Aku tersentak dan refleks menoleh ke arah pintu.Sesaat pintu dibuka, aku melihat Harry yang berdiri mematung di tempat. Harry terkejut melihatku, dia kelihatan agak gugup, dia tidak menyangka malah bertemu denganku di sini.Aku memegang 2 koper besar berisi barang-barangku dan Adele. Selain pakaian, aku juga mengemas beberapa barang berharga yang penting."Sayang, kamu sudah pulang?" Harry tersenyum lembut sambil menghampiri. "Sayang ...."Aku melangkah mundur, entah sejak kapan pria ini membuatku merasa asing. Kehadirannya bagaikan mimpi buruk yang menghantuiku.Aku jijik, takut, dan benci. Perasaanku terasa campur aduk.Awalnya Harry mengerutkan alis saat melihat sikapku, tetapi dia segera kembali tersenyum dan menatap dua koper besar yang kupegang. "Sayang, kamu mau ke mana?""Aku datang mengambil barang-barangku." Aku menarik kedua koper tersebut dan beranjak pergi.Akan tetapi, Harry malah menarik pergelangan tanganku. "Sayang, jangan pergi!"Aku terkejut dan buru-buru menepis ta
Jasmine murka melihat Harry yang memelukku. "Harry, apa yang kamu lakukan?"Harry langsung melepaskan pelukannya, dia ketakutan melihat Jasmine yang muncul dan memarahinya.Harry bersikap seolah sedang ketahuan berselingkuh. Aku tertawa melihat reaksinya, mereka berdua selalu membuatku jijik."Maya, kamu nggak punya rasa malu, ya? Beraninya menggoda Harry, sampai kapan kamu mau mengganggu kehidupan kami? Wanita murahan!" Jasmine memarahiku sambil berjalan masuk dan menatapku dengan tajam."Kamu merebut dan memindahkan harta kami, lalu menjebloskan ayahku ke penjara. Dasar, wanita licik! Bukannya kamu sudah punya pacar baru? Kenapa masih menggoda kakakku? Ada saja alasanmu untuk kembali menggoda Harry. Gatal, ya?""Jaga ucapanmu!" Aku tidak takut kepada wanita kejam ini. "Kamu takut pacarmu direbut? Sebaiknya kamu mengawasi kekasihmu ini. Kamu berhasil merebutnya dariku, siapa tahu di luar sana juga ada wanita lain yang sanggup merebutnya dari pelukanmu. Selingkuh adalah tabiat, nggak b
Walaupun membenci anggota Keluarga Sinjaya, aku masih bisa menoleransi Giana. Aku bisa memaafkan sikapnya yang dingin kepadaku. Manusia adalah makhluk egois, siapa yang tidak tergiur melihat keuntungan di depan mata?Giana memintaku pergi ke rumah Keluarga Sinjaya, tetapi aku menolaknya. Pengalaman tempo hari membuatku agak trauma. Aku menawarkannya untuk bertemu di sebuah kafe yang terletak di dekat rumah Keluarga Sinjaya.Hatiku agak luluh saat bertemu Giana. Aku bersikap ramah seperti sebelumnya. Sebenci-bencinya kepada Keluarga Sinjaya, aku tidak tega sampai melawan orang tua.Setelah beberapa hari tidak bertemu, Giana terlihat sangat lesu dan tidak bersemangat. Raut wajahnya pun tampak gelisah.Sebenarnya aku dapat memahami perasaan Giana. Aku memesan segelas susu hangat untuknya sambil menunggunya membuka pembicaraan.Giana mengangkat kepalanya dan bertanya dengan terbata-bata, "Adele .... Bagaimana keadaannya?"Giana bertanya sambil meneteskan air mata. Harus kuakui, Giana meman
Tindakan Giana membuatku kaget, aku merasa sikapnya tidak masuk akal.Teriakan Giana sontak menarik perhatian para pengunjung kafe. Sejumlah pasang mata pun tertuju ke arah kami.Aku bergegas memapah Giana untuk bangkit berdiri, tetapi dia malah melunjak. "Aku tidak mau berdiri sebelum kamu mengabulkan permintaanku!"Sikapnya membuatku merasakan sebuah gejolak kebencian yang sulit dijelaskan. Keluarga Sinjaya memang tidak tahu diri. Kalau dikasihani malah melunjak.Aku bangkit berdiri dan menjawab secara tegas, "Maaf, aku bukan kamu. Aku nggak mau melakukan kebodohan yang sama. Aku nggak punya kewajiban untuk terus memaafkan tabiat anakmu yang busuk. Pulanglah, nggak lama lagi anakmu akan memberikanmu menantu yang baru. Lagi pula Jasmine sedang mengandung cucumu, kamu mengakuinya, 'kan?""Maya, kamu nggak boleh seperti ini!" Giana buru-buru menarik tanganku, dia melayangkan sebuah tatapan yang kejam. "Kamu sudah bertahun-tahun menjadi menantu Keluarga Sinjaya. Kamu nggak boleh pergi be
