Dari kampusnya Marco, Ipda. Binsar pergi ke kampus lain, untuk menemui adik kandungnya yang kuliah di Bandung. Adiknya itu perempuan, bernama Raulina, yang baru punya motor untuk aktivitasnya.Saat awal memberikan motor itu pada adiknya, Binsar lupa memberi tahu bahwa motor butuh perawatan berkala di bengkel, bukan sekadar diisi bensin. Hingga akhirnya sang adik meneleponnya, mengatakan bahwa motor sudah tidak nyaman saat dikendarai. Binsar baru sempat datang ke tempat kos adiknya pada sore itu, setelah sebelumnya ngobrol-ngobrol di homebase dengan Marco dan Maryam.“Bang, lama sekali baru ke mari. Motorku mungkin rusak, Bang. Coba Abang tengok motorku.” rengek Raulina.“Ayo bawa ke bengkel, paling juga butuh ganti oli.”“Abang tak pernah kasi tau aku soal ganti oli?”“Lupa Abang.”“Sudah sore begini, masih ada bengkel yang buka?”“Masih banyak yang buka. Kita cari bengkel yang cukup besar, yang paling dekat sini.”“Kayaknya ada tuh Bang, nama bengkelnya Black Falcon, kalau tak salah
Belum juga Binsar mulai bicara, sudah muncul pembeli lain. Seorang wanita berjilbab lebar datang, dan Mang Ujo langsung bangkit dari duduk.“Itu kan, Maryam.” pikir Binsar.Maryam berdiri di dekat gerobak, menaruh sebuah lunc box. Dia beli bakso, tapi tidak akan disantap di situ. Maryam belum menyadari kehadiran Binsar yang duduk di bangku kayu.Mang Ujo bicara, “Neng ini kan, yang kos di pondokan buat mahasiswi, ya? Yang dekat laundry?”“Iya Mang.”“Kalau pondokan khusus perempuan mah, pasti banyak yang beli bakso. Makanya Mang Ujo mah, hapal pondokan khusus perempuan, banyak langganan di situ. Ini mau campur mi, sayur, bihun? Atau bakso aja?”“Nggak pake mi, pake sawi aja. Kuahnya yang rada banyak, ya Mang. Ini buat teman sekamar saya yang lagi sakit, dia pengin makan nasi pake kuah.”“Oh iya atuh, semoga lekas sembuh. Kalau sudah makan bakso Mang Ujo mah, dijamin badan seger lagi.”“In Syaa Allah.” ucap Maryam. “Oh iya Mang, sudah ada empatpuluh harian Almarhumah?”“Iya Neng, sudah
Kosim ada di rumahnya. Binsar memperkenalkan diri sebagai polisi yang ingin menyelidiki kasus tabrak lari itu.“Bagaimana keadaan Kang Kosim?” tanya Binsar.“Saya masih sering pusing, belum bisa kerja lagi. Sekarang cuma ngandalin penghasilan istri saya, jadi pembantu di rumah tetangga.” tutur Kosim.“Apakah motor ojek itu rusak parah?” tanya Binsar lagi.“Ya, dan masih ada di kantor polisi, buat pemeriksaan. Yang punya motor itu tetangga. Saya setor sama dia setiap hari, kalau saya ngojek. Masih untung dia nggak minta ganti kepada saya karena motornya rusak parah. Cuma mungkin… saya malu kalau mau minta kerja lagi sama beliau, sebagai tukang ojek. Kalau badan saya sudah lebih sehat, saya mau kerja di proyek bangunan saja, atau jadi kuli angkut di terminal, atau pasar induk. Masak sih, Allah nggak ngasi rejeki, kalau saya berusaha keras.”“Bagaimana ciri-ciri mobil itu?”“Mobilnya warna hitam, atau warna gelap pokoknya. Nggak jelas merk mobilnya, soalnya mobil itu menepi agak jauh dar
Ipda. Binsar Siagian menyimpulkan, Ujo lah yang menaruh racun dalam jus alpukat itu. Ujo adalah orang yang ingin membunuh Marco, karena … sepertinya Marco adalah pelaku tabrak lari yang telah menewaskan istri Ujo?“Maryam bilang, Marco pernah datang ke tempat kos itu, dengan Silvi duduk di boncengan motornya. Silvi mengembalikan jaket milik Marco. Jaket parasut merah dengan gambar burung di punggung, bertuliskan Black Falcon Automotive. Pada saat itu Mang Ujo masih ada di halaman depan rumah kos itu! Mang Ujo pasti melihat Marco, yang ciri-cirinya persis seperti pelaku tabrak lari yang digambarkan oleh Kosim. Mungkin saat itu Ujo berpikir, “Ini dia orang yang sudah membunuh istriku!” Ya Tuhan, ternyata ini masalah balas dendam?”"Mang Ujo mengejar Marco!" Pikir Binsar. Dari keterangan beberapa orang, Mang Ujo baru mangkal di kampus selama seminggu, saat kejadian tewasnya Raymond. Jadi pada mulanya Mang Ujo itu pedagang bakso yang mengitari kawasan pemukiman padat dalam gang-gang sempi
