"Mbak, bagi duit jajan dong!"Kaira yang tengah berselancar di platform pencari kerja memutar tubuhnya melirik sang adik sepupu yang berdiri dengan congkak di belakang sofa tempatnya duduk. Aidan sudah mengenakan seragamnya serampangan, berdiri dengan sebelah tangan yang menadah padanya. Pandangan heran Kaira dibawanya lagi pada jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi. Alis wanita itu mengerut heran. Mengapa Aidan masih di rumah di jam-jam ini sementara seingatnya Aira si kembaran sudah berangkat pukul enam pagi tadi? Bukankah mereka berada di sekolah dan bahkan kelas yang sama?"Kamu kok belum berangkat?" Kaira tentu saja tidak bisa menahan rasa penasarannya. Saat ini kedua orang tuanya sudah berangkat, begitu juga Aira yang sempat berpamitan padanya tadi, tapi bagaimana dengan Aidan yang tiba-tiba saja muncul?Laki-laki yang baru menginjak tujuh belas tahun itu berkacak pinggang, "Ini mau berangkat. Jadi mana duitnya? Makin lama dong berangkatnya kalau mbak nggak kasih duit
Kaira baru saja melangkahkan kaki keluar dari pintu rumah ketika Davian bersandar tepat di mobil hitam mengilapnya. Lelaki itu mengenakan kemeja warna coklat tua yang digulung sebatas siku dan celana kain warna hitam yang memberikan kesan rapi namun tetap modis. Netra mereka tak sengaja langsung bertubrukan tadi yang membuat Kaira buru-buru membuang wajah karena detak jantungnya tiba-tiba saja menjadi terlalu cepat.Davian mengangkat tangan kanannya, dengan kaku mengucapkan salam saat Kaira mulai berjalan kearahnya. "Kamu sudah sarapan?" Davian bertanya basa-basi. Sesungguhnya mereka berdua diliputi kecanggungan yang berat pasca tiga hari pertemuan terakhir mereka waktu itu. Davian sendiri tak punya banyak pengalaman dalam mendekati wanita, apalagi Kaira yang berbeda dari wanita-wanita disekitarnya yang biasanya cenderung lebih agresif. Kaira mengangguk mengiyakan. "Kita jalan sekarang?" Tanya Davian sedikit lebih tenang dan langsung dibalas oleh anggukan kecil Kaira lagi. Gadis it
Mobil Davian berhenti di basement sebuah mal. Tante Tania tadi menghendaki untuk langsung bertemu di tempat belanja tersebut sebab dia sempat menghadiri temu dengan beberapa klien di salah satu resto disana.“Apa kabar, Kaira?” Wanita itu bergegas memeluk Kaira dengan mata berbinar, segera setelah mereka bertemu.Kaira membalasnya dengan senyuman canggung, wanita itu belum terbiasa berada di tengah-tengah keluarga Rajendra seperti ini. Dia masih menjawab seadanya dan menunjukkan kehati-hatiannya.“Kita makan dulu, yah! Baru setelah itu mulai belanja,” ungkap Tante Tania yang hanya bisa diangguki oleh Kaira. Wanita itu menurut saja dan kini duduk disebelah tante Tania sementara Davian berada diseberangnya.Tante Tania nampak sangat antusias dan cukup aktif dalam mengajaknya bicara hingga Kaira lama kelamaan jadi semakin nyaman. Mereka bahkan tanpa sadar tertawa akan beberapa topik yang membuat Davian menyimpulkan sebuah senyum. Jarang sekali dia melihat sang mama mau memulai topik dan
"Kamu yakin dengan keputusan kamu itu, nak?"Kaira mengangguk saat duduk di kursi kamar orang tuanya. Pasangan parubaya itu menatapnya heran saat sang putri menyampaikan keputusan finalnya kepada mereka. Pasalnya, Kaira terlihat syok dan sangat tidak terima saat dilamar kurang dari seminggu lalu. Namun kini dia justru mengatakan bahwa ini adalah keputusan finalnya, dan dia sudah memikirkan semuanya dengan matang. Sepasang parubaya itu saling menatap keheranan. "Apa yang mempengaruhi kamu dalam pengambilan keputusan ini? Kamu yakin?" Tanya sang bapak lagi.Wanita dua puluh lima tahun itu menatap kedua orang tuanya secara bergantian lalu mengangguk lagi. "Aku akan menerima pinangannya. Kaira rasa, tidak ada salahnya menerima lamaran dari seseorang seperti Mas Davian. Lagipula, mungkin dengan bersama dia aku bisa menemukan jalan karir yang baru," jelas Kaira kali ini. Tidak munafik bahwa itu merupakan salah satu bahan pertimbangannya saat mengambil keputusan ini. Tentu selain karena di
