertama kalinya aku datang ke acara keluarga besar kamu jadi harus pakai terbaik, harus tampil yang terbaik" Dena lantas berlari ke meja riasnya memulai make up."Terserah kamu saja tapi jangan lama-lama sebentar lagi kita sudah harus berangkat!" "Ihh sabar dong jangan buru-buru gitu nanti dandanan ku jadi jelek. Gimana kalau keluarga kamu ngomongin aku di belakang? ihh ternyata istrinya Deva jelek ya orangnya" ucap Dena memperagakan ibu-ibu tukang julid, memonyong-monyongkan mulut."Siapa yang berani bilang seperti itu orang kamu cantik kok?" ucap Deva dengan wajah datar.Namun walaupun d
Suasana di ruang tamu terasa begitu canggung nan tegang setelah kehadiran Atika sedangkan sang pelaku malah bersikap biasa-biasa saja seakan tak terjadi apa-apa. "Mas Deva" wanita itu langsung menghampiri Deva begitu sampai di ruang tamu,, memegang tangan pria itu.Deva merasa risih sontak saja dia menyentak tangan Atika beralih menggenggam tangan Dena sembari merapatkan tubuh keduanya.Mendapati perlakuan sang suami yang seperti itu Dena membeku di tempat sembari memperhatikan tangan mereka yang tengah bertaut.Ada luapan perasaan bahagia saat melihat tautan tangan mereka.Gila kalau sikap Mas Deva terus-terusan seperti ini tak butuh waktu lama kemungkinan dirinya akan jatuh cinta dengan lelaki itu,, ucap Dena dalam hati.Atika terlihat malu setelah kejadian barusan, mengusap tengkuk mengalihkan pandangan ke arah lain.Tante Rumi menghampiri Atika memegang tangannya,, "Atika selamat datang ya di rumah ini" ujar Tante Rumi menyambut wanita muda itu.Yahh memang hanya Tante Rumi sa
"Mas aku mau menidurkan Darren dulu" ucap Dena begitu mereka memasuki rumahnya."Iya" jawab Deva singkat.Dena bergegas berlalu dari hadapan sang suami ke kamar putra sambungnya itu.Sampai di kamar bocah 5 tahun itu Dena dengan hati-hati meletakkan Darren yang tengah tertidur di gendongannya ke atas tempat tidur."Enggh Mama" dia terbangun mengucek-ngucek mata dengan tangannya."Hussstt iya Sayang Mama ada di sini Darren tidur lagi ya" "Mama Darren mau tidur bareng Mama" pintanya."Darren mau tidur bareng Mama?" tanya Dena kaget.Dirinya gak mimpikan? putra sambungnya itu mau tidur bareng dia? ini kemajuan yang sangat pesat Darren mau dekat dengannya."Bolehkan Ma?" "Boleh, boleh dong Sayang. Mama bakal tidur di sini bareng Darren ya, Mama bakal temani Darren tidur" ucapnya bersemangat. "Emm... Peluk Mama" pinta lelaki kecil itu begitu manja."O-ohh iya" Dena segera naik ke atas tempat tidur lalu memeluk putra sambungnya itu,, "Sudah sekarang Darren tidur lagi ya" Akhirnya tak bu
Buk,,,Atika melempar tasnya asal ke arah atas sofa tepat di sebelah Sherly tengah duduk.Hah,, Kemudian dia pun juga melemparkan dirinya sebelah tasnya tergeletak.Sherly hanya menoleh sekilas pada kakaknya lalu kembali fokus dengan ponsel di tangannya."Gue tebak lo gagal lagi" ucap Sherly dengan mata masih fokus menatap layar ponselnya."Diam deh jangan bacot!" ngegas Atika sambil menatap sinis adiknya itu.Disusul suara tawa Sherly terdengar menggema di ruang tamu tersebut, "Kok ngegas sih" "Bacot, gue bilang diem ya diem!!" bentaknya kesal."Cihh,," Sherly berdecih sinis, "Lo sih bodoh" cemoohnya.Tanpa mereka sadari sedari tadi pertengkaran mereka disaksikan oleh seorang wanita paruh baya dari arah dapur namun bukannya berusaha melerai dia hanya diam menikmati pertengkaran mereka sambil tersenyum misterius."Bagus" gumamnya.Kembali ke Sherly dan Atika di ruang tamu. "Bisa gak sih lo jangan bacot?!" bentak Atika menatap kesal adiknya itu, "Lagian ini masih permulaan sekarang