Suara semak-semak yang terusik langkah kaki membuat Ujo tersentak, lantas menoleh. Ujo melihat beberapa orang pria yang berlari ke arah dirinya, seperti hendak mengepung. Ujo naik ke pematang, kemudian berlari. DOR! Letusan pistol tanda peringatan, belum menciutkan nyali Ujo. Dia terus berlari menghindari kejaran. DOR! Peringatan kedua, tapi Ujo masih nekad berlari. DOR! Ujo makin pontang-panting tak tentu arah. Sekonyong-konyong di benaknya berkelebat bayangan sang istri, saat terakhir kali pamitan mau berbelanja ke pasar, “Jaga anak-anak, ya!” “Ampuuun….” Ujo menjatuhkan diri ke tanah, lalu menangis tersedu-sedu. Tak ada timah panas yang melukai tubuh Ujo, karena Inspektur Ekky yang barusan mengejarnya, belum sempat memuntahkan lagi peluru keempat dari pistolnya. Ujo tersungkur karena tak sanggup lagi berlari, takut kakinya ditembak polisi, dan … bagaimana kalau tembakan itu nyasar ke tubuhnya? Kalau dirinya mati juga, siapa yang menjaga anak-anak? Ujo pasrah saat tangannya dip
Seminggu setelah Marco dirawat di rumah sakit, kondisinya berangsur membaik. Marco sudah sadar sepenuhnya. Penyidik yaitu Iptu. Ekky Wahyudi dan Ipda. Binsar Siagian datang untuk melihat apakah Marco sudah bisa mengingat banyak hal. Setelah diajak bicara hal-hal ringan tentang keluarga dan kuliahnya, polisi penyidik menganggap Marco sudah mampu menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan kasusnya. Pihak keluarga ingin ada pengacara mendampingi Marco saat proses interogasi oleh polisi. Maka penyidik memberi kesempatan pada keluarga Marco untuk menghubungi pengacara. Marco dirawat inap di ruang VIP. Keesokan harinya, saat kedua penyidik tiba di ruang itu, sudah ada orang tua Marco dan seorang pengacara. Marco masih berbaring dengan kepala dibebat perban. Rambutnya yang panjang tidak nampak lagi. Perawat telah membabat habis rambut gondrong itu untuk memudahkan dokter saat menjahit kepalanya yang bocor. Marco membuka matanya saat mendengar suara mamanya yang lirih. "Ada polisi datang,
Polisi meminta izin untuk memeriksa kendaraan milik keluarga Ronald Sanjaya, tapi ada penolakan keras. “Anak saya sudah mati, kenapa masih difitnah sebagai pelaku tabrak lari?” Begitu tanggapan Ronald. “Bilang sama keluarganya si Marco, jangan karena Raymond sudah meninggal, lantas semua tuduhan bisa dilempar ke sini, karena orang mati tidak bisa membela diri! Saya tidak rela, anak saya yang sudah tiada, terus saja dikejar dengan berbagai tuduhan keji!” Polisi mengeluarkan bukti baru, yaitu kwitansi tanda terima pembayaran dari Raymond, untuk perbaikan mobil. Pada kwitansi itu, ada tanggal Raymond mengirimkan mobilnya untuk diketok bagian depannya yang penyok. Tanggal yang tercantum adalah dua hari setelah kejadian tabrak lari itu. Mobil itu selesai diperbaiki dan diambil lagi oleh Raymond, tiga hari kemudian dari tanggal masuknya. Ironisnya, kwitansi itu diperoleh polisi dari bengkel Black Falcon! Jadi… Raymond memperbaiki mobilnya di bengkel Black Falcon. Akhirnya polisi berhasi
