“Hahaha, kau tidak bisa bergerak lagi. Aku sengaja, menyembunyikan jarum itu di rambut, agar sewaktu-waktu bisa menjatuhkannya ke mulut, lalu menggunakan lidah lonjorku untuk menembaknya. Licik? Memang. Tapi, begitulah cara kerja mafia!?”
“Apa? Kenapa melihatku nanar? Tubuh terkontaminasi racun dan perlahan biru, itu yang dulu aku rasakan, saat dihajar pamanmu, Andre!”
“Kami, mafia, jarang sekali percaya karma. Tapi, khusus untukmu, karma pasti berlaku. Andai kata, aku dulu mati dibunuh pamanmu, mungkin, rasa sakitnya tidak sepedih sekarang. Tapi, pamanmu bodoh, membiarkanku hidup untuk melakukan balas dendam. Dan, sekarang lah saatnya!?”
Pras mendekati pohon pinus dengan semak tipis di sampingnya.
Menginjak-injak tanah berpasir, lalu menunjukkan seringai senyum menyeramkan, Davin yakin, ada sesuatu lain yang disembunyikan Pras di balik tanah berpasir itu.
“Ha? Pisau? Ti-tidak, aku bisa mati ... jangan pisa
Sebagai militer, sudah sewajarnya Andre bisa merasakan hasrat membunuh seseorang. Dan, dia sekarang, merasakan hal itu, auranya sangat hitam, gelap, pekat, dipenuhi dendam kesumat.Merasa aneh dengan keadaan di sana, Andre coba tukar posisi dengan Galih yang duduk menunggu di garis batas Becici bersama dua utusan Serigala Merah.“Stop! Sesuai perjanjian awal. Tidak boleh lebih dari dua orang yang menunggu di sini.” Salah satu anggota Serigala Merah segera menghadang Andre.“Tukar posisi, hanya itu. Dari pihak Nayama tetap dua orang.”Tapi, begitu Galih pergi, Andre sigap melumpuhkan dua anggota Serigala Merah yang menunggu di sana, lalu dia lari ke pojok bukit, tempat pertarungan Davin dan Pras.Saat pisau hampir diayunkan, dengan cepat, Andre melempar sebilah pisau, mengenai tepat di lengan kanan Pras.Crat!Rrrrghh!Rintihan terdengar.Melvin lari menyelamatkan Davin, sedangkan Andre menghajar P
Adu tembak terjadi begitu sengit. Pasukan yang awalnya berbaris sesuai pleton dan tugas, berceceran hingga merusak formasi awal militer. Andre marah besar, tapi dia tidak bisa berbuat banyak. Kembali mengatur formasi, atau mengatur baris pertahanan Davin, ini pilihan sulit!Tak ada yang mengira, salah satu anak buah Pras yang menggunakan pistol peredam suara, dari tadi menyasar bagian leher kiri Davin.Peluru ditembak, semua hanya bisa terbelalak.“Tidaaaaaaaakkk!”“Jangan lakukan ituuu!”Teriakan Andre, Melvin, dan Galih, nampaknya percuma. Peluru itu terlanjur melesat cepat. Davin memejamkan mata, hingga terasa dorongan yang membuatnya jatuh, menabrak pohon pinus.“Tuan, awas! Jangan sam-” Suara teriakan itu terdengar, sejenak, lantas menghilang. Peluru yang ditembak anak buah Pras mengenai dada kiri Boris.Pria itu menggelinding di atas tanah, mengalirkan darahnya ke pasir-pasir tak bersalah.
Davin terus memojokkan Dirgantara hingga pria itu, dan beberapa anggota Serigala Merah, sampai di parkiran mobil. Semuanya terkepung. Pasukan Nayama berkeliaran di sudut kiri, kanan, dan dataran tinggi.Adu tembak sempat terjadi, hingga dua anggota Serigala Merah terbunuh karena perang jarak jauh.Suara desingan peluru serta teriakan kematian mengiringi pertempuran kala itu. Tidak ada yang melakukan pertempuran jarak dekat.“Kau sudah terkepung. Apalagi yang akan kau lakukan? Mau melawan kami? Mustahil. Pasukanmu sudah terkikis. Kau tidak lagi punya amunisi. Sementara kami, masih banyak persediaan di dalam jeep dan mobil van. Menyerahlah, dan akui kekalahanmu!”Dirgantara masih mengomando anak buah Pras. “Ingat, ketua kalian telah berkorban nyawa demi kalian! Jangan sia-siakan pengorbanan itu. Sebagai anggota yang setia, harusnya, kalian mengumandangkan ikrar. Mati terhormat, atau hidup penuh penyesalan!?”Belasan anggota Se
