Wajahku terasa perih sesaat tamparan itu mendarat. Sudut bibirku sampai meneteskan darah.Adele menangis tersedu-sedu sambil memeluk kakiku.Aku menegakkan tubuh sambil memegang pipi dan menatap tajam Harry. "Akhirnya kamu menunjukkan tabiat aslimu!"Pupil Harry tampak menyusut, dia kelihatan agak panik. Namun di saat bersamaan, Jasmine berjalan ke dapanku dan berkata, "Maya, kalau tahu diri, serahkan semua harta yang dipindahkan atas namamu. Kalau nggak, hidupmu bakal lebih sengsara daripada sekarang.""Jangan mimpi!" Aku mengumpulkan seluruh tenaga yang tersisa untuk menghadapi wanita jalang ini. "Aku sudah cukup baik kepada kalian. Harry, kamu ingat baik-baik tamparan ini, aku akan membalasnya ribuan kali lipat."Ketika aku hendak menggendong Adele, Jasmine malah menjambak rambutku dan menyeretku.Melihat tindakan Jasmine, Adele langsung melepaskan kakiku dan berusaha mendorong Jasmine. Orang jahat, orang jahat ...."Harry berteriak melihat pertengkaranku dan Jasmine, "Lepaskan!"Di
Aku menatap dokter sampai lupa untuk bernapas. Fanny mencengkeram erat tanganku, tetapi aku tidak bisa merasakan apa-apa, aku sudah mati rasa.Dokter menjelaskan, "Organ vital pasien sudah kembali normal, hanya saja kepalanya mengalami pendarahan dan terjadi kerusakan pada jaringan lunak wajah. Pasien masih harus diobservasi selama 24 jam ke depan, kami tidak bisa memastikan kapan pasien sadar, bisa jadi sadar, bisa jadi ...."Aku pingsan mendengarnya.Ketika aku sadarkan diri, Harry, Giana, dan Fanny berada di ruanganku. Aku juga melihat James yang entah kapan datang.Aku bangkit dari tempat tidur dan bertanya kepada Fanny, "Di mana Adele? Mana putriku?""Adele masih berada di ruang perawatan intensif. Jaga emosimu, tenang." Fanny menahanku.Aku memaksa turun dari tempat tidur, tetapi Fanny berusaha mencegatku. Aku tidak dapat membendung emosiku. "Lepaskan aku! Aku mau menemani putriku, dia masih kecil, dia pasti ketakutan. Dia paling takut ke rumah sakit.""Sayang ....""Pergi, pergi
Melalui jendela kaca, aku melihat beberapa orang dokter yang sedang memeriksa putriku. Seorang dokter tampak menjelaskan hasil CT-Scan kepada dokter yang lainnya. Dokter yang lain mengangguk, lalu kembali memeriksa putriku.Aku mengamati para dokter yang menangani putriku. Pemeriksaan berlangsung selama 1 jam.Setelah dokter itu keluar, dia berbicara kepada Taufan, "Pak Taufan, aku melihat tidak ada luka pada saraf dan tengkorak kepala pasien, seharusnya sebentar lagi pasien siuman. Hanya saja pasien mengalami gegar otak yang lumayan serius, kerusakan jaringan luka, dan pendarahan di bawah kulit. Aku akan melakukan pemeriksaan lanjutan setelah pasien sadar."Harry berterima kepada Taufan yang telah membantu kami untuk mencarikan dokter profesional.Putriku pingsan selama 28 jam. Akhirnya aku lega setelah putriku sadarkan diri.Setelah Adele sadar, dokter melakukan pemeriksaan komprehensif untuk memastikan keadaannya. Adele patuh menjalani semua pemeriksaan yang dilakukan, hanya saja di
