183. POV IKA (Ruri pinjam uang) (Bagian B)"Tapi cepat ya, Kak. Aku mau segera punya usaha, punya grosir besar di desa. Biar nggak ada lagi orang yang menghina kami!" ujar Ruri lagi sambil merengek manja.Aku menatapnya sambil tersenyum dan mengangguk, impiannya begitu sederhana. Agar tidak ada lagi yang menghina mereka! Agar mulut orang-orang di desa bungkam.Aku tahu, banyak orang yang menjengkali Mama dan Ruri karena kami dulu memang keluarga yang biasa-biasa saja.Bisa dibilang semenjak aku menikah dengan bang usman, kehidupan kami menjadi lebih baik dari hari kehari.Bang Usman bukan tipe menantu yang perhitungan pada keluarga istrinya, dia cukup rendah hati dan juga baik.Dia tidak segan memberikan bantuan untuk membangun rumah Mama dan juga membelikan sepetak kebun sawit, agar hasilnya bisa digunakan Mama untuk kebutuhan sehari-hari.Cukup? Jelas cukup, bahkan berlebih jika untuk Mama sendiri, tapi semenjak ada Amar dan Ruri, Mama sering kekurangan dan memintaku untuk mengirim
184. POV IKA (Ruri pinjam uang) (Bagian C)"Barusan, Kakak cuma nganter lauk buat kalian makan siang. Soalnya Ibu masak rendang jengkol," kata Ambar sambil mengangsurkan satu buah rantang alumunium, yang langsung diterima Ellen dengan sumringah.Cih, lebay sekali!"Ada oseng cumi, dan juga sambal hati ampela," kata Ambar lagi. "Kamu sudah makan?" tanyanya ke arah Ellen.Adik iparku itu menggeleng pelan, dan Ambar mendelik dramatis. Lucu sekali, padahal dulu mereka itu bermusuhan. Tapi sekarang malah sebegitu dekatnya seperti perangko! Cih!Melebihi kekompakan aku dan juga Ellena, karena memang akhir-akhir ini aku berusaha menjauhi Ellen. Aku tidak nyaman lagi berpura-pura di depannya.Aku menjadi pribadi yang cuek dan juga pendiam, tentunya di belakang Bang Usman. "Kenapa belum makan?" tanya Ambar lagi pada Ellen."Nggak apa-apa, Kak. Aku memang belum selera saja," kataku menyahuti.Galuh berdiri dan memberikan kursinya untuk di tempati oleh Ambar, setelah Bang Usman yang langsung me
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas185. BATAS KESABARAN USMAN (Bagian A)POV IKAAku sontak menatap Ellena dan juga Bang Usman dengan pandangan yang sangat marah, jujur saja aku kecewa saat mendengar ucapan yang baru saja Nuri lontarkan. Bagaimana bisa Ibu dan Bapak melakukan hal ini? Bukankah Bang Usman seharusnya yang lebih berhak? Bang Usman adalah anak laki-laki satu-satunya, dan juga anak suluk keluarga ini.Dan mereka lebih memilih Ellena? Hah, yang benar saja!Aku melirik ke arah Ellen dengan sinis, biar dia sadar kalau aku tidak menyukai kabar yang baru saja kudengar ini. Saat menatap Bang Usman aku langsung menuntut jawaban padanya."Kok bisa sih, Bang?" tanyaku dengan nada menuntut pada Bang Usman.Suamiku itu kemudian malah mengernyit heran, keningnya melipat dalam dengan ekspresi yang sangat aku benci, mungkin dia heran dengan tingkahku.Aku sendiri jelas tengah memendam kekesalan yang amat besar saat ini, dan dia malah santai-santai saja. Sialan! Tidak bisakah dia p
