There masuk ke ruang direktur. Wajahnya berubah musam, seperti habis makan buah sirsak yang belum matang sepenuhnya. Entah hukuman apa yang akan diberikan Nara hingga membuat perempuan itu jera.
Merasa tidak enak dengan Davin yang dihina bawahannya sendiri, Nara segera minta maaf.
"Saya tidak menyangka There akan melakukannya lagi. Dua kali teguran dan surat peringatan dilayangkan, tapi perempuan itu tak kunjung berubah. Sekali lagi saya minta maaf atas kelakuan tidak sopan salah satu sales di sini."
Davin mengernyitkan dahi. "Kenapa kamu begitu sopan? Bukankah orang kaya suka menilai dari tampilan fisiknya saja?"
"Direktur adalah cerminan semua pegawainya. Saya tidak mau perilaku buruk itu jadi tradiri di showroom ini. Kami tidak pernah membedakan pelanggan yang masuk. Karena motto kami, pelanggan adalah raja."
"Bagus. Lalu bagaimana dengan perempuan tadi?"
"There maksud Anda?" Pertanyaan Nara hanya dijawab anggukan oleh Davin. "Dia harus dihukum. Potong gaji mungkin pilihan terbaik. Bisa juga dia dipecat dari showroom ini."
Icha terkejut. Mendengar ungkapan dipecat adalah momok paling menakutkan dalam hidupnya. Dia baru bekerja di sini, mungkin baru beberapa hari. Kata-kata Nara bagai panah yang menusuk relung hatinya.
Mengetahui hal tersebut, Davin segera menghibur Icha.
"Tenang. Kamu sudah bekerja sangat baik, kok. Kamu harus naik gaji. Jika tidak, manajernya sungguh keterlaluan membiarkan sales sebaik kamu digaji sangat rendah. Ucapanku benar, kan?" Davin memandang Nara.
Nara membatin pelan, mana mungkin dia menaikkan gaji Icha yang baru bekerja di sini, sales-sales lain pasti iri dan minta naik gaji juga?
Mengingat itu permintaan Davin, terpaksa Nara menurutinya.
"Oh iya, mobil Valkyrie putih sudah siap dibawa ke istana Anda. Tapi kalau boleh tahu, Anda adalah calon penerus semua bisnis Nayama, kan?"
"Aku tidak suka basa-basi. Cepat urus surat-suratnya agar aku bisa membalas semua sales yang tadi menghinaku!" Davin mendongakkan kepalanya. "Berapa lama aku harus menunggu surat-surat itu selesai ditandatangani?"
"Secepatnya, Tuan."
Samar-samar There mendengar percakapan yang terjadi antara Nara dan Davin. Berjalan memasuki ruang kerjanya, Nara terkejut melihat There berdiri di balik pintu.
"There, kamu sudah beberapa kali membuat keributan. Ini adalah surat peringatan ketiga. Perbuatanmu harus dihukum sesuai AD-ART yang berlaku di showroom. Jangan salahkan aku jika tiba-tiba aku memaksamu tanda tangan surat pengunduran diri!"
Perempuan berambut pirang itu tidak menjawab, dan malah mengalihkan topik pembicaraan. "Apa saya tidak salah dengar kalau mobil Valkyrie itu akan dibeli olehnya?"
"Heh! Tidak ada yang memberimu izin berdiri di sini. Jika kamu mengulanginya lagi, aku bisa memecatmu. Dasar bawahan tidak sopan! Kamu pikir dia itu siapa? Dia adalah tamu paling istimewa yang pernah datang di showroom. Mulut kalau tidak pernah disekolahkan ya begini!" Nara membentak There. Matanya merah, menunjukkan jika dia sedang emosi.
Sekujur tubuh There lemas begitu mendengar ucapan Nara. Antara percaya atau tidak, dia menatap manajernya sendiri. Mereka tidak sadar, Davin sudah berdiri di ambang pintu, menyaksikan bagaimana Nara mendidik There.
Melihat Davin semakin menaikkan rasa takut There. Dia tidak bisa apa-apa. Kunang-kunang mulai muncul di depan matanya.
Davin melihat There melongo kebingungan. Menggandeng tangan Icha dan mengajaknya masuk ke ruangan direktur, Davin mengajari Nara bagaimana cara mendidik pegawai tidak punya tata krama.
