Mall Gajah adalah salah satu pusat toko emas terkemuka di ibukota. Letaknya sekitar lima belas menit dari bandara dan stasiun. Beberapa pelancong seringkali mampir di mall ini sebatas mencari buah tangan mewah saat pulang nanti.
“28 Oktober, ini hari spesialku. Ahh Melvin lama sekali, apa dia lupa ini sudah pukul dua siang!?” Davin menendang kaleng hingga menggelinding ke tengah jalan. Saat mendongak, dia melihat sebuah gedung megah yang lumayan tinggi.
Terlalu lelah mengurusi kasus penggelapan dana di perusahaan, Davin pergi ke salah satu toko emas di pusat kota. Dia ingat, hari ini adalah hari ulang tahun Vanessa, kekasih barunya Davin setelah putus dengan Claudia.
Entah bagaimana ceritanya Davin luluh kala Viona menawarinya dengan kata-kata mutiara.
Meski sudah dicampakkan ketika ingin melamar gadis itu, Davin masih menaruh rasa yang cukup dalam. Kali ini Davin jalan sendirian tanpa ditemani Melvin, ajudan pribadinya. Dia dipandang remeh oleh beber
Pemilik toko emas itu ternyata teman lama Davin waktu masih kerja sebagai kuli bangunan di pinggiran ibukota. Travis waktu itu sudah hidup mapan, punya toko emas sendiri, sedangkan Davin masih menyamar sebagai orang miskin. Keduanya mulai akrab ketika mereka bertemu di sebuah warung makan sederhana. Travis yang waktu itu terlihat stress, dihampiri Davin, lalu ditanyai permasalahan yang sedang menimpanya akhir-akhir ini. “Kenapa nggak makan? Ada masalah kerjaan? Matamu merah, pasti tidak tidur semalaman.” Davin coba ramah kepada Travis hingga akhirnya pria itu mau cerita apa yang sebenarnya terjadi. Travis tidak habis pikir, salah satu tangan kanannya berhianat dan menilap uang ratusan juta. Padahal uang itu rencananya digunakan sebagai modal usaha untuk membangun toko cabang yang lebih besar lagi. Davin memosisikan diri sebagai sahabat, dia memberi berbagai macam saran, bahkan tak segan meminjamkan uang hasil kuli bangunannya untuk membelikan Tr
Davin, yang sedang patah hati karena cintanya ditolak Claudia, memutuskan menyendiri selama beberapa hari. Di waktu bersamaan, dia menemukan seorang gadis menangis di tengah jalan. "Kamu kenapa?" tanya Davin. "Ti-tidak." Perempuan itu bernama Viona, dia lumayan cantik, pakaiannya juga mewah. Menenangkan tangis sekaligus memberi pelukan gadis itu, Davin berhasil mengambil hati Viona, hingga keduanya sempat berbincang intens tiga hari berturut-turut. Viona mengajak Davin pacaran, kencan, bahkan menghadiri beberapa pesta yang diadakan teman-teman Viona. Namun, Davin tidak tahu, semua itu dilakukan Viona agar dia tidak malu pergi sendirian ke pesta, sementara pacar aslinya, Robby, sedang ada pekerjaan di luar negeri selama dua minggu. Dengan kata lain, Davin dimanfaatkan sebagai pacar gadungan. Dan anehnya, Davin menerima begitu saja. Lebih-lebih, Davin sedang dirundu kesedihan karena cintanya ditolak Claudia. Kini, semua i
Seminggu berikutnya, Davin dipanggil ke kediaman Tuan Besar Juta karena kakeknya akan pergi ke luar negeri untuk sementara waktu.“Direktur Nayama Accent, Pak Malik, mengajukan masa pensiun dini. Aku tidak ingin mengecewakannya, dia adalah pemimpin teladan. Umurnya dua tahun lebih dua dariku, memang sudah saatnya dia fokus mengasuh anak cucu.”Davin mengangguk-angguk saja saat Juta menjelaskan hal yang harus dia kerjakan.“Dan kamu, Vin, kakek nunjuk kamu buat gantiin kerjaan Pak Malik selaku kepala direksi baru. Nanti kamu dibantu Pak Kevin, orangnya sangat rendah hati. Dia sudah delapan tahun mengabdi kepada Nayama.”“Baik, Kek, Davin akan berusaha sebaik mungkin menuruti keinginan Kakek.”Tanpa ditemani Melvin, Davin berangkat sendiri ke Nayama Accent di kota B.Satpam-satpam sudah diberitahu bahwa kepala direksi baru akan datang menggunakan motor vespa butut. Hatinya berdebar-debar ketika memasuk
