Davin, seorang cleaning service yatim piatu, nampak bahagia setelah berhasil membeli cincin dua jutaan untuk melamar kekasihnya. Dia berencana melamar Claudia tepat di pesta ulang tahunnya yang ke-20.
Keceriaan itu tiba-tiba terenggut kala Bi Lijah mendekatinya.
Tampak sepasang kekasih sedang bermesraan manja. Mereka saling menautkan bibir. Davin memandang lekat perempuan itu. Matanya terbelalak begitu tahu perempuan di foto ternyata Claudia, kekasihnya sendiri.
“Aku harus pergi ke sana,” kata Davin tanpa basa-basi.
Menggunakan motor butut yang dikredit dari temannya sendiri, Davin pergi menuju perumahan elit di pusat kota J. Davin memarkir motornya agak jauh dari villa. Dia berjalan masuk melewati gerbang megah bertuliskan ‘Latusia’ di tengah-tengahnya.
Dari kejauhan, terlihat seorang perempuan cantik berdiri. Rambutnya pirang seperti bule. Tangan kanannya menyilang di perut, sedangkan yang kiri memegang segelas wine mahal dari Australia.
“Davin, kenapa kamu datang ke sini? Malu-maluin pesta keluarga!. Cleaning service sepertimu tidak pantas menginjakkan kaki di sini, bikin pingin muntah mandang wajahmu tahu!"
Dia adalah Ann, kakak kandung Claudia. “Pergi kamu, Bodoh!”
Ann menyiram Davin dengan gelas wine yang ada di tangannya, lalu mengambil bungkusan kecil yang ada di tangan Davin.
Cincin emas dua belas karat dua jutaan ada di dalam bingkisan itu. Ann melemparnya ke tanah, mengambil batu, lantas menghantamkan batu itu ke cincin emas yang dibawa Davin sampai hancur berkeping-keping.
Davin sedih, dia menyisihkan gaji dua tahunnya sebagai cleaning service untuk membeli hadiah itu!
Davin bertanya pada Ann, di mana Claudia sekarang berada.
“Masih mencari Claudia adikku? Dia sudah bahagia bersama seorang miliarder kaya dan akan diangkat jadi CEO di perusahaan tempatmu bekerja. Sudah, lebih baik kamu pergi dari pada sakit hati!”
“Kenapa Kamu mengambil pecahan cincin murahan itu?” Ann kembali membentak.
“Cincin ini adalah bukti cintaku pada Claudia,” balas Davin sembari memungut pecahan cincin emasnya.
“Terserah apa katamu. Cinta jika tidak didasari dengan harta apa gunanya! Kamu itu miskin. Makan saja susah, apalagi membeli barang-barang mewah!”
Cuih! Ann meludahi Davin dan pergi begitu saja.
Usai memungut pecahan cincin emas, Davin masuk ke istana mewah milik keluarga Latusia. Sedang berlangsung pesta dansa di sana.
Semua orang memandangi Davin sambil berbisik-bisik, kenapa gembel bisa masuk ke pesta ini? Memangnya siapa yang mengundang gembel itu?
“Ah, mungkin tukang cuci piring atau petugas pembersih rumah,” batin seorang tamu.
Davin tidak peduli dengan mereka. Dia ingin bertemu Claudia, kekasihnya yang akan ia lamar. Namun, pemandangan sangat menyayat hati terpampang di dekat pintu kamar yang sedikit terbuka.
Claudia sedang bermesraan dengan seorang pria blasteran agak tinggi.
Yang paling membuat Davin hancur adalah, dia melihat sendiri, bagaimana kemesraan mereka berdua, beradu bibir tepat di depan mata Davin.
“Claudia, apa yang kamu lakukan?” ucap Davin, masih belum percaya dengan apa yang dia lihat.
“Davin, kenapa kamu masuk tanpa izin?” seorang wanita paruh baya datang dari belakang. “Sial, kenapa satpam mengizinkanmu masuk!”