"Kesalahanmu terlampau fatal. Kata Nara, kamu sudah buat kesalahan dua kali, dan mengulanginya lagi. Untung aku yang jadi korban, bukan miliarder lain. Aku hanya ingin bonusmu dipotong 80% sampai bulan Agustus. Anggap saja itu sebagai hukumanmu!"
"Tapi?"
"Tidak ada tapi!" Davin mengambil alih kekuasaan showroom. "Aku beri kamu dua pilihan; bawa barang-barangmu keluar dari showroom, atau tetap kerja di sini dengan potongan gaji selama empat bulan."
Nara coba mencairkan suasana. "Maafkan pegawai saya, dia memang..."
"Keterlaluan! Satu orang sepertinya bisa meruntuhkan citra showroom milikmu. Bagaimana mungkin perusahaan sebesar ini memiliki karyawan yang tak pandai melayani pelanggan? Kalian mau kehilangan berapa pelanggan lagi? Pikirkan lagi jika ingin mempertahankannya di sini!"
Perdebatan akhirnya selesai.
Melvin menjemput Davin dan minta maaf atas keterlambatannya. Nara, Melvin, dan Davin duduk di ruangan direktur lantai dua. Tidak hanya membeli mobil Valkyrie 46 miliar, Davin ingin membeli semua mobil yang ada di showroom.
Mendengar hal tersebut, Nara seketika terjengkang dari kursinya. "Apa, Tuan? Membeli semua mobil di showroom kata Anda?" Kejadian serupa juga dialami Melvin.
"Cepat urus semua suratnya! Showroom ini resmi jadi milik Nayama." Davin menghela nafas, lalu melanjutkan kalimatnya. "Ada dua hal yang ingin kuminta darimu. Pertama, jangan bilang siapapun kalau Nayama sudah mengakusisi perusahaan. Kedua, aku ingin kamu tetap jadi direktur di sini. Kinerjamu sangat apik. Kamu sangat bertanggung jawab."
Semua surat sudah diurus. Sidik jari Davin diminta sebagai bukti pemindahan kuasa perusahaan. Davin dan Melvin menjabat tangan Nara. Ketuk palu dilakukan. Luxury FX Showroom akhirnya resmi menjadi milik Nayama.
Davin turun dari tangga, memandangi satu per satu sales yang tadi merendahkannya.
"Kalian puas? Orang yang tadi kalian hina gembel ternyata sanggup membeli mobil di sini. Bukan mobil saja, aku membeli 100% saham perusahaan. Sekarang akulah bosnya, kalian hanya budak!"
Berjalan menuju pintu keluar, Davin menyempatkan diri mampir menemui Icha. Dia duduk di pojokan, seperti anak magang yang takut dengan senior.
Davin menghampiri Icha, lalu mengelus rambut hitamnya. Dua puluhan kunci mobil dihamparkan di atas meja. Laki-laki itu lantas berucap halus. "Pilih salah satu!"
"Sa-saya tidak bisa menerima ini, Tuan."
"Pilih saja satu di antara dua puluh tujuh kunci itu. Anggap saja ucapan terima kasih karena telah menyambutku dengan baik di sini. Tidak perlu sungkan, kamu pantas mendapatkannya."
Urusan Davin selesai. Dia pergi menaiki Valkyrie mewah yang jumlahnya hanya 15 di dunia. Baru merebahkan diri di kasur villa mewahnya, tiba-tiba Davin mendapat telepon dari seseorang.
Pria itu ingat sesuatu. Tiga hari dia bolos kerja karena harus menyelesaikan admininstrasi Nayama. Tiga hari itu pula dia tidak memberi kabar pada rekan kerjanya di perusahaan. Teriakan seorang wanita menggema dari ujung telepon. Dia adalah Claudia, mantan kekasih Davin.
"Woi babu, ke mana saja kamu? Cepat kemari atau aku pecat kamu dan semua teman-teman pegawaimu!"