Pagi hari. Keluarga kecil beranggotakan tiga orang itu kini tengah duduk di meja makan, melaksanakan sarapan. Dena mulai mengambilkan makanan bagi sang suami lalu memberikan pada pria itu,, "Ini Mas makanannya" "Hmm,," Bergantian dia juga mengambil makanan untuk si kecil imut, Darren. "Ini makanannya Sayang" ditaruhnya piring dengan isi nasi beserta lauknya di depan Darren. "Mama aku mau disuapin" pinta Darren dengan puppy eyesnya. "Bo,," "Darren makanlah sendiri kamu kan punya tangan!" potong Deva memberi perintah. Dena menoleh menatap sinis suaminya itu,, "Kenapa sih Mas aku juga gak masalah kok menyuapi Darren?" "Dena jangan terlalu memanjakan dia!" "Emangnya kenapa aku manjain anak aku sendiri, kamu ada masalah?" "Dia cuman anak sambung kamu!" ucap Deva menekan setiap ucapannya. Deg,, Dena terdiam hatinya sakit mendengar ucapan sang suami walaupun itu memang kenyataannya. "Aku tau" ucap Dena kemudian dengan menunduk sedih. "Memang kalau Darren cu
Lusa kemarin, di mall.Sherly tengah berjalan-jalan hanya sendiri, me time. Asik berbelanja namun sesuatu hal mengalihkan pandangan matanya."Dena? itu Dena?" "Lalu pria itu?" Senyuman Sherly terbit begitu lebar, "Ahh rasa-rasanya Tuhan tengah berpihak ke gue""Dulu gue mergokin Kak Atika sekarang Dena. Memang Mas Deva itu ditakdirkan untuk gue" Buru-buru Sherly memfoto mereka berdua yang tengah saling berhadapan, saling melempar senyuman....Pemandangan di depannya mengingatkan dia akan kejadian lusa kemarin, yahh tempatnya pun sama di mall ini juga dengan waktu yang hampir sama pula."Itu Dena? dia ke mall dengan pria itu lagi? mana dia?"Tuhan benar-benar lagi berpihak sama gue. Akhirnya gue bisa mergokin Dena lagi dengan pria lain. Jalan gue untuk bersama Mas Deva sepertinya terbuka amat lebar, pikir Sherly."Lohh itu,," ...Di depan rumah Dena dan Deva.Tok tok tok...Pintu utama rumah Dena dan Deva diketuk seseorang, seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik diu
Kemarin sore, kamar Sherly. Sepanjang hari Sherly begitu gelisah. Setelah pulang usai mengikuti Deva dia tak keluar kamar, berdiam diri di balkon sampai sore. "Sialan gue jadi harap-harap cemas begini" umpatnya. Setelah itu dia bangun dari duduknya melangkah memasuki kamar, melangkah ke arah ranjang duduk di atasnya. Tangannya bergerak membuka laci nakas samping tempat tidurnya, bagian paling bawah lalu mengeluarkan sesuatu dari sana. Sebuah ponsel berwarna hitam layarnya pun sudah pada retak di beberapa bagian. Kalian pasti merasa anehkan masa seorang Sherly yang high class, sosialita punya ponsel dengan layar yang sudah pada retak begitu? Yahh itu memang bukan ponselnya. Flashback on. 5 tahun yang lalu,, Sherly dengan santai mengendarai mobil kesayangan, musik favorit mengalun merdu menemani perjalanan. Sesaat set