Aku tersentak dan refleks menoleh ke arah pintu.Sesaat pintu dibuka, aku melihat Harry yang berdiri mematung di tempat. Harry terkejut melihatku, dia kelihatan agak gugup, dia tidak menyangka malah bertemu denganku di sini.Aku memegang 2 koper besar berisi barang-barangku dan Adele. Selain pakaian, aku juga mengemas beberapa barang berharga yang penting."Sayang, kamu sudah pulang?" Harry tersenyum lembut sambil menghampiri. "Sayang ...."Aku melangkah mundur, entah sejak kapan pria ini membuatku merasa asing. Kehadirannya bagaikan mimpi buruk yang menghantuiku.Aku jijik, takut, dan benci. Perasaanku terasa campur aduk.Awalnya Harry mengerutkan alis saat melihat sikapku, tetapi dia segera kembali tersenyum dan menatap dua koper besar yang kupegang. "Sayang, kamu mau ke mana?""Aku datang mengambil barang-barangku." Aku menarik kedua koper tersebut dan beranjak pergi.Akan tetapi, Harry malah menarik pergelangan tanganku. "Sayang, jangan pergi!"Aku terkejut dan buru-buru menepis ta
Jasmine murka melihat Harry yang memelukku. "Harry, apa yang kamu lakukan?"Harry langsung melepaskan pelukannya, dia ketakutan melihat Jasmine yang muncul dan memarahinya.Harry bersikap seolah sedang ketahuan berselingkuh. Aku tertawa melihat reaksinya, mereka berdua selalu membuatku jijik."Maya, kamu nggak punya rasa malu, ya? Beraninya menggoda Harry, sampai kapan kamu mau mengganggu kehidupan kami? Wanita murahan!" Jasmine memarahiku sambil berjalan masuk dan menatapku dengan tajam."Kamu merebut dan memindahkan harta kami, lalu menjebloskan ayahku ke penjara. Dasar, wanita licik! Bukannya kamu sudah punya pacar baru? Kenapa masih menggoda kakakku? Ada saja alasanmu untuk kembali menggoda Harry. Gatal, ya?""Jaga ucapanmu!" Aku tidak takut kepada wanita kejam ini. "Kamu takut pacarmu direbut? Sebaiknya kamu mengawasi kekasihmu ini. Kamu berhasil merebutnya dariku, siapa tahu di luar sana juga ada wanita lain yang sanggup merebutnya dari pelukanmu. Selingkuh adalah tabiat, nggak b
Walaupun membenci anggota Keluarga Sinjaya, aku masih bisa menoleransi Giana. Aku bisa memaafkan sikapnya yang dingin kepadaku. Manusia adalah makhluk egois, siapa yang tidak tergiur melihat keuntungan di depan mata?Giana memintaku pergi ke rumah Keluarga Sinjaya, tetapi aku menolaknya. Pengalaman tempo hari membuatku agak trauma. Aku menawarkannya untuk bertemu di sebuah kafe yang terletak di dekat rumah Keluarga Sinjaya.Hatiku agak luluh saat bertemu Giana. Aku bersikap ramah seperti sebelumnya. Sebenci-bencinya kepada Keluarga Sinjaya, aku tidak tega sampai melawan orang tua.Setelah beberapa hari tidak bertemu, Giana terlihat sangat lesu dan tidak bersemangat. Raut wajahnya pun tampak gelisah.Sebenarnya aku dapat memahami perasaan Giana. Aku memesan segelas susu hangat untuknya sambil menunggunya membuka pembicaraan.Giana mengangkat kepalanya dan bertanya dengan terbata-bata, "Adele .... Bagaimana keadaannya?"Giana bertanya sambil meneteskan air mata. Harus kuakui, Giana meman
Tindakan Giana membuatku kaget, aku merasa sikapnya tidak masuk akal.Teriakan Giana sontak menarik perhatian para pengunjung kafe. Sejumlah pasang mata pun tertuju ke arah kami.Aku bergegas memapah Giana untuk bangkit berdiri, tetapi dia malah melunjak. "Aku tidak mau berdiri sebelum kamu mengabulkan permintaanku!"Sikapnya membuatku merasakan sebuah gejolak kebencian yang sulit dijelaskan. Keluarga Sinjaya memang tidak tahu diri. Kalau dikasihani malah melunjak.Aku bangkit berdiri dan menjawab secara tegas, "Maaf, aku bukan kamu. Aku nggak mau melakukan kebodohan yang sama. Aku nggak punya kewajiban untuk terus memaafkan tabiat anakmu yang busuk. Pulanglah, nggak lama lagi anakmu akan memberikanmu menantu yang baru. Lagi pula Jasmine sedang mengandung cucumu, kamu mengakuinya, 'kan?""Maya, kamu nggak boleh seperti ini!" Giana buru-buru menarik tanganku, dia melayangkan sebuah tatapan yang kejam. "Kamu sudah bertahun-tahun menjadi menantu Keluarga Sinjaya. Kamu nggak boleh pergi be
