"Mas mandi duluan aja! Aku masih harus menghapus makeup dan membuka riasan lainnya," ujar Kaira ketika baru sampai di kamar hotel. Setelah berjam-jam sibuk menyapa tamu dan berada dalam keramaian, pada akhirnya acara hari itu tuntas. Kaira sudah duduk di depan meja rias. Mencoba untuk melepaskan secara perlahan riasan rambutnya—termasuk belasan bobby pin yang bertengger disana. Dibalik riasan rambut yang kelihatan sederhana, ternyata tersimpan penahan yang cukup membuat kepala Kaira nyut-nyutan.Keduanya malam ini akan beristirahat di kamar hotel tempat pesta dihelat. Hanya malam ini, besok Kaira akan langsung diboyong Davian untuk tinggal di kediaman mereka. Rumah pribadi Davian yang letaknya tak begitu jauh dari rumah utama keluarga Rajendra.Davian baru saja melepas tuxedonya, melepas kancing di lengan kemeja sebab dia sendiri sudah tidak tahan lagi mengenakan pakaian tersebut. Namun ketika melihat Kaira yang kelihatan kesusahan, laki-laki itu berinisiatif untuk membantunya lebih d
Butuh waktu lebih dari tiga puluh menit bagi Kaira menyelesaikan seluruh ritual mandinya. Mulai dari keramas, mandi, hingga mengeringkan rambut dan mengenakan skincare sebelum tidurnya. Syukur saja semua itu sudah ada di kamar mandi sehingga Kaira bisa menyelesaikan seluruhnya secara langsung di kamar mandi.Setelah selesai, Kaira justru bingung bagaimana ia harus keluar kamar mandi. Wanita itu tidak dapat menenangkan jantungnya yang terus berdebar kencang melebihi yang biasanya. Jelas Kaira paham apa pemicunya—dia khawatir. Bagaimana jika Davian menagih haknya sekarang? Jujur saja Kaira belum siap.Too much thought. Kaira mengambil nafas dan mengeluarkannya secara teratur untuk setidaknya sedikit menenangkan diri. Dia tidak mungkin terus berada di kamar mandi semalaman, kan?Pada akhirnya, wanita itu memberanikan diri untuk keluar dari kamar mandi. Kaki jenjangnya berjalan berjengkit, membuka kenop dengan super perlahan seolah berusaha tak menimbulkan suara barang satu desibel-pun. B
Pagi ini pasutri baru itu sudah siap untuk keluar dari akomodasi sementara mereka. Kaira dengan telaten turut membantu suaminya untuk merapikan tasnya juga. Setidaknya Kaira sudah berusaha menjalankan sesuatu sebagai seorang istri. Orang tua mereka sudah berada di lobby. Semuanya checkout berbarengan meskipun destinasi yang dituju berbeda-beda. Davian tiba-tiba nampak sedikit lebih serius hingga membuat Kaira menatapnya penuh kebingungan. Wanita itu menutup kedua koper dan tas dengan sempurna sebelum pada akhirnya menghampiri sang suami yang berdiri berkacak pinggang memunggunginya setelah tadi menjawab telepon."Ada apa, mas?" Tanya Kaira.Davian melirik istrinya, dia hanya diam selama beberapa detik sembari memegang ponsel sebelum akhirnya mengutarakan apa yang mengganjal pikirannya."Semua ada dibawah sekarang," ucap Davian singkat. Kaira menaikkan sebelah alisnya bingung. Itu jelas sesuatu yang memang sudah mereka ketahui sejak semalam. Memang semua anggota keluarga menginap di
Davian duduk di sofa rumahnya sembari mengamati dua wanita yang tengah sibuk di dapurnya. Mereka tampak akrab sekali sambil bercanda hingga sepertinya keberadaan Davian di rumahnya sendiri justru terasa asing. Yah, lelaki itu harus menerima nasib bahwa sepertinya sang mama akan lebih menyayangi menantunya daripada putranya sendiri. Tadinya Davian pikir dia akan langsung punya waktu berdua dengan Kaira sebab mereka tinggal hanya berdua. Namun nampaknya pemikiran tersebut terancam hanya menjadi angan-angan saja sebab dia yakin sang mama akan sering bertandang kesini. Jarak kediaman mereka yang tidak begitu jauh ditambah lagi sepertinya Tania memiliki banyak waktu luang belakangan ini akan mempermudah wanita parubaya itu untuk menculik menantunya sendiri.Seperti hari ini, belum sempat Kaira memulai menata barang-barangnya atau bahkan berkeliling rumah, Tania sudah lebih dulu menyandera jadwalnya dengan hadir tiba-tiba dan merebut Kaira dari putranya sendiri.Sesuai dengan perkataan Alv