"Bye anak Mama, semangat sekolahnya ya" seperti biasa, rutinitas setiap pagi. Dena akan mengantarkan anak serta suaminya memulai rutinitasnya, kerja dan sekolah."Bye Mama,," "Hati-hati ya Mas bawa mobilnya" tak lupa menyalami tangan sang suami."Hmm,, ingat jangan keluar rumah tanpa izin Mas apalagi sampai bertemu dengan teman SMA kamu itu!!" "Ihh apaan sih orang aku ketemu dia juga gak sengaja kok" "Terus kenapa juga kamu gak bilang sama Mas kalau habis bertemu dia?" "Aku lupa,," "Dasar pikun" tuk,, mengetok pelan dahi Dena."Ihh Mas Deva" wajah Dena berubah cemberut. Yahh walaupun sebenarnya gak sakit sama sekali sih. Cup,, "Mas berangkat ya" "Iya,," usai mobil sang suami tak lagi terlihat setelah belok ditikungan, tubuh Dena segera luruh ke lantai.Masih belum terbiasa dengan ciuman kening sebelum berangkat yang suaminya lakukan.Dena menutup mukanya dengan telapak tangan lalu berteriak sekencang-kencangnya,, "Akhhh,," Sukses membuatnya men-salting,, ...Di perusahaan,
"Mas kamu sudah pulang?" sapaan penuh keceriaan dari Dena saat menyambut kepulangan sang suami depan pintu. Namun,, raut cerianya sirna usai mendapatkan respon dingin dari Deva."Hmm,," berdehem pelan lantas berlalu melewatinya begitu saja.Badannya berputar mengikuti arah sang suami pergi."Ihh Mas Deva kenapa sih?" gumamnya usai tak mendapati batang hidung suaminya lagi."Balik ke setelan awal, " kesalnya, memutar bola mata malas. Kemudian ikut naik ke lantai atas, menaiki tangga, memasuki kamar mereka berdua.Tiba di kamar batang hidungnya tak terlihat hanya terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Langkahnya yang santai membawanya ke arah ranjang, duduk di atasnya menyandarkan setengah badannya ke kepala ranjang.Ting.Suara ponsel Deva berbunyi tanda ada sebuah pesan masuk. Ponsel pria itu tepat di sebelah Dena, di atas nakas.Awalnya dia berusaha cuek namun sesaat setelah suara notifikasi pesan berbunyi kembali rasa penasaran Dena mencuat, berakhir dia curi-curi pand
Di basement perusahaan."Lohh Mas Deva,," matanya reflek mengikuti pergerakan kedua pria yang baru saja melewati depan mobilnya., "Mas Deva dan asistennya mau kemana kenapa kelihatan buru-buru sekali?"Sherly, belum benar-benar pergi meninggalkan lingkungan perusahaan pria itu terbukti dia masih berada di sana dan mengetahui kepergian pria itu dan asistennya."Apa gue ikutin aja ya?" berpikir sejenak akhirnya mobil wanita itu pun maju, mengikuti mobil Deva yang dikendarai sang asisten....Perlahan Sherly memberhentikan mobilnya tat kala melihat mobil Deva juga berhenti, memarkirkannya tak jauh dari mobil Deva yang tengah parkir juga."Ini di mana sih?" di depan sana terlihat Deva dan asistennya turun lalu berjalan memasuki sebuah gang kecil. Sontak saja Sherly pun mengikutinya lagi, seperti tadi.Dari jarak aman terus mengikuti mantan kakak iparnya itu.Jalanan becek, penuh lumpur karena jalannya memang pure dari tanah."Sebenarnya Mas Deva mau kemana sih sampai melewati jalanan jel
Ting.Kaki panjang Deva melangkah melewati pintu lift berjalan lurus menuju ruangan kerjanya."Novia,,"Melihat kedatangan sang atasan sekretaris wanita itu bergegas bangkit dari duduknya, "Pak anda ada tamu,," memotong ucapan atasannya.Sontak dahi Deva mengerut, "Tamu? pagi-pagi begini? siapa?" tanyanya menuntut."Emm,, Bu Sherly" jawab Novia ragu."Sherly?" alisnya makin mengerut."Benar Pak" "Ada apa dia pagi-pagi begini sudah datang kemari?" gumam Deva bertanya-tanya pada dirinya sendiri."Baiklah,," Deva ingin melangkah meninggalkan depan meja Novia namun urung,, "Oh ya,, buatkan minuman dan panggilkan Yono suruh dia ke ruangan saya!" "Baik Pak" Kemudian kaki pria itu kembali bergerak,, melangkah memasuki ruangannya."Sherly,,," panggilnya begitu memasuki ruangan.Gegas mantan adik ipar Deva itu memutar badan, dari yang tengah memandang pemandangan lalu lintas di bawah sana beralih memandang mantan kakak iparnya itu."Mas Deva,," panggilnya dengan senyum sumringah.Senyumnya