Davinsiap pergi ke perusahaan mantan kekasihnya.Meski sudah resmi jadi pewaris terkaya semua aset Nayama, Davintidak mau identitasnya terungkap begitu saja. Dia ingin balas dendam pada Claudia dan semua orang yang telah merendahkannya.Jika identitasnya terungkap lebih cepat, balas dendam tidak dapat dilakukan.Baru beberapa langkah meninggalkan villa mewahnya, telepon Davinkembali berdering. Kali ini dari Melvin. "Halo, ada keperluan apa menelepon pagi-pagi begini?""Tuan Besar Juta meminta Anda datang ke sini.""Mendadak sekali. Apa tidak bisa pertemuannya ditunda siang atau agak sorean nanti? Aku ada urusan di luar villa. Aku harus pergi ke Indalunauntuk membalas perbuatan Claudia.""Sebentar, Tuan, saya coba rayu Tuan Besar, semoga berkenan menggeser jam pertemuannya sampai nanti sore." Melvin tidak menutup teleponnya, sengaja agar Davinmendengar langsung percakapannya dengan Juta. "Anda bisa dengar sendiri
Davin coba membiarkan Kuncoro berkicau. Dia tidak mau menunjukkan siapa dia sebenarnya. Yang dia inginkan hanya membeli villa ini, lalu pulang dan istirahat sejenak. Namun hal ini tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi. Kuncoro semakin menghina Davin, bahkan tak segan menyebutnya miliarder papan bawah yang tidak bisa bersanding dengan anggota Klan Perak dan Klan Emas. Merasa tidak senang dengan hinaan Kuncoro, Davin mengeluarkan dompet, lalu membanting kartu hitam dengan simbol elang di atasnya. Plak! Kartu itu membungkam Kuncoro, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tubuhnya gemetar hebat melihat sepuh emas yang ada di bagian kiri bawah kartu. “An-Anda Tuan Muda Davin? Tanya Kuncoro terbata-bata. “Hmm?” Davin memandang Kuncoro remeh, sudah belasan tahun dia hidup dalam hinaan dan cacian. Kini waktunya membalas siapapun yang berani merendahkan martabatnya. “Jangankan villa Phoenix, seluruh aset Heaven Garden bisa aku beli dalam s
Kuncoro mulai khawatir jika Setiawan ingin membeli Phoenix, padahal villa mewah itu baru saja dibeli oleh miliarder paling kaya se-Asia. Sesuai dugaan Kuncoro, Setiawan mengutarakan maksud kedatangannya untuk membeli Phoenix! “Empat tahun aku menabung untuk membeli villa impian ini...” Setiawan tidak tahu jika Davin sudah membeli villa itu dan melunasinya saat itu juga. Kuncoro tidak bergeming, dia diam cukup lama, hingga mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. “Maaf, Tuan, villa ini sudah dibayar lunas oleh seseorang. Baru sepuluh menit yang lalu. Dia datang menggunakan Lamborghini Aventador merah.” “APA!” Setiawan terkejut. “Maaf, Tuan, tapi aku tidak berbohong. Villa itu sudah dibeli oleh seseorang. Bahkan dia membayarnya tunai tanpa cicilan.” Setiawan terbelalak hebat. “Sudah terjual katamu? Villa itu sangat mahal. Miliarder sepertiku saja harus menabung hampir empat tahun agar bisa membelinya. Dan kau ingin membohongiku dengan ber
Dua minggu setelah membeli villa Phoenix, Davin diminta pergi ke ibukota untuk mengurus salah satu anak cabang Nayama. Pemuda itu bosan terus-menerus duduk di kantor memeriksa catatan keuangan perusahaan. Sesekali dia keluar mencari makan, atau sekedar jalan-jalan dengan pakaian ala kadarnya. Kadang kala ada karyawan yang menghina Davin karena naik lift petinggi perusahaan. Ada juga yang meneriakinya sebagai cleaning service tidak tahu diri. Dia memilih diam. Mereka memang layak diberhentikan, tapi tidak saat ini. “Pantas perusahaan mengalami defisit, hampir tidak ada kedisiplinan di sini. Hormat dan wibawa hanya dilihat dari jabatan dan pakaian luarnya saja.” Davin gusar, dia masuk ruangan dan memanggil sekretaris pribadinya. Seorang gadis muda masuk ke ruangan, wajahnya terlampau rupawan untuk ukuran fresh graduate. “Kamu sekretaris perusahaan ini?” tanya Davin. Selama dua minggu dia tinggal di perusahaan, dia tidak sekalipun minta b
