"Kalian sudah ada di lokasi?" tanya Ethan kepada anggota Aquila Nera yang saat ini berada di kota Trapani.
Mereka sebenarnya adalah anggota Aquila Nera cabang kota Enna yang diutus oleh Ethan untuk mendatangi markas The Monster di kota Trapani."Ya, Capo! Kami sudah berada di Via Due Vanelle, tak jauh dari ruko yang mereka jadikan sebagai markas," lapor pria yang bernama Max Russo itu."Kau membawa anak buah yang lain, kan?" tanya Ethan memastikan.Max tertawa kecil."Tentu, Capo. Bagaimana bisa aku melakukannya sendiri? Antara anggota Aquila Nera yang satu dengan anggota Aquila Nera yang lain adalah satu kesatuan. Tidak akan lengkap dan sempurna tugas dan misi kita jika kita tak saling membantu antara satu dengan yang lain," jawab Max.Ethan yang sedang berada di kota C, manggut-manggut mendengar jawaban dari Max."Ok, baiklah. Aku mempercayakan ini padamu. Silahkan bicarakan ini baik-baik dulu dengan Alfonso, katakanSudah dibilang, mereka anggota Aquila Nera sepertinya sangat memuja Ethan sebagai panutan. Begitu pun dengan Max. Gayanya yang santai terlihat sama seperti Ethan. Malah mungkin penampilannya lebih stylish dibandingkan dengan sang capo. Lihat saja dia! Bahkan kaca mata hitamnya bertengger dengan apik di batang hidungnya.Kedua bodyguard itu saling pandang sejenak sebelum akhirnya mereka tertawa sinis mendengar siapa orang yang berada di hadapan mereka ini."Bos sedang tidak ada. Kalian pulang saja! Jangan buat lelucon di sini. Di sini capo dei capi adalah Tuan Alfonso, bukan yang lainnya," kata salah seorang dari bodyguard itu.Max tersenyum tipis saat mendengar penolakan dari bodyguard itu untuk mempertemukan mereka dengan Alfonso. Usai tersenyum dengan manisnya, pria itu tanpa aba-aba, langsung menendang bodyguard itu dengan telapak kakinya tepat di bagian dada. BRUGGGHH!!!Pria itu langsung terlempar mundur ke belakang hingga punggung
"Are you ready?" seru Max kepada ketiga orang temannya itu.Dominic, Toretto dan Demian pun tersenyum tipis. Lalu seolah mereka sudah diberi aba-aba sebelumnya, mereka pun masing-masing mulai beratraksi menunjukkan kemampuan mereka menaklukkan lawan. Dominic misalnya, pria itu dengan gerak cepat bersalto ke arah anggota The Monster yang berada berkelompok paling banyak. Lalu tanpa melepaskan tembakan, dia pun menendang salah seorang dari mereka tanpa orang itu sempat menghindar.Merasa diserang tanpa mereka siap, beberapa dari temannya buru-buru mengokang senjata mereka dan menembak membabi buta ke arah Dominic. Dominic sendiri entah bagaimana bisa menghindari semua peluru itu sehingga tak ada satu pun peluru yang nyadar ke tubuhnya.Ketika perhatian semua orang yang ada di sana semuanya nyaris tertuju pada Dominic, hal itu pun langsung dimanfaatkan oleh Demian dan Toretto untuk menyerang anggota-anggota The Monster yang lengah. T
"Aku tidak tertarik ikut organisasi itu. Aku sudah memiliki organisasiku sendiri. The Monster. Kalian tahu itu, kan?" Max mengangguk."Ya, kami bisa melihat itu. Tapi tiap-tiap organisasi dan sindikat mafia yang ada di Sisilia wajib ikut organisasi SMG.""Oh, ya? Kata siapa? Kalau aku tidak tertarik ikut, kalian mau apa? Ingin memaksaku, hmm?" katanya dengan nada yang sangat remeh."Capo dei capi mengundangmu dengan baik-baik sebagai seorang pimpinan The Monster. Ini juga demi kebaikan bersama. Kalau organisasi dan sindikatmu sedang bermasalah dengan organisasi lain atau bahkan dengan pemerintah, pihak SMG bisa saja membantu." Max menerangkan lagi dengan sabar sementara ketiga temannya hanya diam. Mereka menyerahkan semuanya pada Max sebagai pemimpin misi mereka kali ini.Mendengar jawaban dari Max atas jawabannya itu, Alfonso tertawa meremehkan."Membantu katamu? Hahaha ... kau sungguh-sungguh berpikir kalau aku membu
Toretto yang sedari tadi tersambung dengan Ethan melalui panggilan telepon, kini memindahkan bluetooth handsfree yang berada di telinganya ke telinga Max."Demian, lepaskan ak ...!""Max! Dengarkan aku! Kau lupa apa yang aku katakan tadi?" Max yang sedari tadi hendak berontak dari cekalan Dominic dan Demian, sontak terdiam saat mendengar suara Ethan dari handsfree yang dilekatkan oleh Toretto di telinganya."Ya, Capo?" Max mengatur napasnya yang mulai memburu karena emosi."Aku bilang tadi bicarakan ini baik-baik dengannya, Max!" Ethan memperingatkan."Aku sudah berbicara baik-baik dengannya. Tapi dia malah dengan sombongnya malah menghinamu. Dasar tidak tahu diri! Rasanya aku ingin sekali merontokkan giginya dan meledakkan markasnya bersama dia dengan orang-orangnya!" umpat Max sambil mata tetap menatap tajam pada Ethan.Alfonso yang melihat para tamunya sedang berbicara dengan orang yang menyuruh mereka lagi