Keesokan hari, aku tiba di kantor sesuai waktu yang telah disepakati. Akan tetap aku tidak melihat keberadaan Taufan, orang yang mengurus penandatangan kontrak adalah Pak Marvin.Pak Marvin menjabat tanganku sambil tersenyum ramah. "Semoga kerja sama kita berjalan lancar.""Senang bekerja sama dengan Anda. Kami akan berusaha untuk memberikan yang terbaik," jawabku sambil tersenyum.Tanda tangan kontrak berjalan lancar, ini adalah sebuah awal yang baik untuk perusahaan.Tanggung jawabku terasa besar dan perusahaan bergantung kepada Source Mind untuk memasok baja. Aku baru mengambil alih perusahaan, aku agak gugup mengambil tanggung jawab sebesar ini.Namun di sisi lain aku merasa bahagia. Setidaknya masa depan putriku terjamin.Berita ini menyebar dengan cepat, para pebisnis mencari tahu bagaimana aku memenangkan kontrak kerja sama tersebut.Setelah meninggalkan kantor, aku mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Taufan. Bagaimanapun dia telah membantuku dan putriku, aku harus berterima k
Aku menenangkan diri untuk sesaat. Kemudian, aku menyalakan mobil dan perlahan-lahan meninggalkan jalan kecil itu. Dari persimpangan di depan, aku kembali ke jalan utama. Pada saat ini, kemacetan sudah agak mendingan. Aku langsung bergegas pulang ke rumah.Ibuku langsung merasa lega begitu melihatku sudah sampai di rumah. Dia buru-buru mulai memasak makanan. Jarang sekali aku bisa makan bersama mereka di rumah seperti ini.Begitu mendengar jika aku ingin makan di rumah, kedua orang tuaku langsung menunggu kepulanganku. Ibuku mengatakan, makanan yang paling enak adalah makanan yang baru dimasak.Setelah makan malam, aku menelepon Fanny dan bertanya apakah dia sedang ada di rumah. Fanny mengatakan jika dirinya baru saja sampai di rumah. Oleh karena itu, aku mengajak Adele jalan-jalan dan pergi menemui Fanny.Sudah beberapa hari aku tidak bertemu dengan Fanny. Begitu melihatku, Fanny langsung menanyakan tentang Taufan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanpa daya.Fanny mengatakan, akhi
Entah kenapa, pada saat itu, punggungku terasa dingin dan merinding. Aku merasa ngeri saat memikirkannya. Bayangkan saja, manusia yang masih hidup dan baik-baik saja ditabrak mobil hingga tewas saat dalam perjalanan menemui diriku. Mungkinkah semua ini hanya kebetulan belaka?Selain itu, dia hanya ingin menyampaikan informasi mengenai Taufan kepadaku. Hanya sebuah informasi. Akan tetapi, apakah semua itu harus ditebus dengan mengorbankan nyawanya? Bagaimana mungkin orang yang begitu lembut itu sekarang dibilang sudah meninggal …Semua ini makin membuatku mengerti jika situasinya tidaklah sesederhana itu.Melihat Danny yang buru-buru pergi, makin aku memikirkannya, makin aku merasa jika ada yang tidak beres. Kenapa polisi tidak menanyakan apa pun mengenai Taufan kepadaku? Bukankah itu adalah pertanyaan yang paling penting? Apakah mungkin bagi mereka untuk mengabaikan pertanyaan sepenting itu?Selain itu, jika sudah dipastikan bahwa sopir mobil karavan kecil itu mabuk dan Bastian meningg