186. BATAS KESABARAN USMAN (Bagian B)"Kenapa kalian begini, sih?" ujarnya pelan. "Masih empat hari! Empat hari yang lalu Mbak Mai dan juga Mas Rahman di kuburkan, dan saat ini kalian sudah ribut masalah warisan? Sadar! Itu bukan ranah kalian!" katanya lagi.Halah, air mata buaya. Padahal Bulek Rosma iu juga pasti merasa kecewa karena tidak mendapatkan hak waris dari Bapak."Halah, Ros ….""CUKUP!"Ucapan yang hampir dikeluarkan oleh Wak Nurma, dipotong Ellen dengan lantang. Dia menatap kami semua dengan nafas yang memburu, dia terlihat amat berusaha menahan amarahnya.Dadanya naik turun dan kemudian, "Cukup!" Dia mendesis.Terlihat amat berbahaya juga mengancam, namun aku sama sekali tidak takut dengannya. Aku adalah istri Abangnya, yang seharusnya mendapatkan lebih banyak ketimbang dia."Kenapa kalian meributkan harta orang, hah?!" tanyanya pelan namun tajam.Orang-orang di sini semua terdiam, Ellena terlihat sangat marah dan juga kecewa. Sudah lama aku tidak melihat amarahnya.Juju
187. BATAS KESABARAN USMAN (Bagian C)Kami semua terdiam dengan pikiran masing-masing, namun tidak lama kemudian aku langsung bergegas pergi karena mendengar ucapan Bang Diky."Hati-hati, Ka. Kakaknya Galuh itu kan, mau bercerai, bisa saja Usman kecantol!"Sialan, sialan! Ambar sialan!Dan setelah aku sibuk mencari keberadaan mereka, aku bisa menemukan mereka tengah enak-enakan menikmati makanan yang tadi di bawa oleh Ambar.Amarahku membumbung tinggi dan berjalan cepat ke arah mereka."Enak ya, makan di sini. Nggak mikirin anak dan istri yang belum makan!" Aku berdiri di bibir pintu dan menatap Bang Usman dengan pandangan tajam, namun suamiku itu dengan cueknya tetap makan dengan lahap.Sialan, dia tidak memperdulikan keberadaanku."Oh, Aksa udah aku suapin tadi, Kak," kata Ellen sambil tersenyum kecil.Cih, sok baik. Aku tidak menyahuti ucapannya dan malah mendengus juga membuang muka. Malas sekali aku melihatnya, najis"Kakak mau makan juga?" Ambar bertanya padaku.Dia mengangsurk
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas188. JATUH TALAK UNTUK IKA (Bagian A)POV ELLENAKak Ika terdiam setelah Bang Usman mengucapkan kata 'cerai' untuknya, wajahnya terlihat linglung dan juga bingung.Dia menatap Bang Usman dengan pandangan gamang, bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun tak ada satu patah kata pun yang keluar."A—abang bercanda, kan?" tanyanya pelan.Nyaris berbisik, hampir tak terdengar oleh kami. Namun suasana yang hening dan juga dingin, membuat telinga kami semua mampu mendengar bisikannya dengan jelas."Tidak! Aku serius!" ujar Bang Usman dengan tegas. "Pulanglah, tenangkan dirimu bersama keluaragamu!" katanya lagi sambil memalingkan wajah.Nada bicara Bang Usman terdengar bergetar, saat mengucapkan kata 'keluargamu', karena memang sampai sekarang keluarga Kak Ika sama sekali belum ada yang datang ke sini.Mereka sepertinya tidak berniat untuk mengucapkan bela sungkawa, dan menghibur kami yang baru saja di tinggalkan oleh kedua orang tua k
189. JATUH TALAK UNTUK IKA (Bagian B)Aku dan yang lainnya menggeleng kecil, merasa tak percaya dengan semua lontaran tuduhan yang Kak Ika ucapkan.Bagaimana bisa dia menuduh hal sekeji itu pada kami? Khususnya pada Bang Usman dan juga Kak Ambar, bukankah dia yang seperti itu?Kenapa maling malah teriak maling? Toh dia yang berselingkuh, kenapa malah menuduh Bang Usman? Dia playing victim dan malah berlagak menjadi seorang korban."Astaghfirullahaladzim, Kak," kataku pelan. "Kenapa Kakak malah menuduh Bang Usman yang berselingkuh padahal ….""DEK!" Ucapanku terhenti karena pekikan Bang Usman, dia menggeleng pelan dan aku sadar kalau aku baru saja hampir mengucapkan sesuatu yang bukan ranahku.Hal ini, mengenai perselingkuhan Kak Ika, hanya Bang Usman yang berhak mengatakannya. Dan Bang Usman bertekad tidak akan mengungkapkan pada siapapun, kalau Kak Ika berselingkuh.Jika mereka bercerai pun, biarlah orang tahu kalau mereka bercerai karena sudah tidak ada kecocokan lagi di dalam ruma
