Awal menjabat jadi Tuan Muda Nayama tidaklah mudah. Davin segera dihadapkan persoalan rumit; menangani defisit yang terjadi di beberapa anak perusahaan. Belum lagi harus menandatangani tumpukan berkas.
Membacanya satu per satu, Davin nampak mulai jenuh. Ingatan akan balas dendam kembali membangkitkan semangatnya untuk jadi orang terkaya di Asia.
Tiga hari pertama dilalui Davin dengan membereskan surat-surat yang berkaitan dengan admininstrasi perusahaan. Dia terpaksa tinggal lebih dulu di istana mewah milik kakeknya. Ditemani Melvin, ajudan pribadi Davin, dia pergi ke lantai atas untuk menandatangani surat perjanjian.
“Perkenalkan, Tuan, Saya Melvin, saya resmi menjadi ajudan pribadi Anda. Jika Tuan butuh apa-apa, silakan telepon saya. Jam tangan itu dilengkapi peralatan khusus, Tuan bisa menelepon saya kapanpun dan dimana pun,” kata Melvin sembari membungkuk.
“Terima kasih, Melvin, dirimu tetap sopan seperti dulu, tidak berubah." Davin memuji Melvin yang tetap setia meskipun dirinya pergi meninggalkan Nayama belasan tahun lamanya.
“Namun, Tuan Muda, Tuan Juta menyuruh Anda pergi ke showroom untuk mencari kendaraan. Beliau tidak mengizinkan Anda pergi sebelum Anda punya kendaraan pribadi.”
“Kenapa harus mobil sport? Aku tidak pernah menunggangi mobil itu. Aku lebih suka naik mobil-mobil biasa. Asal nyaman, aku tidak masalah." Davin mengeluh karena harus beli mobil sport. "Coba rayu kakek, siapa tahu dia berubah pikiran."
“Tuan Juta ingin Anda membeli mobil Sport untuk menaikkan wibawa, setidaknya di mata petinggi Nayama yang lain.”
“Hmm, aku tidak terlalu suka mobil sport,” ketus Davin, nafasnya mendengus kesal. “Tapi gimana lagi, kakek yang nyuruh aku beli. Okelah, kapan kita pergi ke showroom?”
“Sebenarnya hari ini, tapi saya ada pertemuan dengan petinggi Nayama Accent bersama Tuan Juta,” lirih Melvin, lalu minta maaf.
“Berikan saja alamatnya padaku, aku pergi sendiri naik motor.”
“Baik, Tuan Muda, maaf karena tidak bisa mendampingimu. Nanti akan saya hampiri ketika pertemuan sudah selesai.”
Davin meninggalkan istana megah itu tanpa membuka lemari pakaian. Dia pergi dengan celana robek bekas dipukuli Claudia dan keluarganya. Sesampainya di bawah, Davin menghidupkan motor bututnya, lantas pergi ke alamat yang diberikan Melvin.
Kota J tidak terlalu padat, hanya beberapa mobil yang lalu lalang di bundaran pusat kota, apalagi BMKG memperediksi suhu kota J berada di angka 34 derajat.
Setelah 20 menit mengendarai motor, Davin sampai di sebuah showroom mewah. Satpam memandang remeh Davin, menyuruhnya parkir di depan gerbang.
“Kenapa harus di luar, bukannya parkir motor ada di dalam showroom?” Davin tidak terima diperlakukan berbeda dengan orang lain. “Kenapa hanya motorku? Lihatlah, motor R-15 itu tidak kau berhentikan!”
“Dia pemimpin showroom ini, beda denganmu, gelandangan tapi sok kaya!”
Davin bersikukuh membawa motornya masuk hingga adu mulut terjadi. Seorang lelaki berjas datang dan melerai mereka, mempersilakan Davin masuk, tapi tidak dengan motor bututnya.
“Luxury FX Showroom? Aku tidak salah alamat. Ini tempat yang diceritakan Melvin,” batin Davin.
...
Showroom itu sangat mewah. Terkenal dan dipuji-puji miliarder ternama di negeri ini, Luxury FX Showroom selalu menawarkan mobil-mobil mewah dengan merk terkenal. Jaminan kualitas selalu menjadi motto utama.