Maryam keluar dari ruang sidang. Hari itu dia sudah dinyatakan lulus sebagai Sarjana Pendidikan. Perasaan tegang akibat barusan dicecar berbagai pertanyaan oleh tim penguji, masih menyelimutinya. Maryam duduk di teras, menenangkan diri. Sementara seorang lagi rekannya barusan masuk ke dalam ruang sidang. Hari itu memang ada puluhan mahasiswa FKIP dari berbagai jurusan yang skripsinya disidangkan. “Kalau ingat bagaimana Bapak dan Emak pontang-panting cari uang ke sana ke mari untuk biaya kuliahku di tahun pertama… rasanya aku nggak percaya, akhirnya aku jadi Sarjana dalam waktu 4 tahun.” Maryam mengusap matanya yang basah dengan ujung jilbab. Dia bahagia, bisa ikut diwisuda bulan depan, yaitu di awal Agustus. Apa rencana hidupnya setelah lulus kuliah? Tentu saja bekerja. Jika kelak dirinya mendapat pekerjaan yang sesuai pendidikannya, dengan gaji yang memadai pula, dia sangat bersyukur. Namun, Maryam berusaha realistis. Zaman sekarang lapangan kerja sulit didapat, saingan banyak, k
Tiba di dekat lapangan Gasibu, Marco memarkir motornya dalam deretan panjang motor berbagai jenis yang diparkir di depan Gedung Sate itu. Lapangan Gasibu menjadi tempat bersantai dan berolah raga di saat weekend. Di seberang lapangan itu, ada lahan yang dipakai untuk para pedagang kecil menggelar jualannya saat akhir pekan. Kebanyakan orang datang ke Gasibu untuk berburu kuliner, yaitu beraneka ragam sarapan pagi dan jajanan. Namun, area non kuliner pun diserbu pengunjung yang mencari busana, jaket, sepatu, tas, dan mainan anak, dengan harga cukup murah.Marco mengajak Maryam masuk ke area pedagang makanan. Situasi sangat ramai, Marco mulai merasa capek bolak-balik harus menengok ke belakang untuk memastikan Maryam masih mengikutinya. Kadang-kadang Maryam hilang dari pandangannya, terhalang orang-orang. Akhirnya Marco meraih tangan Maryam dan menggandengnya dengan erat. Maryam rada kaget, tapi tidak berupaya untuk melepaskan pegangan tangan Marco.Para pedagang makanan umumnya berjua
Maryam baru saja keluar dari masjid kampus, usai pengajian di hari Minggu berikutnya, saat melihat Marco sudah berdiri di halaman masjid sambil menatapnya. Mereka memang janjian lagi bertemu di kampus.“Kenapa sih, barusan kamu nggak masuk masjid saja? Sekali-sekali dong, ikut pengajian.” ujar Maryam.“Aku baru datang, sudah telat kalau mau ikut pengajian.” jawab Marco.“Ah, alasan.” gerutu Maryam sambil membenahi isi tasnya. “Memangnya di homebase mau ada acara apa lagi?”“Nggak ada acara apa-apa. Mayoritas anggota lagi ke Gunung Gede, mau ikut acara bersih gunung, di sana sudah banyak sampah.”“Kok, kamu nggak ikut?”“Jenuh.”“Jenuh naik gunung?” Maryam tersenyum, “Pendaki gunung seperti kamu, bisa jenuh naik gunung?”“Aku jenuh segala macam. Terutama sekali… aku jenuh hidup sendirian.”Selama bertahun-tahun, Marco memang lebih sering ditinggal oleh kedua orang tuanya. Papanya adalah pengusaha dan politikus, sering bepergian ke banyak tempat. Mamanya tentu saja sering mendampingi su
Sementara itu Maryam dan Marco berjalan bersama menuju homebase.“Marco, aku sebenarnya nggak terlalu doyan kambing guling.” ujar Maryam. “Dulu juga aku pernah makan kambing guling buatanmu, di homebase juga. Daging bagian luarnya gosong, sedangkan bagian dalamnya masih mentah, sisa-sisa darahnya masih mengucur lagi. Iiih, eneg banget. Aku nggak mau ah.”“Kalau nggak mau kambing guling, nanti aku bikinin sate.”Kambing itu dipanggang di halaman samping homebase. Di situ juga ada tungku, di atasnya ditaruh panci tempat merebus bahan-bahan untuk sambal. Setelah isi panci itu dianggap matang, lantas ditumbuk pakai ulekan, di dalam panci itu. Katanya bikin sambal seperti itu lebih praktis daripada pakai cobek. Sementara nasi dimasak pakai rice cooker. Nasi yang sudah matang dipindah ke baskom, karena rice cooker dipakai buat masak nasi lagi. "Sepertinya bakal banyak orang datang ke homebase, karena nasi yang dimasak cukup banyak." pikir Maryam.Para anggota pencinta alam menyapa Maryam.