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas190. MALING TERIAK MALING (Bagian A)Kak Ika dan juga Ibunya masih memaki Bang usman dengan segala bentuk makian dan juga kata-kata kotor, yang jujur saja baru aku dengar.Karena memang seumur hidup aku tidak pernah mendengar orang memaki sebegini beringasnya seperti saat ini, Kak Ika menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Bu Marni.Ruri mengusap punggungnya dengan lembut, dan aku hanya bisa menghela nafas berat saat melihat drama yang ditampilkan oleh orang-orang di depan sana.Maaf, bukan drama sepertinya. Karena Bu Marni dan juga Ruri memang belum mengetahui alasan Bang Usman menceraikan Kak Ika, mereka hanya tahu kalau Abangku ini tengah marah besar juga khilaf sehingga menjatuhkan talak.."Usman, tega sekali kau menceraikan Ika. Apa kurangnya dia? Hah?" tanya Bu Marni sambil terisak perih.Di sudut hatiku yang paling dalam, aku kasihan padanya. Dia begitu membela harkat dan martabat anak perempuannya, namun dia tidak mengetahui kalau anak y
235. (ENDING) CUPLIKAN SEASON 2 (Bagian B)“Bang Usman?”Usman menghentikan langkahnya seketika, panggilan yang baru saja di dengarnya berhasil menarik atensinya agar berhenti sebentar dari kegiatannya.“Ya?” tanyanya sopan.Usman belum pernah melihat wanita ini, cantik, muda, dan juga terlihat sangat lembut. Dan wanita ini juga terlihat cukup ramah, entah kenapa Usman seperti pernah melihatnya.“Apa Ellena ada di rumah?” tanyanya pelan.“Ellena?” Usman mengulang pertanyaan wanita itu.Dia mengernyit heran dan kemudian langsung menatap wanita itu dari atas ke bawah dengan pandangan menyelidik, berusaha kembali mengingat siapa sebenarnya wanita ini.Namun nihil, Usman sama sekali tidak mendapatkan secuil pun ingatan tentangnya.“Maaf, anda siapa?” tanya Usman ingin tahu.“Oh, maaf, saya lupa memperkenalkan diri. Saya Veya, saya adalah suster yang akan menjaga Ellena!” katanya tegas. “Apa Ellena di rumah?” tanyanya lagi.Suster? Apakah wanita ini adalah suster yang dikatakan Indra? Sust
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas234. (ENDING) CUPLIKAN SEASON 2 (Bagian A)POV ELLENA Aku sudah banyak berpikir, dan memikirkan hal ini berulang-ulang kali. Dan aku sudah memutuskan kalau berpisah dengan Bnag Galuh adalah keputusan yang tepat.Dia adalah penerus keluarga Dirga, dan jika kami kekeh untuk bersama maka kemungkinan besarnya adalah darah keluarga Dirga akan terputus hanya di Bang Galuh saja.Aku tidak bisa memberinya keturunan, dan mungkin lebih baik kalau dia menikah dengan orang lain dan hidup bahagia bersama keluarga kecilnya.Taraf paling tinggi dalam mencintai adalah ikhlas, dan aku akan mencoba mengikhlaskan Bang Galuh dan berusaha melepaskannya dengan dada yang lapang.Mencintainya, bukan berarti mengikatnya dengan duri yang terlilit hingga mengeluarkan darah. Definisi cinta bagiku adalah, membiarkan dia menemukan kebahagiaannya yang lain.Jika aku bukanlah pelabuhan terakhirnya, maka aku akan membantu angin agar meniup layarnya hingga menemukan pelabuhan y
