“Shit? Ini kenapa harus se-ngilu ini?” Natan mengumpat sambil terus mencoba berjalan menuju lift khusus petinggi perusahaan.
Semua pasang mata para karyawan menatap Natan dengan pandangan heran tapi tidak ada satupun diantara mereka yang berani bersuara. Para karyawan itu hanya bisa menahan tawa melihat cara jalan Natan yang sedikit mengangkang seperti orang habis sunatan. Ditambah lagi dengan Natan yang sesekali meringis kecil membuat para karyawan yakin ada sesuatu dengan bos mereka itu. Setelah tubuh Natan menghilang ditelan lift, barulah bisik-bisik para karyawan mulai terdengar. “Kok si bos jalannya ngangkang gitu ya?” “Kayaknya dia juga lagi nahan sakit?” “Apa mungkin si bos lagi bisulan?” Seperti itulah bisik-bisik para karyawan setelah Natan tidak lagi terlihat. Ada apa dengan Natan sebenarnya? Apakah pria arogan itu benar-benar sedangDatang-datang Alea langsung memancing rasa kesal Zea.“Diem lo! Jangan asal ngomong aja itu mulut, ini sekolahan kalau lo lupa.” Zea menatap tajam Alea seakan mau menguliti Alea hidup-hidup.Yang ditatap tajam malah menyengir lebar memperlihatkan deretan giginya yang rapi.“Gue ‘kan ngomongnya pelan, Ze. Aman lah … aman.”Zea mendengus kesal melihat Alea, setelah menerima es teh manis yang ia pesan, Zea langsung bergerak mencari tempat duduk tanpa menghiraukan kedua dayang setianya.“Heh, Zea! Tungguin kita!” Alea berlari menyusul Zea diikuti oleh Anas.“Lo kenapa, Zea? Kayaknya lagi banyak pikiran?” Anes menatap Zea dengan mata polosnya.Anes mengusap tangan Zea penuh perhatian, gadis polos itu akan sangat perhatian kalau salah satu sahabatnya dalam masalah.“Dari tadi pagi lesu bener gue perhatiin, kenapa, Beb? Lo nggak betah tinggal di istana itu?” Kali ini Alea bertanya dengan serius.Semalam ketiga
Zea mulai bercerita. “Saya mau minta hak saya malem ini, Zea!” bisik Natan serak.Setelah tadi ada drama di ruangan walk in closet, Zea dan Natan kembali ke kamar dan berbaring di atas ranjang. “Tapi saya belum siap, Om,” cicit Zea sambil menundukkan kepalanya. “Tidak baik menolak permintaan suami, Baby.” Zea merinding mendengar suara rendah Natan. “Tapi kan saya masih belum siap, Om.” Zea terus bergerak mundur saat Natan merangkak mendekat padanya.“Tapi saya maunya sekarang, Baby.” Natan semakin mendekat.Zea pun memejamkan mata karena ia sudah berada di pembatas ranjang dan tidak bisa menghindari Natan lagi. ‘Oh ya lord! Tolong bantu hamba!’ Zea meratap pias di dalam hati. Cup!Zea merasakan benda kenyal menempel di keningnya, hembusan nafas Natan yang terdengar memburu tidak beraturan membuat rasa takut Zea semakin menjadi. Demi Tuhan, Zea benar-bena
“Untuk apa lagi wanita itu ke sini?” Natan memasang muka geram dan tak suka.“Untuk apa lagi jika bukan untuk bertemu denganmu, Tuan Zibrano!” ejek Darren.Pasalnya, Darren sangat tau seperti apa jadinya Natan setiap kali selesai pertemuan dengan perempuan bernama Elena itu.“Ck, bilang saja padanya kalau sekarang aku sedang sibuk dan tidak bisa diganggu.” Natan berdecak.Natan benar-benar geli mendengar nama Elena yang disebutkan oleh Darren.“Dengan sampah baru saja aku jijik, apalagi melihat sampah daur ulang sepertinya.”Mulut berbisa Natan langsung beraksi seiring dengan reaksi tubuhnya yang bergidik ngeri.Darren sendiri sudah terbahak di tempatnya, kalimat Natan benar-benar membuat perutnya serasa tergelitik.“Bagaimana? Apa Tuan Zibrano bersedia bertemu denganku?” tanya wanita yang katanya bernama Elena itu dengan wajah penuh harap.Darren menggeleng. “Sayang sekali, Nona. Tuan Zibrano sedang ti
Berbicara soal Natan, kini pria kaku nan sulit untuk didekati tapi berhasil luluh oleh seorang Zea itu sedang menjadi pusat perhatian para gadis remaja.Bagaimana tidak? Bayangkan saja, Natan sedang menunggu Zea di parkiran sekolah masih memakai setelan kantor dengan jas yang ia letakkan di pundak.Natan berdiri dengan Kedua tangan terlipat di dada sambil menyandarkan kepalanya di depan mobil mewahnya. Kedua kakinya yang ia silangkan ditambah dengan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya yang mancung membuat aura Natan berkali-kali lipat terlihat lebih tampan daripada sebelumnya.Kedatangan Natan bertepatan dengan jam pulang siswa SMA Merah Putih, karena ia datang memang untuk menjemput sang istri.Hingga sekarang Natan sudah menjadi pusat perhatian.“OMG! Bukannya itu pengusaha muda yang terkenal itu ya?” celetuk seorang siswi setengah memekik.“Eh, kayaknya iya deh. Tapi ngapain di ada di sekolah kita?” sahut sal