Kaira melihat pantulan dirinya di cermin. Masih belum percaya bahwa dirinya ternyata bisa terlihat seperti itu dengan gaun pengantin berwarna putih yang tak memiliki banyak aksen namun tetap memeluk tubuhnya dengan sempurna. Riasannya tidak berlebihan—soft glam yang elegan dan berhasil mengaksentuasi fitur wajah dan kecantikan Kaira dengan tepat. Rambutnya ditata ditambah bantuan sanggul modern dan sedikit bunga minimalis untuk mempercantiknya. Sentuhan tangan make up artist pilihan Tante Tania memang harus diacungi jempol. "Menantu mama memang cantik banget!" Kaira tersenyum tipis saat menemukan Tania sudah berdiri dibelakangnya. Wanita itu nampak puas dengan hasil riasan dan tampilan final Kaira di hari spesialnya itu. Tania menggenggam tangan Kaira dengan hangat, "Mama seneng banget akhirnya kamu benar-benar akan menjadi putri mama," ucap wanita parubaya tersebut. Kaira mengusap punggung tangan sang calon mertua. Sebelum Tania benar-benar menangis haru, lebih dulu wanita itu me
"Mas mandi duluan aja! Aku masih harus menghapus makeup dan membuka riasan lainnya," ujar Kaira ketika baru sampai di kamar hotel. Setelah berjam-jam sibuk menyapa tamu dan berada dalam keramaian, pada akhirnya acara hari itu tuntas. Kaira sudah duduk di depan meja rias. Mencoba untuk melepaskan secara perlahan riasan rambutnya—termasuk belasan bobby pin yang bertengger disana. Dibalik riasan rambut yang kelihatan sederhana, ternyata tersimpan penahan yang cukup membuat kepala Kaira nyut-nyutan.Keduanya malam ini akan beristirahat di kamar hotel tempat pesta dihelat. Hanya malam ini, besok Kaira akan langsung diboyong Davian untuk tinggal di kediaman mereka. Rumah pribadi Davian yang letaknya tak begitu jauh dari rumah utama keluarga Rajendra.Davian baru saja melepas tuxedonya, melepas kancing di lengan kemeja sebab dia sendiri sudah tidak tahan lagi mengenakan pakaian tersebut. Namun ketika melihat Kaira yang kelihatan kesusahan, laki-laki itu berinisiatif untuk membantunya lebih d
Butuh waktu lebih dari tiga puluh menit bagi Kaira menyelesaikan seluruh ritual mandinya. Mulai dari keramas, mandi, hingga mengeringkan rambut dan mengenakan skincare sebelum tidurnya. Syukur saja semua itu sudah ada di kamar mandi sehingga Kaira bisa menyelesaikan seluruhnya secara langsung di kamar mandi.Setelah selesai, Kaira justru bingung bagaimana ia harus keluar kamar mandi. Wanita itu tidak dapat menenangkan jantungnya yang terus berdebar kencang melebihi yang biasanya. Jelas Kaira paham apa pemicunya—dia khawatir. Bagaimana jika Davian menagih haknya sekarang? Jujur saja Kaira belum siap.Too much thought. Kaira mengambil nafas dan mengeluarkannya secara teratur untuk setidaknya sedikit menenangkan diri. Dia tidak mungkin terus berada di kamar mandi semalaman, kan?Pada akhirnya, wanita itu memberanikan diri untuk keluar dari kamar mandi. Kaki jenjangnya berjalan berjengkit, membuka kenop dengan super perlahan seolah berusaha tak menimbulkan suara barang satu desibel-pun. B
Pagi ini pasutri baru itu sudah siap untuk keluar dari akomodasi sementara mereka. Kaira dengan telaten turut membantu suaminya untuk merapikan tasnya juga. Setidaknya Kaira sudah berusaha menjalankan sesuatu sebagai seorang istri. Orang tua mereka sudah berada di lobby. Semuanya checkout berbarengan meskipun destinasi yang dituju berbeda-beda. Davian tiba-tiba nampak sedikit lebih serius hingga membuat Kaira menatapnya penuh kebingungan. Wanita itu menutup kedua koper dan tas dengan sempurna sebelum pada akhirnya menghampiri sang suami yang berdiri berkacak pinggang memunggunginya setelah tadi menjawab telepon."Ada apa, mas?" Tanya Kaira.Davian melirik istrinya, dia hanya diam selama beberapa detik sembari memegang ponsel sebelum akhirnya mengutarakan apa yang mengganjal pikirannya."Semua ada dibawah sekarang," ucap Davian singkat. Kaira menaikkan sebelah alisnya bingung. Itu jelas sesuatu yang memang sudah mereka ketahui sejak semalam. Memang semua anggota keluarga menginap di