Menginjakkan kaki di halaman luar showroom, Davin segera disambut tiga SPG berambut panjang hitam lurus. Ternyata yang mereka sambut bukanlah Davin, melainkan sepasang sejoli yang menggunakan jas mewah dan gaun putih elegan. Namun sejoli itu menolak dan minta dilayani satu SPG saja.
Dua lainnya berjalan mendekati Davin, berusaha merayunya.
"Selamat datang, Tuan, silakan dipilih mobilnya. Kami menyediakan mobil kualitas terbaik di negeri ini. Berbagai varian baru sudah disiapkan."
"Jangan takut, Tuan, kami menawarkan harga khusus bagi pembeli yang membayar cash."
"Tuan, minta nomor teleponnya."
Berjarak tiga meter dari Davin, keduanya menghentikan langkah. Tangan mereka kompak bergerak ke hidung. Salah satu SPG bahkan mual melihat penampilan Davin yang tak ubahnya seperti gembel.
"Sialan! Aku membuang suara mahal dan rayuanku untuk lelaki miskin sepertimu. Rasanya ingin muntah, mana bau busuk lagi! Sudahlah, aku tidak kuat lagi, kau saja yang urus!"
SPG lainnya menoleh. "Memang hobiku mengurus orang miskin yang bertingkah sok kaya!"
Davin berhadapan dengan seorang perempuan cantik. Make up-nya sangat tebal. Bedaknya bahkan jauh lebih tebal dari pagar rumah warga. Melihat wajah SPG itu, Davin sadar jika perempuan di depannya merupakan SPG yang dulu pernah menghinanya saat mengkredit motor vespa butut di showroom lain.
"There," sapa Davin.
There tersentak begitu Davin tahu namanya. Ingatannya tiba-tiba memutar kejadian dua tahun lalu saat Davin mencari vesba butut. Yang buat jengkel, Davin terlalu banyak tanya, namun tidak bisa membelinya cash.
"Kamu lagi, mau apa emang? Mau bikin keributan lagi di sini? Mending kamu pergi dari pada aku panggil satpam. Orang sepertimu tidak mungkin bisa membeli mobil di showroom ini. Jangan buang-buang waktu, cepat cincing celanamu dan keluar!"
Mengabaikan omongan perempuan itu, Davin tetap berjalan masuk. Dia datang untuk membeli mobil, bukan untuk berdebat. Dari semua mobil yang dipajang, ada satu mobil yang menarik perhatian Davin.
"Jangan menyentuhnya! Kamu bisa merusak kemewahan mobil itu! Tanganmu tak lebih menjijikkan dari sampah jalanan!" There memaki Davin, merendahkannya di hadapan semua orang yang ada di showroom.
"Aku mau mobil yang ini!" Davin menegaskan lagi.
There tertawa sangat keras. Tawanya semakin kencang kala tahu Davin menginginkan mobil Valkyrie 46 miliar. Jumlahnya hanya lima belas di dunia. There berpikir, membeli vespa butut saja harus kredit, apalagi beli mobil mewah ini?
Celana sobek dan kaos lusuh yang dikenakan Davin membuat semua orang menyepelekannya. Padahal mereka tidak tahu kalau Davin adalah pewaris resmi semua kekayaan Nayama. Showroom seperti ini bisa dia beli dalam hitungan detik!
"Cepat pergi atau aku panggil satpam!" There mengancam Davin, tapi Davin tidak takut.
Davin mengangkat salah satu alisnya. "Oke. Kita lihat saja siapa yang akan diusir dari showroom ini!"