Yang datang ke kantorku adalah dua petugas berseragam polisi.Hal ini membuatku agak terkejut dan bingung. Apa yang menyebabkan polisi mendatangiku di kantor?Aku mempersilakan mereka untuk duduk dan menatap mereka. Salah satu dari mereka bertanya kepadaku dengan sangat serius, “Bolehkah aku bertanya padamu? Apa kamu kenal Bastian Luzman?”“Siapa?” Aku agak bingung dan langsung menyangkalnya. “Aku nggak kenal.”Petugas polisi itu langsung menatapku dengan tajam. Jelas, dia tidak percaya dengan jawabanku. Kemudian, dia melirik rekannya dan berkata, “Mana fotonya?”Polisi satunya buru-buru mengeluarkan foto dari tas kerja yang dipegangnya dan menyerahkannya kepadaku. “Perhatikan baik-baik orang yang ada di foto ini.”Aku menerima foto tersebut dengan kedua tanganku dan melihat orang yang ada di foto itu. Dia adalah seorang pria. Wajahnya terlihat cukup tampan. Sepertinya dia adalah seorang mahasiswa yang masih berusia sekitar 20 tahun.Aku menggelengkan kepalaku dan berkata dengan tegas,
Orang yang meneleponku itu adalah seorang pria asing. Dia memintaku untuk menemuinya seorang diri. Pria itu mengatakan bahwa dia punya informasi mengenai Taufan.Aku menanyakan siapa dirinya. Namun, pria itu langsung menutup teleponnya. Akan tetapi, dia mengirimkan pesan kepadaku, berupa sebuah alamat. Sepertinya, alamat tersebut merupakan lokasi di mana kami akan bertemu nanti.Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengambil tasku dan turun ke bawah.Setelah mengatur navigasi, aku langsung menuju ke tempat yang dia sebutkan sebelumnya. Hatiku merasa cemas. Dalam beberapa hari terakhir, inilah pertama kalinya aku mendengar ada seseorang yang memberitahuku bahwa dia memiliki informasi mengenai Taufan.Aku bahkan tidak memikirkan apakah informasinya itu benar atau salah. Sekalipun salah, aku tetap ingin mendengar apa yang ingin dia katakan. Setidaknya, itu lebih baik daripada aku tidak tahu apa-apa.Dalam beberapa hari terakhir, kecelakaan mobil yang menimpa Taufan seakan-akan tidak perna
Hatiku langsung berdebar kencang saat melihat nama yang muncul di layar ponselku adalah nama Luna.“Luna, kalau kamu mau bicara omong kosong, sebaiknya hentikan saja. Aku sedang malas berurusan denganmu.” Aku mengangkat telepon dan langsung berkata kepada Luna. “Informasi mengenai Taufan, kalian mau mengatakannya atau nggak, aku pasti akan tetap mengetahuinya.”“Hahaha … Kak Maya, kayaknya kamu benar-benar cemas.” Luna terlihat aneh saat mengetahui kecemasanku. Sikapnya begitu menyenangkan. “Kayaknya Kakak marah besar.”“Kayaknya kamu lagi nggak ada kerjaan ya?” Setelah berkata seperti itu, aku langsung menutup teleponnya. Aku tahu betul. Makin aku memedulikannya, Luna akan makin menjadi-jadi.Benar saja. Ponsel di tanganku kembali berdering. Aku menahan diri dan baru mengangkatnya setelah berdering beberapa kali. “Jangan menguji kesabaranku.”“Hahaha … Kak Maya, aku cuma ingin memberitahumu kalau dia baik-baik saja. Sungguh.” Nada bicara Luna menyiratkan jika dia bersukacita atas musi
Bagai membuka pintu misterius, aku buru-buru melangkahkan kakiku dan masuk ke dalam. Aku memeriksa setiap ruangan yang ada, tetapi tidak ada seorang pun di sana.Sampai-sampai seorang perawat membentakku dengan tegas, “Apa yang kamu lakukan? Ini ruang steril. Bagaimana kalian bisa masuk ke sini? Cepat keluar!”Aku mencengkeramnya dengan satu tanganku. “Kalau begitu, katakan padaku. Di mana orang yang barusan kalian selamatkan? Bagaimana keadaannya?”“Cepat keluar! Orang yang diselamatkan apa? Banyak yang kami selamatkan.” Perawat itu berusaha melepaskan diri dari cengkeramanku dan mendorong kami keluar. “Cepat keluar!”“Pak Taufan. Pak Taufan yang barusan kalian selamatkan. Bagaimana keadaannya?” Aku masih belum mau menyerah.Perawat itu terlihat marah dan langsung mendorongku keluar. “Aku nggak tahu.”Kemudian, pintu dibanting dengan keras sampai berbunyi ‘brak’ dan terdengar suara kunci pintu yang diputar dari dalam.Aku bersandar di dinding dengan putus asa dan agak hilang akal. Aku