Davin menatap tajam ke pria itu, penuh dendam. Dia pun tahu jika pria yang sedang bermesraan dengan Claudia adalah Jason, direktur di perusahaan telekomunikasi terkenal di J.
“Davin!” Claudia mendekati Davin dan menamparnya sangat keras. “Kenapa kamu datang ke sini? Bukankah kita tidak memiliki hubungan lagi?”
“Hah, apa maksudmu, Claudia?”
“Enak saja panggil Claudia, kita itu sudah putus! Ingat, aku adalah bos mu di perusahaan. Panggil aku Nona, atau kamu harus pergi dari perusahaanku!” ucap Claudia.
“Putus? Sejak kapan? Aku tidak pernah membicarakannya. Kamu yang memutuskannya sendiri, Claudia, putus sepihak, tanpa sepengetahuanku,” balas Davin yang terkejut dengan kata-kata Claudia.
“Dih, apa Kamu sadar, Kamu itu cuma cleaning service. Apa pantas bersanding denganku, calon bos muda perusahaan Indaluna?”
“Selama dua tahun pacaran, Kamu tidak pernah mengungkit pekerjaanku. Kenapa kamu berubah seperti ini?”
“Aku menerimamu atas dasar kasihan, bukan cinta. Semata-mata hanya ingin membuatmu bahagia memiliki pasangan kaya dan berlimpah harta,” Claudia tidak peduli dengan Davin.
“Hey kawan, Kamu tidak perlu mengejar Claudia lagi, dia sudah jadi milikku. Lagian, dia lebih bahagia bersamaku, dia bebas membeli barang mewah yang tidak bisa Kamu belikan,” kata Jason.
“Jangankan barang mewah, istana Keluarga Latusia bisa aku beli dalam sekejap mata!” bentak Davin, coba membela diri.
Madame Sherlyn, Ann, Jason, dan Claudia tertawa terbahak-bahak. Mana mungkin cleaning service seperti Davin bisa membeli rumah semewah ini. Untuk makan saja harus ngemis lebih dulu.
Mereka tidak henti-hentinya menertawakn Davin, bahkan menghina harga dirinya.
Pesta Keluarga Latusia dihadiri sekumpulan miliarder yang tergabung dalam satu organisasi bernama Klan Emas. Hanya 100 miliarder terkaya yang mendapat lencana koin emas. Sedangkan mereka yang peringkatnya di bawah angka seratus akan diberi julukan Klan Perak.
Madame Sherlyn tidak ingin pesta ini rusak hanya karena satu bakteri yang terus-terusan menjadi benalu di keluarganya. Untuk itulah, dia memanggil Kevin, keponakannya yang ahli dalam bela diri.
Kevin dan Jason menyeret tubuh Davin ke lantai dua.
Davinmenunduk, pecahan cincin di tangannya jatuh. Dia tidak menyangka Claudiaakan berhianat dan memanfaatkan kepolosannya. Claudialebih memilih harta dari pada cinta dan kesetiaan. Pecahan cincin itu berserakan di lantai, padahal Davinsudah menyiapkannya untuk melamar Claudia, tapi hatinya terlanjur hancur seperti pecahan kaca. Rapuh. Tak lama, datang lah Kevin, sepupu Claudiasembari membawa tiga bodyguard berbadan kekar. Jbak! Jbuk! Prak! Tiga bodyguard itu memukuli Davinhingga darah mengalir dari bibir kirinya. Davinterus bertahan, melingkarkan tangannya di atas kepala, aset berharga yang dia miliki. Kevin menyeret Davinke lantai dua agar keributan itu tidak terdengar oleh para tamu. Claudiadan keluarganya ikut ke atas, menaiki tangga seperti orang sombong. “Kevin, kenapa Kamumemukuliku?” tanya Davinbegitu sampai di lantai dua. “Kevin? Berani Ka
Awal menjabat jadi Tuan Muda Nayamatidaklah mudah. Davinsegera dihadapkan persoalan rumit; menangani defisit yang terjadi di beberapa anak perusahaan. Belum lagi harus menandatangani tumpukan berkas. Membacanya satu per satu, Davinnampak mulai jenuh. Ingatan akan balas dendam kembali membangkitkan semangatnya untuk jadi orang terkaya di Asia. Tiga hari pertama dilalui Davindengan membereskan surat-surat yang berkaitan dengan admininstrasi perusahaan. Dia terpaksa tinggal lebih dulu di istana mewah milik kakeknya. Ditemani Melvin, ajudan pribadi Davin, dia pergi ke lantai atas untuk menandatangani surat perjanjian. “Perkenalkan, Tuan, Saya Melvin, saya resmi menjadi ajudan pribadi Anda. Jika Tuan butuh apa-apa, silakan telepon saya. Jam tangan itu dilengkapi peralatan khusus, Tuan bisa menelepon saya kapanpun dan dimana pun,” kata Melvin sembari membungkuk. “Terima kasih, Melvin, dirimu tetap sopan seperti dulu, tidak berubah."
