Share

Eighteen

"Luna," suara bariton itu berhasil membangunkanku.

Keringat membasahi pelipisku dan nafasku pun ikut terengah-engah. Aku melirik sekeliling dan sadar jika aku bermimpi.

"Kamu kelihatan nggak nyaman waktu tidur," kata Tama. Dia membantuku bangun dan menyeka keringatbyang membasahi dahi dan pelipisku dengan tangannya. Gerakannya lembut dan penuh perhatian, tapi saat aku meliriknya dia tidak melihatku sama sekali.

Aku pun mengalihkan pandanganku ke jendela. Matahari sudah bersinar cukup terik.

"Aku nunggu kamu tadi malam," kataku pelan. Soal Tama yang tidak pulang sudah menjadi masalah besar untukku, "sampai tengah malam dan kamu nggak pulang-pulang."

Dia langsung melihatku saat mendengar kalimatku, "Harusnya kamu nggak usah tunggu aku." Dia mengomel dan membuatku menatapnya tidak percaya.

"Kamu kemana? Kamu aja nggak kasih tahu aku kalau mau keluar."

Dia diam dan melihatku dengan tatapan yang sulit diartikan. Tama terlalu menyembunyikan banyak hal yang membuatku kesal.

Aku sudah jengah
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status