Usai merapikan barang-barangnya dan membersihkan diri, Kaira bertolak ke dapur untuk memasak makan malam sederhana. Sebenarnya Davian tadi mengatakan bahwa mereka bisa delivery atau makan malam diluar saja karena dia yakin Kaira masih lelah setelah acara pernikahan mereka kemarin dan lanjut pindahan ke rumah Davian hari ini. Namun dengan ringan Kaira menolak tawaran tersebut, mengingat kulkas mereka yang hari ini penuh dengan bahan makanan sebab siang tadi Mama Tania benar-benar mengisinya sampai tidak ada ruang kosong yang tersisa.Kaira tidak merasa keberatan sama sekali. Toh dia hanya akan menghidangkan makanan rumahan sederhana dengan proses keseluruhan yang dia estimasi hanya memakan waktu kurang dari tiga puluh menit.Davian sedang mandi saat Kaira mulai mengeluarkan beberapa butir telur ayam, sayur-sayuran, dan daging ayam. Sudah lebih dulu memasak nasi menggunakan rice cooker sebelum lanjut mengeksekusi lauk yang akan dibuatnya. Sederhana saja—sekedar tumis sayur, ayam goreng,
Suasana malam di rumah Davian malam ini terasa begitu syahdu. Belum pernah Davian merasakan perbedaan signifikan dan nuansa seperti ini di rumahnya selama menempatinya lima tahun belakangan. Keberadaan satu orang saja ternyata berhasil mengubah segalanya.Lelaki itu duduk bersandar di kursi ruang kerjanya sembari memegang stylus pen miliknya. Meskipun tangan dan otaknya bekerja, beberapa kali senyum di bibirnya terbit secara sendirinya. Ketika menyadari hal tersebut, Davian akan terus menggelengkan kepala untuk menyadarkan dirinya sendiri. Dia mirip orang gila karena biasanya jarang tersenyum namun kini justru kedapatan sering sekali senyum-senyum sendiri.Davian berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat. Ada perasaan aneh yang menyergap hingga membuatnya merasa tidak ingin berlama-lama meninggalkan istrinya itu seorang diri. Sementara itu di depan kamar Davian, Kaira menggigit kuku jarinya sendiri dengan cemas. Semakin larut, dia terpaksa harus segera masuk kamar. Wanita itu
Pagi itu, sinar matahari yang lembut menelusup di sela-sela tirai kamar tidur, menerangi sudut ruangan yang luas dan terasa asing bagi Kaira. Ia terbangun perlahan, matanya menyesuaikan dengan cahaya pagi, dan merasakan sejenak keheningan yang menggelayuti udara. Di sebelahnya, Davian masih tertidur dengan posisi tenang, wajahnya terlihat damai, meski perasaan di antara mereka berdua belum bisa dibilang demikian.Tersenyum simpul saat menikmati pemandangan wajah polos sang suami. Nampak kontras dengan ekspresi datar ataupun serius Davian saat dalam mode terjaga. Siapa sangka Davian bisa kelihatan sebegitu lembutnya ketika tertidur begini?Kaira duduk di tepi ranjang, mengumpulkan keberanian untuk memulai hari pertama sebagai istri di rumah yang kini menjadi tempat tinggalnya. Rumah pribadi Davian, dengan dinding-dinding yang tinggi dan elegan, seolah mempertegas sikap sang pemilik rumah yang cenderung tertutup dan dingin. Meskipun begitu, semalam laki-laki itu sendiri yang berjanji ke
Pagi itu, Davian melangkah memasuki kantornya, sebuah ruang terbuka dengan meja-meja besar yang dipenuhi blueprint, model bangunan mini, dan sketsa arsitektural. Cahaya matahari menembus kaca-kaca besar di sudut ruangan, memberikan suasana hangat dan energik. Suara keyboard yang terdengar cepat dan obrolan ringan di antara rekan-rekan kerjanya menandakan awal hari kerja yang sibuk.Namun, begitu Davian melangkah lebih dalam ke ruangan, suasana seketika berubah. Beberapa karyawannya bangkit dari duduk untuk menyapa dengan senyuman di wajah mereka. Davian hanya lewat dan membalas sapaan dengan singkat—berbarengan dengan sebuah senyuman yang bertahan di wajahnya. Para karyawan saling berbisik, agak geger melihat senyuman di wajah pimpinan mereka yang terkenal datar dan dingin itu."Menikah pasti turut mempengaruhi suasana hati Pak Davian," bisik salah seorang drafter yang ditimpali tawa oleh beberapa rekannya. Davian terus berjalan masuk menuju ruangannya dengan langkah tegap seperti bi