Suasana kamar Deva dan Dena terlihat begitu berantakan, pakaian berceceran di lantai.Pasangan suami istri muda itu nyenyak dalam tidurnya tak terganggu walaupun matahari telah naik ke permukaan.Dan tak berapa lama, yang pertama bangun adalah Dena. Mata wanita itu perlahan terbuka lalu mengerjap pelan beberapa kali."Jam berapa ini?" ucapnya dengan suara parau karena baru bangun tidur.Dena ingin bangun namun tak jadi karena dia merasakan badannya pada sakit semua, "Akhh tubuhku kenapa sakit semua ya?" Tiba-tiba tubuhnya terasa membeku sekelebat ingatan tentang kejadian tadi malam melintas di otaknya."Ak,,," reflek dia menutup mulutnya sendiri menggunakan kedua telapak tangan, matanya melotot menatap tak tentu arah.Selepas itu dia mengacak-acak rambutnya, "Apa yang terjadi tadi malam itu beneran?" tanyanya tak percaya.Lantas dia menatap sekeliling kamarnya yang sungguh berantakan, piyama yang tadi malam dia kenakan kini telah tergeletak begitu saja di atas lantai."Jadi,, aku
Sampai jam 11 malam Deva masih betah duduk di ruangannya di perusahaan, seperti tak ada niatan untuk kembali ke rumah.Dia bukan lagi kerja melainkan hanya melamun di depan kaca besar yang menampilkan pemandangan jalanan kota tempat tinggalnya. Dan karena hal itu pula Yono sebagai asisten pribadi Deva turut serta tak pulang ke rumahnya.Dia ada di ruangan Deva menemani pria itu. Namun dimanakah dia? dia tengah tertidur di atas sofa sambil mengorok.Groookkkkkk,,, Suara ngorok Yono menyentak Deva dari lamunannya saking kencangnya.Pria itu menoleh ke belakang menatap kesal asisten pribadinya itu."Yono!!" seru Deva.Walaupun suara Deva terdengar keras menyerukan namanya tak membuat tidur Yono terganggu.Malah suara mengorok yang keluar dari mulut pemuda itu semakin kencang."Dia pikir ruangan ini rumahnya apa" kesal Deva.Deva berbalik berjalan mendekati sofa tempat Yono tidur lalu menggoyangkan bahu pemuda itu, membangunkannya."Yono,," Enghhhh,,, Bukannya bangun Yono malah hanya
Di kawasan perkantoran, gedung-gedung pencakar langit berdiri kokoh menjulang tinggi, saling berlomba-lomba siapakah yang menjadi paling tinggi.Di salah satu ruangan gedung pencakar langit tersebut bertuliskan ruangan meeting. Seorang pria tengah fokus menatap asisten manager keuangan di depan tengah mempresentasikan laporan keuangan bulan ini.Kemudian beralih pada laporan keuangan berbentuk dokumen di tangannya.Ting.Ponsel di sebelah tangan Deva tetiba berdenting tanda ada sebuah pesan masuk. Awalnya Deva hanya melirik sebentar, berniat mencuekinya karena itu juga bukan pesan dari sang istri melainkan pesan dari nomor asing,, entah nomor siapa itu.Namun tiba-tiba sebuah pesan dari nomor asing tersebut kembali masuk membuat Deva akhirnya agak sedikit penasaran tentang identitas sang pemilik nomor.Tangannya terulur meraih ponsel, "Nomor ini,,?" ucapnya dengan kening berkerut, "Terlihat familiar,," lanjutnya bergumam.Ada 2 pesan, lantas Deva pun membukanya. Orang asing terseb