10 menit sebelumya...“Lapor, Tuan Davin masih berada di Puncak Becici!”Seorang lelaki berbaju loreng datang ke markas pusat kepolisian kota J.“Baiklah, pasukan reserse akan menyisir jalan utama Becici, evakuasi akan di-handle oleh pihak angkatan udara. Lakukan sesuai tugas! Semakin sedikit korban semakin baik. Jangan ada yang membunuh warga sipil, meskipun itu musuh!”“Siap, Jenderal!”“Laksanakan! Akan kami lakukan sesuai perintah Anda.”Tim loreng bawahan Andre bekerja sama dengan pasukan reserse, ditugaskan khusus mengepung lini belakang puncak Becici. Mereka tidak diberi izin menampakkan diri sampai Andre atau Galih memberi perintah.Pasukan reserse menggunakan pakaian kamuflase. Semuanya berangkat menggunakan motor gunung.Pasukan reserse sengaja memarkir motor merek agak jauh dari tempat pertempuran. Sementara, pasukan loreng militer mengendap-endap tanpa menimbul
Semua terlena.Peluru yang awalnya mengincar Lisa, salah sasaran mengenai Davin.Mata-mata merah menghiasi puncak Becici kala itu. Murka, amarah, aura kematian, hingga hasrat balas dendam campur menjadi satu. Isak tangis dan erangan kesedihan memenuhi sunyi. Sejenak sepi, lantas kabut datang.Mendung mulai berkumpul di langit-langit Becici, tertiup angin, dari arah Selatan.Bahkan, langit pun menyimpan sedihnya sendiri melihat Davin tertembak tepat di bagian vital. Kemungkinan selamatnya hanya sekian persen. Itu pun, setelah menjalani operasi dan perawatan intensif.“Davin ... kenapa? Kenapa kamu nekat melakukan ini? Bangun, bukannya kamu sudah janji mau menungguku sampai lulus kuliah, lalu melamarku? Hei, mana janjimu? Kumohon, buka matamu. Aku di sini, setia menantimu!?”“Ta-tapi...”Lisa tidak lagi memiliki tenaga untuk mengucap pesan terakhir. Dia terlampau lesu. Kesedihan menguras seluruh energinya. Tangis
Lisa merangkul tubuh Melvin dan menangis di atas wajahnya. Air mata Lisa mengalir membasahi pipi Davin. Tapi semua sudah terjadi, dan takdir tidak bisa dirubah.Ahh, kenapa penyesalan selalu datang di akhir?Lisa terduduk lemas memandangi orang yang dia sayangi terbaring lemah tak berdaya. Air matanya membersihkan peluh yang ada di pelipis Davin. Tangannya terus merangkul kepala Davin, mengelus rambutnya, tak henti-henti menangis.“Ini semua salahku. Aku yang menjerumuskanmu dalam bahaya. Maafkan aku! Maaf, aku minta maaf! Tolong bangun, Vin, buktiin kalau kamu emang sayang sama aku!Lisa makin gila. Melihat kekasihnya mati di depan mata, itu hal paling menyedihkan yang pernah dia alami dalam serangkaian 21 tahun hidup di dunia.“Kenapa aku begitu bodoh? Kenapa harus seperti ini?” Lisa sesenggukan, air matanya habis total, tak ada lagi yang mengalir.“Davin, plisss, tolong katakan sesuatu... tolong jangan mati! Apa ka
Andre ikut menambahi, “sudah, Melvin! Harusnya kamu puas sudah melihat Dirgantara mati? Mau apalagi? Memutilasinya, atau mengambil organ dalamnya untuk dimakan? Percuma. Itu hanya membuat citramu buruk.”“Persetan dengan citra!” Melvin langsung menunjuk Andre. “Apa? Kamu mau menahanku? Lakukan jika kamu bisa! Aku tidak peduli walau harus bertarung denganmu, meski presentase menangnya hanya sekian persen. Lebih baik aku mati, dari pada menanggung rasa bersalah seumur hidup!?”Galih menepuk pundak Andre. “Biarkan! Biarkan saja dia meluapkan emosinya. Apa kau lupa, masa muda kita dulu juga seberingas itu, bahkan jauh lebih parah. Di hari-hari esoknya, Melvin pasti sadar, menghukum orang dengan cara membunuh dan menyiksa, hanya menyisakan trauma dan ingatan buruk.”“Tapi, aku tidak mau Melvin merasakan hal yang kita rasakan dulu. Aku tidak mau dia menanggung trauma dan penyesalan karena telah melakukan hal sekeji
Dokter Nathan lari membawa ranjang Davin ke ruang isolasi gawat darurat. Lisa tidak henti-hentinya minitikkan air mata. Melvin juga ikut lari mengiringi para dokter yang sedang bertugas.“Maaf, Tuan, Anda tidak boleh masuk,” larang salah satu dokter.“Tapi saya ajudan pribadi Tuan Davin, kalau ada apa-apa bagaimana. Saya tidak mau tahu, saya harus masuk ke ruangan ini untuk memastikan Tuan Davin mendapat perawatan intensif!”“Melvin, tenanglah, emosi tidak pernah menyelesaikan masalah,” ucap Dokter Nathan yang datang membawa dua dokter ahli bedah.“Sekarang, tunggulah di depan. Jangan karena kamu ajudan Tuan Muda kamu bisa berbuat semena-mena. Aturan tetap aturan, tidak bisa diubah-ubah. Hormati keputusan kami, dan biarkan kami melakukan yang terbaik untuk Davin.”“Aku mohon, Dok, beri aku izin untuk melihat langsung prosesi operasi Tuan Davin...”“Jangankan dirimu, Tuan Besar