Hati Davinterbakar cemburu ketika dia melihat foto-foto mesra Viona bersama Robby. Bagaimanapun, dia masih mencintai perempuan itu. Dan kini dia berjanji akan membuat Robbymalu hari ini juga.“Aku nggak punya hubungan apa-apa lagi sama Viona,” ujar Davin, tenang. “Aku ke sini mau ketemu sekretarisnya Pak Malik Aditoni…”“Kamu pikir mudah menemui orang semacam beliau? Hahaha! Kamu benar-benar tolol ternyata. Tolol dan lugu, nggak ada bedanya. Hahaha!”Robbytertawa keras, hingga sejumlah karyawan yang kebetulan melintas menoleh karena penasaran. Salah satu di antaranya adalah Viona. Viona bergegas ke arah sumber suara. Lalu, tanpa perlu mencari tahu masalahnya, Viona langsung melabrak Davin.“Astaga! Kenapa sih kamu menguntitku terus? Kita udah selesai, Davin! Apalagi yang kamu mau? Ini bukan tempat sembarangan. Kamu nggak usah repot-repot datang ke sini. Tempat ini bukan levelmu. Coba kamu
Davindan Kevin Sudiro berjalan beriringan menuju pintu lift. Mereka akan ke ruang pertemuan di lantai 6. Sejumlah orang yang menyaksikan adegan ini hanya bisa melongo. Robbybahkan tampak gelisah, dia tidak menyangka laki-laki yang pernah dihinanya di Mall Gajah dua minggu lalu, adalah atasannya sendiri. Bahkan dia merupakan pewaris sah seluruh aset Nayama. “Lho, kenapa kalian masih belum bergerak? Ayo, dong! Acara akan segera kita mulai,” kata Kevin Sudiro kepada orang-orang yang masih berkerumun itu. Mereka pun langsung mengekor Davindan Kevin Sudiro. Robbyyang penasaran berbisik kepada Viona. “Sebenarnya siapa sih, Davinini? Jangan-jangan dia seorang penipu. Pembual bajingan…” Viona hanya menggeleng. Robbysemakin penasaran. Pintu lift terbuka. Mereka tiba di lorong lantai 6. Sambil berjalan, Kevin Sudiro mengajak Davinberbincang ringan. “Siap nggak siap, kamu mesti siap,” kata
Robby, sementara itu, terlihat semakin tidak berdaya. Bahkan kini dia bersujud sambil memegangi kedua kaki Davin.“Aku berjanji tidakakan mengulangi lagi, Pak Davin. Demi Tuhan, aku bersumpah. Aku akan melakukan apa saja. Aku mohon jangan memecatku. Tolong jangan…” Robbyterus memelas dan memohon.Davintetap tidak peduli. Dia berusaha menghindarkan kakinya dari kedua tangan Robby. Robbyterus merengek. Davinbertambah muak dibuatnya. Lalu serta-merta ujung sepatu Davinmelesat ke wajah Robby.Jdak!Robbybergulingan di lantai akibat tendangan keras Davin. Darah keluar dari ujung bibirnya.“Hina sekali caramu! Otak bebal, congkak! Nggak tahunya cuma bisa merengek-rengek. Cepat pergi dari sinisebelum keamanan yang menyeretmu turun dari lantai enam!” usir Davin, tapi Robby tidak mau bergerak.Tanpa menunggu Robbyberdiri, Davinmemerintahkan seorang petugas keam
Salah satu staff turun ke bawah memanggil cleaning service. Hampir semuanya memesan kopi, sama seperti yang Davin pesan.Ketika minuman panas itu jadi, Davin tidak langsung membuka rapat pembahasan tentang perusahaan. Dia mencari tahu lebih dulu apa yang mendasari korupsi itu terjadi. Entah karena kekurangan uang, terpaksa, atau mereka melakukan ini dengan sepenuh hati.Jason mengakui, semua yang terlibat dalam korupsi rata-rata dari kalangan menengah ke atas.“Hampir tidak ada karyawan kelas bawah yang ikut campur dalam korupsi ini. Mereka hanya diintimidasi, diancam apabila nekat menyebarkan informasi ini pada atasan.” Jason membeberkan semuanya.“Telusuri semua. Sasar sampai bersih. Jangan ada satu pun yang tersisa. Sikat semua mereka yang punya hubungan dengan Robby!” perintah Davinkepada mereka.Hari itu juga, semua hal yang berkaitan dengan ketidakberesan Robbydiselesaikan semuanya. Sejumlah instruksi dari
Brak!“Ma-maaf, Non, saya tidak sengaja.”Davin tidak sengaja menabrak seorang yang sangat cantik. Mata biru, bibir tipis, alis tebal, dan tentu, dua lesung pipi yang membuatnya nampak seperti bidadari. Rambut pirang dengan sedikit poni menutup dahi, ahh, dia sungguh sempurna.Lisa adalah bidadari kampus. Namanya terkenal di semua kalangan, tak terkecuali para mahasiswi. Bahkan kampus lain rela pura-pura mengajukan proposal kerja sama demi bisa tahu sosok Lisa.Sampai ada pepatah, bayangannya bahkan lebih cantik dari sepuluh orang wanita.Davin berdegup kencang ketika tahu, perempuan yang baru saja dia tabrak adalah perempuan yang selama ini dia sukai. Meskipun dia pernah pacaran dengan Viona dan Claudia, tetap saja, Lisa adalah cinta pertamanya.“Kamu tuh gimana sih, kalau jalan jangan melamun! Ya masa jalan selebar ini kamu bisa nabrak orang!” kesal Lisa, dia mengambil dua buku tulisnya yang berserakan di lantai.