"Heh, kamu mau mengancamku? Jangan pikir aku takut dengan ancamanmu!" There menaikkan suaranya. "Orang sepertimu mana pantas masuk ke showroom terkenal ini! Jika ada miliarder yang melihatmu, lalu mereka tidak jadi beli mobil, apa kamu mau tanggung jawab?" Davinmendengus gusar. "Aku mau beli mobil. Aku tidak ingin berdebat." "Tempat ini tidak cocok untukmu! Kalau mau cari mobil, cepat cari di toko barang bekas! Kali aja kamu nemu mobil bekas yang bisa dibeli." There berhenti sejenak sembari menahan tawa. "Eh lupa, vespa butut saja harus kredit, apalagi mobil!" Menyesal karena masuk ke showroom ini, Davintidak nafsu lagi melihat-lihat mobil di sana. Namun mobil putih di depannya terlalu menarik. Pemuda tampan itu tidak bisa meninggalkannya begitu saja. "Dasar sales rendahan! Selalu memandang orang dari tampilan fisiknya saja!" "Kamu mengejekku? Tidak masalah. Nyatanya kamu memang miskin. Buat beli baju sama celana aja nggak bisa, ba
There masuk ke ruang direktur. Wajahnya berubah musam, seperti habis makan buah sirsak yang belum matang sepenuhnya. Entah hukuman apa yang akan diberikan Nara hingga membuat perempuan itu jera. Merasa tidak enak dengan Davinyang dihina bawahannya sendiri, Nara segera minta maaf. "Saya tidak menyangka There akan melakukannya lagi. Dua kali teguran dan surat peringatan dilayangkan, tapi perempuan itu tak kunjung berubah. Sekali lagi saya minta maaf atas kelakuan tidak sopan salah satu sales di sini." Davinmengernyitkan dahi. "Kenapa kamu begitu sopan? Bukankah orang kaya suka menilai dari tampilan fisiknya saja?" "Direktur adalah cerminan semua pegawainya. Saya tidak mau perilaku buruk itu jadi tradiri di showroom ini. Kami tidak pernah membedakan pelanggan yang masuk. Karena motto kami, pelanggan adalah raja." "Bagus. Lalu bagaimana dengan perempuan tadi?" "There maksud Anda?" Pertanyaan Nara hanya dijawab anggukan oleh Dav
Davinsiap pergi ke perusahaan mantan kekasihnya.Meski sudah resmi jadi pewaris terkaya semua aset Nayama, Davintidak mau identitasnya terungkap begitu saja. Dia ingin balas dendam pada Claudia dan semua orang yang telah merendahkannya.Jika identitasnya terungkap lebih cepat, balas dendam tidak dapat dilakukan.Baru beberapa langkah meninggalkan villa mewahnya, telepon Davinkembali berdering. Kali ini dari Melvin. "Halo, ada keperluan apa menelepon pagi-pagi begini?""Tuan Besar Juta meminta Anda datang ke sini.""Mendadak sekali. Apa tidak bisa pertemuannya ditunda siang atau agak sorean nanti? Aku ada urusan di luar villa. Aku harus pergi ke Indalunauntuk membalas perbuatan Claudia.""Sebentar, Tuan, saya coba rayu Tuan Besar, semoga berkenan menggeser jam pertemuannya sampai nanti sore." Melvin tidak menutup teleponnya, sengaja agar Davinmendengar langsung percakapannya dengan Juta. "Anda bisa dengar sendiri
Davin coba membiarkan Kuncoro berkicau. Dia tidak mau menunjukkan siapa dia sebenarnya. Yang dia inginkan hanya membeli villa ini, lalu pulang dan istirahat sejenak. Namun hal ini tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi. Kuncoro semakin menghina Davin, bahkan tak segan menyebutnya miliarder papan bawah yang tidak bisa bersanding dengan anggota Klan Perak dan Klan Emas. Merasa tidak senang dengan hinaan Kuncoro, Davin mengeluarkan dompet, lalu membanting kartu hitam dengan simbol elang di atasnya. Plak! Kartu itu membungkam Kuncoro, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tubuhnya gemetar hebat melihat sepuh emas yang ada di bagian kiri bawah kartu. “An-Anda Tuan Muda Davin? Tanya Kuncoro terbata-bata. “Hmm?” Davin memandang Kuncoro remeh, sudah belasan tahun dia hidup dalam hinaan dan cacian. Kini waktunya membalas siapapun yang berani merendahkan martabatnya. “Jangankan villa Phoenix, seluruh aset Heaven Garden bisa aku beli dalam s