Keesokan hari, aku tiba di kantor sesuai waktu yang telah disepakati. Akan tetap aku tidak melihat keberadaan Taufan, orang yang mengurus penandatangan kontrak adalah Pak Marvin.Pak Marvin menjabat tanganku sambil tersenyum ramah. "Semoga kerja sama kita berjalan lancar.""Senang bekerja sama dengan Anda. Kami akan berusaha untuk memberikan yang terbaik," jawabku sambil tersenyum.Tanda tangan kontrak berjalan lancar, ini adalah sebuah awal yang baik untuk perusahaan.Tanggung jawabku terasa besar dan perusahaan bergantung kepada Source Mind untuk memasok baja. Aku baru mengambil alih perusahaan, aku agak gugup mengambil tanggung jawab sebesar ini.Namun di sisi lain aku merasa bahagia. Setidaknya masa depan putriku terjamin.Berita ini menyebar dengan cepat, para pebisnis mencari tahu bagaimana aku memenangkan kontrak kerja sama tersebut.Setelah meninggalkan kantor, aku mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Taufan. Bagaimanapun dia telah membantuku dan putriku, aku harus berterima k
Begitu mengetahui Harry membawa kedua orang tuaku, aku pun marah dan sakit hati. Harry benar-benar tidak tahu malu, keterlaluan!Harry tersenyum dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. "Sayang, lihat siapa yang datang! Aku tahu kamu pasti merindukan Ayah dan Ibu, kemarin aku pergi menjemput mereka. Bagaimanapun kita baru pindah rumah, aku mau Ayah dan Ibu melihat rumah baru kita."Aku hanya bisa memaki Harry di dalam hati.Harry berbicara sambil menuntun kedua orang tuaku masuk ke dalam rumah. Orang tuaku mengamati rumah ini sambil tersenyum, mereka kelihatan bahagia. "Em, rumahnya bagus. Kalian sudah bekerja keras, tidak sia-sia."Adele yang keluar dari kamar pun bersorak antusias, "Nenek, Kakek!"Ketika Adele hendak berlari, dia sontak menghentikan langkahnya saat melihat Harry yang beranjak masuk sambil tersenyum. Meskipun awalnya ragu, Adele berjalan menghampiri orang tuaku dan memeluk mereka.Harry bersikap seperti seorang menantu yang baik, tampaknya dia tidak memberi tahu ora
Begitu melihat Harry masuk ke kamar, aku mengambil beberapa helai pakaian dan pindah ke kamar tamu.Harry mengadang jalanku sambil bertanya, "Sayang, kamu mau ke mana?""Minggir! Aku nggak bakal sungkan-sungkan!" kataku dengan suara teredam.Harry tersenyum, seakan meremehkan ancamanku. "Jangan pergi, dong. Kita sudah lama nggak bermesraan, kamu nggak takut ayahmu marah? Ingat, kondisi ayahmu belum stabil.""Kamu gila, ya?" Aku mengangkat tanganku dan hendak menamparnya.Namun Harry menahan pergelangan tanganku, lalu mendekatkan wajahnya sambil tersenyum bangga. "Baru beberapa hari nggak ketemu kamu makin galak saja. Tapi nggak apa-apa, aku suka."Aku mengangkat kakiku, tetapi dia berhasil menghalangi seranganku. "Aku nggak bodoh, aku nggak bakal jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya."Aku marah hingga tubuhku gemetar. "Harry, kamu benar-benar nggak tahu malu! Apa yang kamu inginkan?""Menurutmu? Jangan harap bisa mencampakkanku setelah kamu merebut semuanya. Nggak semudah itu,
Di saat Giana hendak menjawab, Jasmine bangkit berdiri dan pindah ke samping Giana. Jasmine merangkul lengan Giana sambil menjawab, "Ayahku pergi ke rumah pamanku. Jadi aku dan ibuku datang untuk menemani kalian. Kami akan tinggal di sini. Makin ramai, makin seru."Aku tersentak mendengarnya, mereka mau menemani orang tuaku? Mereka mau tinggal di sini?Jasmine melirikku sambil tersenyum penuh kemenangan. "Kak Maya juga jarang ke rumah kami, jarang-jarang ada kesempatan seperti ini."Ekspresiku terlihat datar, tetapi sesungguhnya hatiku terasa sakit. Aku membalas tatapan Jasmine dan menjawabnya, "Nggak perlu, pulanglah ke rumahmu sendiri."Ayahku terkejut mendengar jawabanku, dia pun menatapku tanpa bergeming. Ibuku juga agak canggung setelah mendengar jawabanku, dia bergegas mengalihkan topik pembicaraan. "Jasmine, kamu makin cantik. Sudah punya pacar?""Kami sudah pacaran bertahun-tahun, sebentar lagi mau nikah," jawab Jasmine tanpa merasa bersalah.Rasanya aku ingin merobek mulut Jas