"Heh, kamu mau mengancamku? Jangan pikir aku takut dengan ancamanmu!" There menaikkan suaranya. "Orang sepertimu mana pantas masuk ke showroom terkenal ini! Jika ada miliarder yang melihatmu, lalu mereka tidak jadi beli mobil, apa kamu mau tanggung jawab?" Davinmendengus gusar. "Aku mau beli mobil. Aku tidak ingin berdebat." "Tempat ini tidak cocok untukmu! Kalau mau cari mobil, cepat cari di toko barang bekas! Kali aja kamu nemu mobil bekas yang bisa dibeli." There berhenti sejenak sembari menahan tawa. "Eh lupa, vespa butut saja harus kredit, apalagi mobil!" Menyesal karena masuk ke showroom ini, Davintidak nafsu lagi melihat-lihat mobil di sana. Namun mobil putih di depannya terlalu menarik. Pemuda tampan itu tidak bisa meninggalkannya begitu saja. "Dasar sales rendahan! Selalu memandang orang dari tampilan fisiknya saja!" "Kamu mengejekku? Tidak masalah. Nyatanya kamu memang miskin. Buat beli baju sama celana aja nggak bisa, ba
There masuk ke ruang direktur. Wajahnya berubah musam, seperti habis makan buah sirsak yang belum matang sepenuhnya. Entah hukuman apa yang akan diberikan Nara hingga membuat perempuan itu jera. Merasa tidak enak dengan Davinyang dihina bawahannya sendiri, Nara segera minta maaf. "Saya tidak menyangka There akan melakukannya lagi. Dua kali teguran dan surat peringatan dilayangkan, tapi perempuan itu tak kunjung berubah. Sekali lagi saya minta maaf atas kelakuan tidak sopan salah satu sales di sini." Davinmengernyitkan dahi. "Kenapa kamu begitu sopan? Bukankah orang kaya suka menilai dari tampilan fisiknya saja?" "Direktur adalah cerminan semua pegawainya. Saya tidak mau perilaku buruk itu jadi tradiri di showroom ini. Kami tidak pernah membedakan pelanggan yang masuk. Karena motto kami, pelanggan adalah raja." "Bagus. Lalu bagaimana dengan perempuan tadi?" "There maksud Anda?" Pertanyaan Nara hanya dijawab anggukan oleh Dav
Davinsiap pergi ke perusahaan mantan kekasihnya.Meski sudah resmi jadi pewaris terkaya semua aset Nayama, Davintidak mau identitasnya terungkap begitu saja. Dia ingin balas dendam pada Claudia dan semua orang yang telah merendahkannya.Jika identitasnya terungkap lebih cepat, balas dendam tidak dapat dilakukan.Baru beberapa langkah meninggalkan villa mewahnya, telepon Davinkembali berdering. Kali ini dari Melvin. "Halo, ada keperluan apa menelepon pagi-pagi begini?""Tuan Besar Juta meminta Anda datang ke sini.""Mendadak sekali. Apa tidak bisa pertemuannya ditunda siang atau agak sorean nanti? Aku ada urusan di luar villa. Aku harus pergi ke Indalunauntuk membalas perbuatan Claudia.""Sebentar, Tuan, saya coba rayu Tuan Besar, semoga berkenan menggeser jam pertemuannya sampai nanti sore." Melvin tidak menutup teleponnya, sengaja agar Davinmendengar langsung percakapannya dengan Juta. "Anda bisa dengar sendiri