233. BERCERAI (Bagian B)“Besok di cek aja, Dek. Takutnya ada yang kurang atau ada yang harus dibeli,” ujar Bang Usman memberi saran. “Oke,” sahutku cepat.“Rumah kalian gimana?” tanya Bang Usman tiba-tiba.Aku dan Bang Galuh terdiam, kami memang belum ada pembahasan tentang ini. Aku sebenarnya juga bingung, jujur saja aku berat meninggalkan rumah lamaku, tapi aku juga berat meninggalkan rumah ini kosong.Bukan karena rumah ini lebih nyaman ataupun lebih besar dan mewah, yang membuat aku berat meninggalkannya adalah memori Bapak dan Ibu yang ada di sini. Jika aku di rumah ini, setidaknya aku bisa selalu mengenang mereka.“Aku sih, ikut Ellen saja, Bang,” ujar Bnag Galuh bijak. “Di mana dia bisa merasa nyaman dan aman, maka di situ kami akan tinggal,” katanya lagi sambil tersenyum.“Nah, Dek … kamu mau di mana?” kata Bang Usman sambil menghadap ke arahku. “Kalau di sini, rumah kalian di kontrakkan saja, daripada rusak,” lanjutnya memberi usul.Aku terdiam dan menimbang, bagaimanapun j
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas232. BERCERAI (Bagian A)Setelah perdebatan yang cukup alot dan juga lama, akhirnya Wak Nurma dan juga Bang Diky serta Kak Nuri sepakat untuk pulang besok. Walaupun sebenarnya, Wak Nurma dan juga Bang Diky terlihat masih keberatan akan permintaan yang diberikan oleh Kak Nuri. Karena memang, yang sangat ngotot untuk pulang adalah Kak Nuri.Entah karena bentakan Bang Galuh tadi, atau karena dia memang sudah sadar kalau selama ini sudah menjadi benalu di rumahku.Yah, yang manapun tidak menjadi masalah. Yang penting mereka tidak di sini, bukannya aku kejam ataupun tidak tidak punya hati, tapi memang aku tidak tahan akan kelakuan mereka yang seenak jidat dan juga keterlaluan.Sekarang berhutang pada Bu Saodah dan juga Mpok Lela, tapi besok-besok bisa saja mereka mengulangi perbuatan mereka ini pada orang lain dan kembali mengatasnamakan aku.Bang Diky dan juga Kak Nuri memang keterlaluan, bahkan mereka sama sekali tidak ada mengeluarkan kata maaf k
231. EMOSI BANG GALUH (Bagian B)"Salahnya adalah … kalian yang terlalu sok tahu! Tutup mulut kalian, jangan sampai aku mendengar hal-hal seperti ini lagi. Atau aku bersumpah, akan merobek mulut kalian!" ujar bang Galuh dengan tajam."Galuh, kami hanya bercanda!" sahut Bang Diky sambil terkekeh kecil."Kalian keterlaluan, Diky, Nuri!" ujar Bulek Rosma pelan. "Masalah keturunan bukanlah hal yang bisa dijadikan candaan!" lanjutnya dengan tajam."Bulek, mereka saja yang terlalu sensitif!" sahut Bang Diky cepat, senyumnya hilang berganti rengutan kesal."Sensitif? Jika kalian bercanda, dan hanya kalian yang merasa itu adalah hal lucu dan hanya kalian yang tertawa. Berarti ada kesalahan di dalam candaan kalian!" sahut Bulek Rosma. "Jangan berlindung dibalik kata 'terlalu sensitif', karena bisa jadi yang kalian tertawakan adalah sesuatu yang mereka perjuangkan!" lanjutnya lagi.War Nurma dan keluarganya terdiam, walau aku yakin kalau mereka masih gatal ingin membalas tapi mereka memilih pi
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas230. EMOSI BANG GALUH (Bagian A)BRAK!Meja kokoh yang terbuat dari kayu jati itu sukses bergetar dengan kuat, dan ….Prang!Asbak cantik yang terbuat dari kristal itu pun jatuh menghantam lantai, pecah berkeping-keping hingga menjadi butiran kecil.Semua orang tersentak kaget, dan semuanya sontak melotot kaget dan menatap si pelaku yang tak lain dan tak bukan adalah Bang galuh.Wajahnya memerah menahan amarah, dan nafasnya memburu dengan kuat. Dadanya naik turun berusaha menormalkan detak jantungnya, aku tahu benar kalau lelaki kesayanganku itu tengah sangat marah saat ini."Jaga mulutmu!" desisnya tajam.Kak Nuri tergagap, instingnya sebagai wanita pasti mengatakan padanya untuk menjauh. Dia beringsut mundur ke belakang tubuh Bang Diky, badannya bergetar pelan dan keringat dingin mengalir di pelipisnya.Ditekan oleh aura mendominasi sekuat ini, jelas membuat siapapun menjadi gentar. Apalagi dia adalah seorang wanita, bahkan Bang Diky saja belu