Kuncoro mulai khawatir jika Setiawan ingin membeli Phoenix, padahal villa mewah itu baru saja dibeli oleh miliarder paling kaya se-Asia. Sesuai dugaan Kuncoro, Setiawan mengutarakan maksud kedatangannya untuk membeli Phoenix! “Empat tahun aku menabung untuk membeli villa impian ini...” Setiawan tidak tahu jika Davin sudah membeli villa itu dan melunasinya saat itu juga. Kuncoro tidak bergeming, dia diam cukup lama, hingga mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. “Maaf, Tuan, villa ini sudah dibayar lunas oleh seseorang. Baru sepuluh menit yang lalu. Dia datang menggunakan Lamborghini Aventador merah.” “APA!” Setiawan terkejut. “Maaf, Tuan, tapi aku tidak berbohong. Villa itu sudah dibeli oleh seseorang. Bahkan dia membayarnya tunai tanpa cicilan.” Setiawan terbelalak hebat. “Sudah terjual katamu? Villa itu sangat mahal. Miliarder sepertiku saja harus menabung hampir empat tahun agar bisa membelinya. Dan kau ingin membohongiku dengan ber
Dua minggu setelah membeli villa Phoenix, Davin diminta pergi ke ibukota untuk mengurus salah satu anak cabang Nayama. Pemuda itu bosan terus-menerus duduk di kantor memeriksa catatan keuangan perusahaan. Sesekali dia keluar mencari makan, atau sekedar jalan-jalan dengan pakaian ala kadarnya. Kadang kala ada karyawan yang menghina Davin karena naik lift petinggi perusahaan. Ada juga yang meneriakinya sebagai cleaning service tidak tahu diri. Dia memilih diam. Mereka memang layak diberhentikan, tapi tidak saat ini. “Pantas perusahaan mengalami defisit, hampir tidak ada kedisiplinan di sini. Hormat dan wibawa hanya dilihat dari jabatan dan pakaian luarnya saja.” Davin gusar, dia masuk ruangan dan memanggil sekretaris pribadinya. Seorang gadis muda masuk ke ruangan, wajahnya terlampau rupawan untuk ukuran fresh graduate. “Kamu sekretaris perusahaan ini?” tanya Davin. Selama dua minggu dia tinggal di perusahaan, dia tidak sekalipun minta b
Mall Gajah adalah salah satu pusat toko emas terkemuka di ibukota. Letaknya sekitar lima belas menit dari bandara dan stasiun. Beberapa pelancong seringkali mampir di mall ini sebatas mencari buah tangan mewah saat pulang nanti. “28 Oktober, ini hari spesialku. Ahh Melvin lama sekali, apa dia lupa ini sudah pukul dua siang!?” Davin menendang kaleng hingga menggelinding ke tengah jalan. Saat mendongak, dia melihat sebuah gedung megah yang lumayan tinggi. Terlalu lelah mengurusi kasus penggelapan dana di perusahaan, Davin pergi ke salah satu toko emas di pusat kota. Dia ingat, hari ini adalah hari ulang tahun Vanessa, kekasih barunya Davin setelah putus dengan Claudia. Entah bagaimana ceritanya Davin luluh kala Viona menawarinya dengan kata-kata mutiara. Meski sudah dicampakkan ketika ingin melamar gadis itu, Davin masih menaruh rasa yang cukup dalam. Kali ini Davin jalan sendirian tanpa ditemani Melvin, ajudan pribadinya. Dia dipandang remeh oleh beber
Pemilik toko emas itu ternyata teman lama Davin waktu masih kerja sebagai kuli bangunan di pinggiran ibukota. Travis waktu itu sudah hidup mapan, punya toko emas sendiri, sedangkan Davin masih menyamar sebagai orang miskin. Keduanya mulai akrab ketika mereka bertemu di sebuah warung makan sederhana. Travis yang waktu itu terlihat stress, dihampiri Davin, lalu ditanyai permasalahan yang sedang menimpanya akhir-akhir ini. “Kenapa nggak makan? Ada masalah kerjaan? Matamu merah, pasti tidak tidur semalaman.” Davin coba ramah kepada Travis hingga akhirnya pria itu mau cerita apa yang sebenarnya terjadi. Travis tidak habis pikir, salah satu tangan kanannya berhianat dan menilap uang ratusan juta. Padahal uang itu rencananya digunakan sebagai modal usaha untuk membangun toko cabang yang lebih besar lagi. Davin memosisikan diri sebagai sahabat, dia memberi berbagai macam saran, bahkan tak segan meminjamkan uang hasil kuli bangunannya untuk membelikan Tr