Mall Gajah adalah salah satu pusat toko emas terkemuka di ibukota. Letaknya sekitar lima belas menit dari bandara dan stasiun. Beberapa pelancong seringkali mampir di mall ini sebatas mencari buah tangan mewah saat pulang nanti. “28 Oktober, ini hari spesialku. Ahh Melvin lama sekali, apa dia lupa ini sudah pukul dua siang!?” Davin menendang kaleng hingga menggelinding ke tengah jalan. Saat mendongak, dia melihat sebuah gedung megah yang lumayan tinggi. Terlalu lelah mengurusi kasus penggelapan dana di perusahaan, Davin pergi ke salah satu toko emas di pusat kota. Dia ingat, hari ini adalah hari ulang tahun Vanessa, kekasih barunya Davin setelah putus dengan Claudia. Entah bagaimana ceritanya Davin luluh kala Viona menawarinya dengan kata-kata mutiara. Meski sudah dicampakkan ketika ingin melamar gadis itu, Davin masih menaruh rasa yang cukup dalam. Kali ini Davin jalan sendirian tanpa ditemani Melvin, ajudan pribadinya. Dia dipandang remeh oleh beber
Pemilik toko emas itu ternyata teman lama Davin waktu masih kerja sebagai kuli bangunan di pinggiran ibukota. Travis waktu itu sudah hidup mapan, punya toko emas sendiri, sedangkan Davin masih menyamar sebagai orang miskin. Keduanya mulai akrab ketika mereka bertemu di sebuah warung makan sederhana. Travis yang waktu itu terlihat stress, dihampiri Davin, lalu ditanyai permasalahan yang sedang menimpanya akhir-akhir ini. “Kenapa nggak makan? Ada masalah kerjaan? Matamu merah, pasti tidak tidur semalaman.” Davin coba ramah kepada Travis hingga akhirnya pria itu mau cerita apa yang sebenarnya terjadi. Travis tidak habis pikir, salah satu tangan kanannya berhianat dan menilap uang ratusan juta. Padahal uang itu rencananya digunakan sebagai modal usaha untuk membangun toko cabang yang lebih besar lagi. Davin memosisikan diri sebagai sahabat, dia memberi berbagai macam saran, bahkan tak segan meminjamkan uang hasil kuli bangunannya untuk membelikan Tr
Davin, yang sedang patah hati karena cintanya ditolak Claudia, memutuskan menyendiri selama beberapa hari. Di waktu bersamaan, dia menemukan seorang gadis menangis di tengah jalan. "Kamu kenapa?" tanya Davin. "Ti-tidak." Perempuan itu bernama Viona, dia lumayan cantik, pakaiannya juga mewah. Menenangkan tangis sekaligus memberi pelukan gadis itu, Davin berhasil mengambil hati Viona, hingga keduanya sempat berbincang intens tiga hari berturut-turut. Viona mengajak Davin pacaran, kencan, bahkan menghadiri beberapa pesta yang diadakan teman-teman Viona. Namun, Davin tidak tahu, semua itu dilakukan Viona agar dia tidak malu pergi sendirian ke pesta, sementara pacar aslinya, Robby, sedang ada pekerjaan di luar negeri selama dua minggu. Dengan kata lain, Davin dimanfaatkan sebagai pacar gadungan. Dan anehnya, Davin menerima begitu saja. Lebih-lebih, Davin sedang dirundu kesedihan karena cintanya ditolak Claudia. Kini, semua i
Seminggu berikutnya, Davin dipanggil ke kediaman Tuan Besar Juta karena kakeknya akan pergi ke luar negeri untuk sementara waktu.“Direktur Nayama Accent, Pak Malik, mengajukan masa pensiun dini. Aku tidak ingin mengecewakannya, dia adalah pemimpin teladan. Umurnya dua tahun lebih dua dariku, memang sudah saatnya dia fokus mengasuh anak cucu.”Davin mengangguk-angguk saja saat Juta menjelaskan hal yang harus dia kerjakan.“Dan kamu, Vin, kakek nunjuk kamu buat gantiin kerjaan Pak Malik selaku kepala direksi baru. Nanti kamu dibantu Pak Kevin, orangnya sangat rendah hati. Dia sudah delapan tahun mengabdi kepada Nayama.”“Baik, Kek, Davin akan berusaha sebaik mungkin menuruti keinginan Kakek.”Tanpa ditemani Melvin, Davin berangkat sendiri ke Nayama Accent di kota B.Satpam-satpam sudah diberitahu bahwa kepala direksi baru akan datang menggunakan motor vespa butut. Hatinya berdebar-debar ketika memasuk