Share

9. Permohonan Mantan

Kaira tidak bisa menahan kekagetannya. Dia tidak salah dengar, kan? Nama yang diucap oleh Alvero terdengar sangat tidak asing baginya.

“Cindy Airatama?”

Anggukan Alvero semakin membuat jantungnya mencelos. Kaira cukup kaget mendengar bahwa selama ini mantan kekasihnya ternyata berhubungan dengan teman duduknya semasa SMA? Astaga yang benar saja? Takdir macam apa yang tengah menjerat mereka?

Dia hampir tak bisa berkata-kata, respon apa yang harus Kaira berikan selain tampang kaget yang secara gamblang sudah dia sajikan?

“Mama tidak akan membiarkanku menikahinya selama Kak Davian belum menikah. Kamu tahu aturan seperti apa yang berlaku dalam keluargaku, kan?”

Kaira ingat sempat saling berbagi kisah keluarga masing-masing. Dia tahu betapa ‘ningrat’ nya aturan keluarga Rajendra jika dilihat dari sudut pandang Alvero.

“Bahkan meskipun aku mengatakan tentang ini, dia tidak serta merta merestui hubunganku dengan Cindy dan membiarkanku menikahinya. Aku tetap harus menunggu Davian menikah sebelum aku bisa menikah juga,” jelas Alvero.

Alvero kembali memandangi lautan disebelahnya, “Kamu tahu aku selalu ingin tinggal diluar negeri, kan? Aku dan Cindy punya keinginan yang sama. Kami akan membesarkan anak kami nanti disana. Kehidupan itu akan aku dapatkan begitu Davian menikah. Jadi tolong, bisa kamu bantu aku sekali ini saja?” Mohon Alvero lagi. 

Kaira tidak menyangka dia akan dilibatkan dalam drama keluarga orang seperti ini. Pandangan dan pikirannya kosong selama beberapa saat. Terlalu kaget dengan apa yang dia dengar dan proses di kepalanya terasa sangat lamban.

Ketika pada akhirnya dia menemukan Davian berjalan kearah mereka dengan dua tangan berada di kantong, Kaira justru menatapnya ragu. Jika pernikahan ini hanyalah bala bantuan untuk mempermulus kehidupan Alvero, apakah Kaira dan Davian berani bermain-main diatas sebuah janji suci seperti ini?

“Keuntungan apa yang akan aku dapatkan kalau menerima keputusan ini?” Tanya Kaira berusaha menggali lebih jauh. Mengabaikan Davian yang berjalan dari kejauhan dan tidak memutus pandang dengannya.

Alvero memamerkan senyumnya, merasa Kaira sudah lebih melunak.

“Secara materi, tentu kamu tidak akan kesulitan apapun. Kakakku itu adalah manusia paling royal yang aku tahu. Selain itu, kamu juga tidak akan didesak untuk menikah oleh Bude Mita. Setidaknya setelah menikah, kamu bisa menikmati hidup untukmu sendiri,” bisik Alvero kecil sementara Davian baru saja sampai di tempat mereka dan kini menarik kursi untuk kembali duduk.

Tak berselang lama, makanan pada akhirnya tersaji diatas meja setelah cukup lama menunggu. Davian tidak membahas apapun lagi selain langsung meminta mereka untuk fokus pada apa yang tersaji diatas meja.

Kaira hanya diam sepanjang makan. Meskipun menu dihadapannya adalah makanan favoritnya, wanita itu seolah kehilangan nafsu makannya. Habis dimakan oleh pikirannya sendiri, dia sedang berusaha mencerna apa yang telah dia lalui dan bagaimana kedepannya dia harus menghadapi hidup diantara mereka.

"Jangan diet, Kai! Kamu sudah terlalu kurus! Apa yang nantinya akan dipeluk oleh Kak Davian kalau kamu tidak makan dengan lahap?" Godaan Alvero membuat Kaira hampir menyemburkan makanannya. Davian berdehem sembari mengirimkan sebuah tatapan maut pada sang adik. Di saat yang bersamaan, tangan lelaki matang itu juga secara ringan mendorong sebuah gelas berisi air minum pada Kaira.

Setelah meneguk airnya, Kaira bahkan tidak membalas kalimat dari Alvero lagi. Tiba-tiba saja dia merasa canggung berada di tengah mereka.

Setelah beberapa saat, Alvero kembali lebih dulu sebab katanya ada yang harus diurusnya. Davian dengan tanggung jawabnya tentu mengantar Kaira kembali ke rumahnya. Sepanjang perjalanan, Kaira jadi lebih banyak diam.

"Kenapa? Kamu kecewa karena Alvero ternyata memilih wanita lain selain kamu?"

Apa yang bisa Davian pikirkan selain itu? Adiknya dan gadis yang katanya calon istrinya itu punya hubungan di masa lalu. Sangat wajar kalau misalnya Kaira masih mengharapkan Alvero.

Mendengar itu Kaira justru mendelik tidak terima. Enak saja dia dianggap belum move on.

"Saya lebih kasihan pada nasib Cindy dan bayinya kalau Alvero tidak bisa bertanggung jawab terhadap mereka," tukasnya. 

Dia cukup jujur dalam hal ini. Meskipun sudah lama tidak kontak dengan temannya itu, Kaira masih mengingat kebaikan Cindy selama mereka SMA. Bagaimana bisa dia abai begitu saja?

“Jangan terlalu dipikirkan! Terus terang, saya tidak akan memaksa kamu untuk menerima pinangan ini hanya karena masalah Alvero. Anak itu harus berjuang lebih keras untuk menebus kesalahannya. Jadi kamu tidak perlu merasa terbebani,” ucap Davian yang justru terdengar berbeda dengan sang adik.

Kaira melirik Davian yang tengah menyetir disebelahnya. Aura pria matang yang menguar sempurna dari sosok itu memang tidak dapat dihindari.

“Mas nggak benar-benar ingin membantu Alvero?”

Butuh sekitar sepuluh detik untuk Davian pada akhirnya memberi jawaban atas pertanyaan tersebut.

“Dia sudah dewasa, tidak akan bisa terus berlindung dibalik saya ataupun mama. Dia paling tidak harus menyiapkan rencana lain apabila rencana yang satu ini tidak berjalan lancar.” 

Kaira beralih melirik Davian dengan serius, "Itu artinya, mas sudah menyerah? Tidak akan benar-benar berjuang untuk menikahi saya?"

Entah apa yang Kaira pikirkan hingga dia mampu mengeluarkan kalimat tersebut. Segera setelah selesai mengucapkannya, Kaira merutuki dirinya sendiri di dalam hati.

Berbalik Davian yang kini meliriknya tenang, pria itu menghentikan mobilnya seiring dengan lampu lalu lintas yang menyala merah. 

"Kalau bukan karena masalah Alvero, apakah kamu masih mau mempertimbangkan untuk menikah dengan saya?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status