229. ELLENA YANG PERKASA (Bagian B)"Aku tidak bercanda!" balasku tegas. "Aku tidak mau menampung benalu, dan aku tidak mau menjual tanahku!" kataku lagi."Sombong sekali kamu, Ellen!" ujar Kak Nuri marah."Iya, dong. Sombong adalah nama tengahku!" kataku cuek.Wajah mereka terlihat memerah, mungkin mereka tidak terima dengan apa yang aku katakan. Tapi biarlah, memang sekali sekali mereka wajib diberi pelajaran.“Kamu juga, Luh. Tidak bisa tegas sebagai seorang suami!” kata Kak Nuri tiba-tiba.“Maksud Kakak apa?” tanya Bang Galuh heran. “Ya iya, kana kata Kakakmu itu, kamu banyak warisan. punya harta dan tidak mengharapkan punya Ellen. Kalau gitu, ya suruh istrimu ini ngasih tanahnya buat kami, dong!’ katanya santai.Bang Galuh sontak menganga lebar, sedangkan aku mala menahan mulutku agar tidak tertawa. Ngadi-ngadi ni, Kak Nuri … mau mengatur harta orang dia.“Loh, mana bisa begitu, Kak. Milik Ellen adalah sepenuhnya punya dia, aku mana ada hak untuk mengatur-aturnya!” kata Bang Gal
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas228. ELLENA YANG PERKASA (Bagian A)"Woah, tunggu dulu!" Aku memotong ucapan Bang Diky, dengan cara mengangkat tanganku di depan dada. Dia terlihat langsing terdiam, namun matanya menatapku dengan tajam."Asal? Asal apa? Kalian mengajukan syarat padaku? Begitu?" tanyaku santai. "Lucu sekali," lanjutku sambil menatapnya.Bang Diky dan Wak Nurma sontak saling berpandangan, dan tak sengaja aku melihat kalau Kak Nuri sedang mencubit kecil tangan suaminya itu."Kalau begitu kami tidak akan pergi!" kata Bang Diky tegas."Lah, aku yang punya rumah sudah tidak mau kalian tumpangi. Apa tidak malu? Kok betah banget menjadi benalu?" sindirku kepada mereka."Dek!" Bang Galuh kembali menegur, dan dia menggeleng pelan.Aku mendengus, kesal sekali rasanya dengan mereka. Bukannya mendapat pencerahan, dan kemudian sadar, eh, malah sok mengajukan syarat padaku.Memangnya mereka siapa? Saudara boleh saudara, tapi saudara yang baik dan sopan lah yang akan aku angg
228. PENGUSIRAN KELUARGA WAK NURMA (Bagian B)"Dan sekarang, saat mereka datang ke sini untuk menagih perbuatan kalian, kalian berdua malah berpura-pura tidak tahu dan melimpahkan semuanya pada Wak Nurma!" kataku panjang lebar. "Manusia namanya itu?" tanyaku lagi dengan ketus.Semua orang di sini terdiam dan mendengarkan ucapanku, aku yang emosi adalah yang terburuk."Dia Ibu kalian, dan Kakak dari Ibuku! Itu artinya dia juga adalah Ibuku, pengganti orang tuaku! Aku tidak terima kalian melakukan hal itu pada beliau!" kataku lagi. "Tapi kalian malah bersikap seenaknya, apa kalian memikirkan Wak Nurma, hah?" tanyaku lagi."Bila kalian tidak bisa memberi, setidaknya jangan menyusahkan!" kataku dengan nafas terengah.Wak Nurma yang mendengar ucapanku terlihat terdiam, sedangkan Kak Nuri dan Bang Diky masih menatapku marah."Apa kalian tahu rasanya tidak mempunyai orang tua lagi? Aku bahkan rela melakukan apapun, asal Ibu dan Bapak kembali," kataku lirih."Lebay!" Aku menatap Kak Nuri den