“Lo ngomong apa?” tanya Anes karena tidak terlalu mendengar kalimat Alea dengan jelas.“Nggak penting, bocil dilarang tau,” sahut Alea sambil bergerak menuju motornya diikuti oleh Anes yang juga mengambil motornya.Kerumunan para siswi yang sejak tadi memperhatikan Natan pun akhirnya bubar. Bisa dipastikan besok Zea akan menjadi trending topik karena dekat dengan pengusaha muda dan sudah putus dengan Akas.Mobil Natan melaju dengan kencang membela keramaian jalan raya, Natan tidak peduli meskipun dirinya mendapat makian dari pengendara lain yang terganggu karena cara menyetirnya yang ugal-ugalan.Zea pun dibuat memejamkan mata dengan wajah memucat, ini adalah pertama kalinya Zea merasa nyawanya sudah diujung tanduk.“Pelanin mobilnya, Om. Astaga … masa depan saya masih panjang, sayang nggak ingin mati cuma-cuma di jalanan kayak gini.” Zea terus berceloteh.Sesekali Zea melafalkan doa di dalam hati karena berharap ia masih di
“Eum … gimana ya?” Zea menatap Natan sambil menggaruk pucuk kepalanya yang tak gatal.Entah apa yang gadis itu rasakan saat Natan meminta dirinya untuk mengubah panggilan.“Kalau kamu tidak bersedia saya tidak akan memaksa.” Natan juga tidak egois kali ini. ‘Tumben dia nggak maksa? Kira-kira tadi ini orang abis kecantol jin baik di mana?’ komentar Zea dalam hati.Suatu keajaiban bagi Zea karena kali ini Natan tidak memaksakan kehendak kepadanya.“Bukannya saya nggak mau, tapi lebih tepatnya saya bingung mau manggil apa lagi selain Om,” ungkap Zea dengan jujur.“Kamu tidak merasa aneh memanggil suami sendiri dengan sebutan, Om? Suami kamu ini tidak setua itu, Baby.” Natan menunjuk wajah tampannya.“Nggak aneh tuh, malahan itu panggilan yang paling pas menurut saya.” Zea menahan tawa melihat wajah kesal Natan saat ia mengatakan itu.Jarang-jarang ‘kan Zea bisa membuat Natan kesal seperti ini?Bisanya
Dengan menurunkan egonya, Zea mengangkat tangannya dan membalas pelukan Natan.Natan tersenyum senang di balik punggung Zea. ‘Rencana satu berhasil.’ Natan cekikikan tidak jelas di dalam hati.Natan melepaskan tubuh Zea setelah dirasa sudah paus menghirup wangi rambut Zea nan menyegarkan dan mampu menenangkan otaknya yang lelah.“Aku mandi dulu, abis ini aku bikinin makan siang.” Natan beranjak dari hadapan Zea.Pria itu memasuki kamar mandi dengan wajah sumringah, mendapatkan pelukan dari Zea adalah hal terindah bagi seorang Natan.“Ah, sepertinya sihir gadis itu semakin hari semakin bertambah dahsyat.” Natan senyum-senyum sendiri bak orang gila sambil memegang dada pula.Memang ya, kalau sudah bucin akut memang tidak pandang bulu. Natan yang nyatanya sudah dewasa saja bisa lebih bucin pada daripada anak remaja yang baru mengenal cinta.Pesona Zea memang jauh lebih memikat daripada jampi-jampi Mbah dukun di
Zea jadi memikirkan nasibnya juga, secara suami Zea juga merupakan CEO muda seperti di Drakor itu.“Apa dia juga bakal berubah haluan saat gue udah nggak cantik lagi?” Zea langsung parno.Dengan cepat Zea menuruni ranjang lalu berdiri tepat di depan cermin meja hias untuk dirinya yang sudah disediakan oleh Natan di dalam kamar ini.Zea duduk di atas kursi sambil terus menatap wajahnya sendiri.“Muka gue udah glowing dari sononya, body udah oke meskipun gue jarang olah raga, kulit udah putih, rambut udah cakep, terus kurangnya gue apa dong?” Zea terlihat murung karena tidak menemui celah satupun serta kekurangan dalam dirinya.Di mana-mana orang akan bahagia kalau terlahir sempurna nyaris tanpa kekurangan seperti Zea, sedangkan Zea malah murung memikirkan yang mana lagi yang harus ia perbaiki dalam dirinya.“Kalau gue coba make-up tipis-tipis, kira-kira cocok nggak ya di muka gue?” Zea membelai wajahnya sambil menatap peralat