Maryam tersenyum jahil saat menemukan wajah rekan yang pernah serumah dengannya. “Apa kabar Nuri? Kangen lho, sama pipi gembil kamu.” Maryam mencolek pipi Nuri, mantan rekan satu kos. Mereka bertemu di halaman masjid kampus hari Minggu pagi. Pengajian sudah usai, dan mereka ngobrol di teras masjid. “Kamu nggak pulang, Nur?”“Sudah Mbak, minggu kemarin. Kalau setiap weekend aku pulang ke rumah orang tua, anak-anak kos menyangka aku punya pacar yang bertetangga dengan orang tuaku.” Nuri nyengir.“Masih jadi wartawan kriminal, Nur?”“Masih. Sebentar lagi juga mau pergi cari berita.” Nuri adalah mahasiswi Fakultas Hukum yang lagi nyambi kerja jadi wartawan kriminal. Dia menulis berita kriminal di seputar Bandung untuk sebuah media online.“Ini hari Minggu, Nur. Masak kamu nggak libur? Wartawan ada liburnya juga, kan?”“Kejahatan itu tidak mengenal hari libur, Mbak. Di setiap saat, di setiap tempat, kejahatan mengintai. Bahkan di tempat yang menurut kita adalah paling aman di dunia, kada
Marco sudah selesai makan. Setelah membayar di kasir, Marco bilang ingin tahu tempat kos Maryam yang sekarang. Mereka berjalan kaki ke luar dari kompleks perumahan itu, lantas menyeberang jalan, dan masuk ke sebuah gang sempit. Sebuah wilayah pemukiman padat, dengan rumah-rumah petak yang saling bertemu atap. Berjalan sekitar 100 meter, tibalah mereka di depan sebuah rumah kos, tempat tinggal Maryam saat ini. Marco tampak tertegun melihat rumah kos yang tampak pengap dan kumuh, masih lebih bagus tempat kos Maryam saat kuliah.“Marco, sebentar lagi aku mau ke tempat bimbel, aku mengajar di bimbel untuk anak SD.” ujar Maryam.“Oya? Jadi kamu mengajar pagi dan sore? Sibuk sekali ya?”“Jadwalku mengajar di bimbel hanya dua kali seminggu.”“Ya sudah, aku mau ambil mobil di bengkel, mungkin sudah kelar.”Marco pergi dengan berjalan kaki menyusuri gang sempit. Beberapa orang penghuni kos telah melihat kedatangan Marco.“Hey Kak, itu cowoknya ya? Kok, nggak diajak masuk dulu, malah langsung p
Beberapa hari kemudian, saat Maryam berjalan ke luar dari kantornya untuk pulang, dia kembali melihat Marco. Mantannya itu sedang berdiri di pos satpam TK.“Sudah dijemput, Bu.” ujar Roni sambil senyum-senyum usil.“Lesu banget sih? Puasa ya?” tanya Marco.“Nggak, cuma hari ini panas sekali.”“Kalau begitu, kita minum es dulu di situ.” Marco menuding Rumah Makan Sari Rasa di seberang TK itu. “Makanan di situ enak nggak?”“Nggak tahu, aku nggak pernah makan di situ.” Maryam tidak melihat ada motor atau mobil yang diparkir dekat situ. “Kamu jalan kaki?”“Barusan aku mau ke rumahnya Valentina. Belum juga sampai, mobilku bermasalah, gembos ban. Kebetulan ada bengkel di pinggir jalan, sudah dekat ke kompleks perumahan ini. Kubawa saja mobil ke bengkel itu. Tapi antri. Aku lapar belum makan siang. Orang-orang bengkel bilang ada rumah makan di dekat TK. Aku pikir, siapa tahu kamu belum makan siang juga, jadi aku mampir ke sini.”“Aku sudah makan siang, waktu jam istirahat tadi.” jawab Maryam
