Suasana sungai Chao Phraya sangat memukau. Ketika kapal mulai berlayar, pemandangan gedung-gedung tinggi dan kuil-kuil megah yang diterangi lampu malam di kedua sisi sungai terlihat indah. Cahaya lampu berkilauan di atas permukaan air yang tenang, memberikan kesan romantis. Suara gemericik air yang tenang berpadu dengan musik lembut di latar belakang, menciptakan atmosfer yang damai namun berkesan.Angin malam yang sepoi-sepoi memberikan kesejukan yang menyenangkan, sementara aroma hidangan khas Thailand yang disajikan di kapal menggugah selera. Kilauan jembatan dan lampu kota yang memantul di sungai menambah suasana elegan, terutama saat kapal melewati ikon-ikon kota seperti Wat Arun dan Grand Palace. Suasana ini memberikan pengalaman yang mendalam, menyejukkan, dan sempurna untuk menikmati makan malam dalam suasana romantis di tepi sungai yang bersejarah.Sebuah atmosfer yang sempurna bagi sepasang sejoli yang tengah hangat-hangatnya.Kaira mengerjap pelan saat merasakan Davian mene
Sayang sekali, kapal yang Davian sewa untuk makan malam romantisnya bersama Kaira tidak menawarkan fasilitas untuk menginap atau tidur di dalam kapal. Mereka turun di dermaga tepat lima menit setelah kalimat ambigu dari Kaira terucap. Setelah turun, tak ada percakapan berarti yang terjalin. Supir telah menunggu mereka dan Davian hanya menarik istrinya untuk cepat masuk ke dalam mobil dan bahkan masih tidak melepaskannya setelah mereka sampai resort sehingga Kaira hampir seperti ditarik paksa olehnya."M-mas! Pelan-pelan!" Keluh Kaira dalam perjalanan menuju kamar mereka. Davian melirik Kaira sekilas saat keduanya berada dalam lift. Mengendurkan cengkramannya, tentu saja tanpa melepaskan pegangannya pada sang istri. Netra lelaki itu tajam menatap Kaira yang masih bertanya-tanya tentang apa kiranya kesalahan yang dia lakukan hingga Davian nampak sedingin itu. Padahal sebelumnya mereka baik-baik saja, kan?Kurang dari dua puluh menit, Davian berhasil memboyong istrinya kembali ke kamar
Nafas Kaira tercekat ketika sang suami semakin melebarkan pahanya lantas menurunkan tubuhnya sendiri. Posisi Kaira terduduk di atas meja dengan kaki terbuka lebar dan pakaian sudah tak lagi di tempat yang semestinya. Menahan nafas ketika nafas Davian yang hangat berada tepat dihadapan intinya. Bibir Davian mengulas senyuman licik saat menatap wajah istrinya yang memerah. Tanpa aba-aba, Davian memulai aktivitasnya sehingga Kaira yang terkejut juga tanpa aba-aba melolongkan desahannya.Rasanya menyebalkan sekali. Sesuatu yang bagi Kaira seharusnya tidak perlu dilakukan, ingin menolak tapi entah mengapa tubuhnya seolah bereaksi sebaliknya. Saat ini dia tidak tahu apa yang dia inginkan, hanya bisa mengikuti respon tubuh yang benci dia akui sepertinya menginginkan lebih. Kaki Kaira bergerak-gerak hendak menjepit kepala Davian sebab sensasi asing yang tengah dirasakannya. Bukan hanya geli, Kaira serasa hampir menggila karenanya. Davian terus menahan pahanya agar tidak terus bergerak. Seme
Keesokan paginya, Kaira perlahan terbangun dan menemukan dirinya terbungkus dalam selimut dengan nafas hangat yang secara teratur menerpa lehernya dari belakang. Dia juga menyadari lengan kuat suaminya tengah melingkari tubuhnya dengan sangat posesif. Tubuh yang kokoh itu menempel di punggungnya. Berbagi kehangatan satu sama lain tanpa memberi jarak sedikitpun.Sejujurnya, ini adalah perasaan yang luar biasa, perasaan paling asing namun menyenangkan yang sepertinya pernah Kaira rasakan. Meskipun setelah itu, dia mulai merasakan sakit di sekujur tubuh.Dia meringis tanpa suara. Kali pertamanya semalam dan gempuran Davian yang menggila merupakan kombinasi luar biasa yang membuatnya hampir lupa daratan. Seluruh tubuhnya terasa kaku dan juga pegal. Kakinya bahkan terasa seperti jelly, pinggulnya sakit, lengan lemas, dan perut keram seperti habis dijahit. Kombinasi pagi yang luar biasa, belum pernah sebelumnya dia merasakan kelelahan ini. Bahkan jika dibandingkan dengan ingatannya tentang