Davin coba membiarkan Kuncoro berkicau. Dia tidak mau menunjukkan siapa dia sebenarnya. Yang dia inginkan hanya membeli villa ini, lalu pulang dan istirahat sejenak. Namun hal ini tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi. Kuncoro semakin menghina Davin, bahkan tak segan menyebutnya miliarder papan bawah yang tidak bisa bersanding dengan anggota Klan Perak dan Klan Emas. Merasa tidak senang dengan hinaan Kuncoro, Davin mengeluarkan dompet, lalu membanting kartu hitam dengan simbol elang di atasnya. Plak! Kartu itu membungkam Kuncoro, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tubuhnya gemetar hebat melihat sepuh emas yang ada di bagian kiri bawah kartu. “An-Anda Tuan Muda Davin? Tanya Kuncoro terbata-bata. “Hmm?” Davin memandang Kuncoro remeh, sudah belasan tahun dia hidup dalam hinaan dan cacian. Kini waktunya membalas siapapun yang berani merendahkan martabatnya. “Jangankan villa Phoenix, seluruh aset Heaven Garden bisa aku beli dalam s
Kuncoro mulai khawatir jika Setiawan ingin membeli Phoenix, padahal villa mewah itu baru saja dibeli oleh miliarder paling kaya se-Asia. Sesuai dugaan Kuncoro, Setiawan mengutarakan maksud kedatangannya untuk membeli Phoenix! “Empat tahun aku menabung untuk membeli villa impian ini...” Setiawan tidak tahu jika Davin sudah membeli villa itu dan melunasinya saat itu juga. Kuncoro tidak bergeming, dia diam cukup lama, hingga mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. “Maaf, Tuan, villa ini sudah dibayar lunas oleh seseorang. Baru sepuluh menit yang lalu. Dia datang menggunakan Lamborghini Aventador merah.” “APA!” Setiawan terkejut. “Maaf, Tuan, tapi aku tidak berbohong. Villa itu sudah dibeli oleh seseorang. Bahkan dia membayarnya tunai tanpa cicilan.” Setiawan terbelalak hebat. “Sudah terjual katamu? Villa itu sangat mahal. Miliarder sepertiku saja harus menabung hampir empat tahun agar bisa membelinya. Dan kau ingin membohongiku dengan ber
Dua minggu setelah membeli villa Phoenix, Davin diminta pergi ke ibukota untuk mengurus salah satu anak cabang Nayama. Pemuda itu bosan terus-menerus duduk di kantor memeriksa catatan keuangan perusahaan. Sesekali dia keluar mencari makan, atau sekedar jalan-jalan dengan pakaian ala kadarnya. Kadang kala ada karyawan yang menghina Davin karena naik lift petinggi perusahaan. Ada juga yang meneriakinya sebagai cleaning service tidak tahu diri. Dia memilih diam. Mereka memang layak diberhentikan, tapi tidak saat ini. “Pantas perusahaan mengalami defisit, hampir tidak ada kedisiplinan di sini. Hormat dan wibawa hanya dilihat dari jabatan dan pakaian luarnya saja.” Davin gusar, dia masuk ruangan dan memanggil sekretaris pribadinya. Seorang gadis muda masuk ke ruangan, wajahnya terlampau rupawan untuk ukuran fresh graduate. “Kamu sekretaris perusahaan ini?” tanya Davin. Selama dua minggu dia tinggal di perusahaan, dia tidak sekalipun minta b