“Untuk memperingati milad ke 10 TKIT Bunga Bangsa, kita akan mengadakan gathering, yaitu acara kumpul-kumpul antara para pengelola TKIT Bunga Bangsa, dengan murid dan orang tua.” ujar Fatimah, kepala sekolah TK, dalam rapat bersama guru dan pegawai lain.“Dalam acara gathering nanti, para orang tua dan guru bisa saling bertukar pikiran untuk kemajuan pendidikan di TKIT ini. Acaranya kita jadwalkan pada hari Sabtu pagi, supaya lebih banyak orang tua yang bisa hadir. Tapi saya ingin gathering ini tidak seperti rapat atau seminar. Saya ingin acaranya seperti pesta kebun, tapi ada diskusi.”“Berarti acaranya bukan di dalam kelas?”“Jadi gathering ini bukan di dalam ruangan, melainkan outdoor, mungkin di halaman depan dan samping sekolah ini. Pasti meriah. Kita juga bisa menjadwalkan agar anak-anak menari dan menyanyi di hadapan orang tua mereka. Di dinding-dinding luar kelas, kita pajang karya anak-anak, apakah itu gambar, origami, kerajinan dari tanah liat, atau apapun itu hasil karya mu
Marco hanya tersenyum simpul saat Maryam melirik sesaat ke arahnya.“Kami pulang dulu.” ucap Maryam pada Marco, daripada tidak pamitan sama sekali.Sementara itu, di dalam bus, tiga orang siswa bertengkar rebutan duduk di belakang sopir. Dua orang sudah berhasil duduk, dan tidak mau bergeser memberi tempat pada temannya, padahal jok itu cukup untuk duduk tiga orang anak kecil. Anak yang kalah rebutan bangku itu lantas tantrum, dia malah turun dari bus dengan cara mendorong orang-orang yang sedang naik. Maryam baru memijak tangga bus dengan satu kaki, tubuhnya tersenggol hingga hilang keseimbangan. Maryam terdorong ke luar bus, nyaris terjatuh, kalau tidak sigap ditangkap oleh sepasang lengan kekar.Setelah berhasil menyeimbangkan lagi posisi berdirinya, Maryam menoleh ke arah pria yang memeluk bahunya agar tidak terjatuh. Marco melepas pegangannya pada tubuh Maryam.“Maaf, tapi kamu hampir jatuh tadi ….”“Iya ….” Maryam tidak tahu harus menjawab apa, dia merasa malu, lantas dia seger
Udara pagi yang sejuk dan segar, di bawah kerindangan pepohonan di kawasan Soreang, Kabupaten Bandung. Puluhan anak dari TKIT Bunga Bangsa dengan ceria mengikuti Adventure Kids Camp. Beberapa guru dan pendamping dari TK itu ikut menemani murid-muridnya, mengawasi jika ada murid yang cedera. Walaupun sebetulnya sangat kecil kemungkinan anak-anak itu mengalami cedera saat mengikuti outbound, karena beberapa orang instruktur dari arena outbound itu mengawasi mereka dengan seksama.Acara outbound memang ada dalam jadwal TKIT Bunga Bangsa. Dua bulan sekali anak-anak dibawa ke arena outbound di beberapa lokasi, tentu saja yang masih berada dekat dengan Kota Bandung. Sebulan lalu pihak TKIT menerima brosur dari Adventure Kids Camp, berikut tawaran untuk datang ke camp itu, ada diskon yang cukup besar, karena camp itu baru dibuka. Kepala TKIT memutuskan untuk menerima tawaran itu. Ternyata arena camp baru itu cukup menyenangkan.Tidak ada paksaan jika pihak orang tua tidak mengizinkan anakny