Tatapanku menjadi tegang. Jantungku kembali berdegap kencang. Aku mengulurkan tanganku dan mendorong Luna yang menghalangi di depanku. Luna terhuyung-huyung dan hampir jatuh tersungkur beberapa langkah ke samping. Aku tidak peduli. Aku buru-buru berlari menuju koridor. Namun, para pengawal berpakaian hitam itu tetap saja menghalangiku.Aku melihat dokter sedang menjelaskan sesuatu kepada Cynthia di depan pintu. Akan tetapi, aku sama sekali tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.Tidak sampai dua menit, dokter itu sudah berbalik dan kembali masuk ke ruang gawat darurat. Yang bisa kulihat hanyalah sarung tangan yang dikenakannya berlumuran darah yang mengerikan.Mataku tertuju pada Cynthia. Aku melihat Cynthia masih berdiri di tempatnya dengan tatapan kosong. Ekspresinya sangat aneh. Aku tidak tahu apakah yang disampaikan dokter tadi adalah kabar baik ataukah kabar buruk.Cynthia tertegun untuk waktu yang lama, sebelum akhirnya mengatakan sesuatu kepada Fara yang ada di belakangn
Telepon berdering untuk waktu yang lama sebelum akhirnya Danny mengangkatnya. Aku berkata kepada Danny dengan suara bergetar, “Danny … kamu di mana? Tolong selidiki …. Sesuatu terjadi pada Taufan …. Dia mengalami kecelakaan mobil di jalan tol menuju bandara …”“Jangan khawatir, Kak Maya. Aku sudah langsung menyelidikinya begitu mendapat kabar.” Mungkin, karena mendengar suaraku yang tidak jelas, Danny pun menghiburku. “Kakak ada di mana?”“Aku di rumah sakit.” Aku menarik napas dalam-dalam. “Ceritakan hasil penyelidikanmu padaku.”“Itu pasti. Jaga diri Kakak baik-baik. Apa Kak Maya ingin aku menyuruh Shea untuk menemani Kakak di rumah sakit?” tanya Danny kepadaku. Mungkin saja dia merasa jika suasana hatiku sedang tidak baik.“Aku nggak apa-apa,” jawabku cepat-cepat. Kemudian, aku bertanya kepada Danny, “Apa kamu tahu bagaimana kondisi cedera yang dialami Taufan?”Di ujung telepon, Danny terdiam selama beberapa saat. Kemudian, dia berkata, “Menurut para saksi mata … lukanya sangat para
Wajah Cynthia tampak begitu muram dan menakutkan. Dia duduk jauh di sana sambil menegakkan punggungnya. Matanya menyiratkan aura ganas, yang sama sekali tidak terdapat kehangatan di dalamnya. Mata Cynthia itu membuatku tanpa sadar teringat pada posisi seekor ular sebelum melancarkan serangan pada musuhnya.Kejam, ganas, dan menakutkan.Aku menenangkan diri sebentar. Sebenarnya, saat melihat Cynthia, aku sudah yakin jika orang di dalam ruangan itu pastilah Taufan. Rasa takut yang belum pernah kurasakan sebelumnya memenuhi dadaku. Aku kembali menatap pintu ruang gawat darurat yang tertutup rapat dan berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa.“Kenapa? Apa kamu mau membuat keributan dengan datang kemari?” Nada bicara Cynthia begitu dingin. Matanya yang bagaikan elang terus saja menatap wajahku.Aku menarik napas dalam-dalam, menggertakkan gigiku, dan berjalan menghampirinya. Seketika itu juga, aku bisa merasakan apa yang dirasakan orang yang ada dalam ruangan itu. Hal tersebut langsung