Kaira keluar dengan berjalan tertatih setelah menyelesaikan kegiatan bersih-bersihnya di kamar mandi. Wanita itu sudah nampak lebih segar dengan aroma sabun yang menguar. Jelas membuat Davian turut melirik istrinya yang kesusahan berjalan itu. Davian hendak membantu, namun gesture tangan Kaira jelas menolak. Pada akhirnya Davian membiarkannya dan hanya bisa mengawasi sampai istrinya duduk di sofa dengan selamat.Davian kini sudah setidaknya menggunakan kaos dan celana panjang santainya. Lebih nyaman untuk Kaira tatapi setidaknya. Wanita itu teralihkan fokusnya saat sadar bahwa sang suami sedang berusaha mengatur ulang barang bawaan mereka untuk masuk ke dalam koper. Sebagai seorang istri yang baik, tentu saja Kaira hendak melakukannya. Packing barang-barang bawaan sebelum meninggalkan hotel. Namun rupanya Davian lebih gesit daripada yang ia kira. "Kamu istirahat saja! Aku sudah hampir selesai, kok! Yang masih tersisa diluar tas hanya peralatan makeup kamu di meja dan juga pakaian y
"Kita mau kemana, mas?"Kaira masih setengah sadar saat terbangun dalam mobil Davian. Langit jalanan sudah sangat gelap saat mereka landing di bandara setelah menempuh perjalanan udara selama kurang lebih tiga jam tiga puluh menit. Keduanya dijemput oleh supir utusan keluarga Rajendra. Baru sekitar lima menit masuk mobil, Kaira sudah tertidur pulas tidak sadarkan diri. Dia baru sadar setelah entah berapa puluh menit perjalanan darat dan dengan sisa kesadarannya menemukan bahwa rute yang ditempuh sama sekali bukan rute menuju kediaman Davian.Davian disebelahnya masih nampak lebih segar. Meskipun sebenarnya Kaira yakin suaminya itu sama lelahnya seperti dia. Apalagi dengan kegiatan Davian yang jauh lebih padat. Entah bagaimana cara lelaki itu mempertahankan stamina diri dan menjaga ketenangannya seperti ini.Putra sulung keluarga Rajendra itu duduk tegap di kursi penumpang sembari mengotak-atik gambar dalam tablet. Kaira tadinya sempat menjatuhkan kepala di bahu sang suami, bahkan namp
Malam itu, kediaman Tania Rajendra dipenuhi suasana hangat dan akrab. Pesta kejutan untuk Kaira sukses dilangsungkan meskipun cukup dadakan dan sedikit memaksa pasangan tersebut untuk turut hadir. Sejujurnya, kalau bukan karena Alvero keceplosan menyebutkan bahwa ini adalah hari ulang tahun Kaira, Tania mungkin tidak akan jadi terburu-buru dan heboh begini.Usai makan malam, keluarga Kaira pamit untuk kembali ke rumah mereka. Tania sebenarnya menawarkan untuk menginap, Bude Mita nampak sangat antusias ketika ajakan tersebut dilayangkan. Namun sebagai Kepala Keluarga, Pak Hadinata dengan sopan menolak tawaran tersebut. Selain karena khawatir merepotkan, dia juga harus bekerja pagi-pagi sekali keesokan harinya. Si kembar juga harus berangkat ke sekolah sehingga mereka harus mempersiapkan semuanya di rumah."Nduk, kamu sehat-sehat, ya! Ingat! Selalu dengarkan perkataan suami kamu! Jangan keras kepala dan kalau bisa lebih banyak berdiskusi serta saling memahami satu sama lain," pesan Ibu
Kaira secara perlahan membuka matanya dan mulai menyesuaikan dengan intensitas cahaya yang masuk. Masih cukup minim, sebab ruangan luas dengan nuansa abu-abu dan putih itu masih lumayan gelap dengan hanya cahaya lampu tidur yang menerangi. Samar-samar Kaira melirik jam dinding, sudah pukul enam pagi sekarang. Berpikir lima detik, selebihnya Kaira gunakan untuk memaksa dirinya bangkit dari ranjang super nyaman dan juga dekapan hangat yang memeluknya dari belakang, siapa lagi kalau bukan ulah Davian?Suaminya itu ikut bergerak dan membuka mata saat merasakan pergerakan Kaira yang tiba-tiba. Menggosok wajahnya perlahan saat menyadari istrinya sudah ancang-ancang untuk turun dari ranjang. Melihat itu, Davian menggunakan lengan kokohnya untuk menarik kembali Kaira hingga terjatuh di dada bidangnya."Mas!" Kaira terpekik kaget saat tubuhnya kembali jatuh di ranjang, dalam dekapan kuat Davian pula."Mau kemana? Ini masih pagi sekali," tutur Davian dengan suara khas baru bangun tidur yang me