"Apa harganya tak bisa kurang lagi?" Benigno tersenyum tipis dan menggeleng. "Itu barang dengan kualitas bagus. Aku bisa memberimu tester kalau kau mau mencobanya di sini. Aku mendapatkannya tidak mudah. Dari Amerika, melalui proses pengiriman yang rumit untuk menghindari petugas pemerintahan," kata Benigno.Di depannya saat ini sedang ada calon pembeli obat-obatan terlarang yang dia selundupkan dari Amerika untuk dijual kembali di daerah Sisilia.Pria di hadapan Benigno ini kembali menjumput barang terlarang berbentuk serbuk putih itu dan merasakan teksturnya di genggaman tangan, lalu ia pun kembali menabur benda itu pada tempatnya semula."Bagaimana? Kalau kau orang lama dalam bisnis ini, kau pasti bisa membedakan mana barang bagus dan mana barang kualitas rendahan."Calon pembeli itu menimbang-nimbang sejenak."Capo, tolong kurangi harganya sedikit lagi," pinta orang itu."Astaga! Kau bukan baru pertama kal
Begitu mendapat kabar kalau kasinonya dirampok, Benigno dan Jordy pun segera menuju Mensina Casino. "Apa saja yang kalian lakukan sampai-sampai terjadi hal seperti ini?!" bentak Benigno. "Maafkan kami, Capo. Orang itu ... mereka datang membawa rombongan senjata. Menurut keterangan pengunjung yang sedang berada di depan Kasino begitu mereka turun dari mobil mereka pun langsung menembaki bodyguard kita, Capo!" kata salah seorang staf kasino. "Sialan!! Siapa orang-orang itu?! Berani-beraninya dia merampok kasinoku. Apa dia tidak punya takut sama sekali?!" Meski Jordy sudah mengatakan kalau yang merampok kasinonya adalah Capo dei capi, tapi Benigno rasanya tidak bisa percaya sama sekali pada keterangan yang diberikan oleh Jordy. "Kata salah seorang dari mereka, emh ... sepertinya dia adalah pemimpin dari perampokan itu, Capo. Dia mengatakan kalau dia adalah Capo dei Capi, Capo," kata orang itu lagi dengan mimik
"Tuan Benigno saat ini sedang tidak bisa diganggu. Jika Tuan-tuan ada keperluan, tanyakan saja pada saya. Nanti saya akan menjawab semampu yang saya bisa," kata Jordy menawarkan.Danilo, polisi yang tempo hari datang ke kediaman Benigno, menatap Jordi dengan pandangan menyelidiki."Kami hanya butuh berbicara dengan Tuan Benigno sebagai pemilik dari kasino ini. Kami perlu menanyakan beberapa hal padanya tentang sesuatu yang orang lain mungkin tidak tahu jawabannya. Misalnya tentang saingan bisnisnya, jumlah uang yang dicuri oleh perampok itu. Kami ingin tahu semuanya," kata polisi itu."Tuan-tuan bisa menanyakan itu pada saya, tak harus bertanya langsung pada Tuan Ben. Saya akan menjawabnya," jawab Jordy dengan mantap.Kedua polisi ini saling pandang."Kami hanya ingin bertemu dengan Tuan Benigno!" Lagi-lagi polisi ini bersikeras ingin bertemu dengan Benigno."Tapi Tuan Ben masih ada urusan.""Kami akan menunggu."
"Kenapa kalian diam, hmm?" tantang Benigno.Saat ini ada banyak hal yang menjadi pikiran Benigno terkait perampokan ini. Dia sedang tidak baik-baik saja. Apa lagi orang yang telah merampok kasinonya adalah orang yang selama ini ia bangga-banggakan. Capo dei capi.Jadi saat mendengar polisi ini menanyakan tentang hal itu, ia menjadi sensitif karenanya."Maaf, Tuan Ben. Aku rasa Tuan Ben, sudah salah paham pada kami. Kami menanyakan hal itu tidak bermaksud menuduh Kalau Tuan Ben adalah seorang mafia," kilah Danilo."Salah paham bagaimana? Kalian menanyakan itu kepadaku seolah-olah aku mengenal capo dei capi itu. Dan apa kalian bilang tadi? Kalian bilang dia adalah bos dari segala bos mafia? Lalu kalian juga mendesakku untu memberi tahu apa pun tentangnya yang aku tahu. Bukankah dari itu saja sudah kelihatan kalau kalian sedang berupaya untuk mengorek sesuatu dariku? Lalu apa maksud dari semua itu? Kalian menuduhku adalah mafia juga?"Benign
"Kita pulang nanti saja," kata Ethan yang saat ini sedang berada di dalam lift bersama Crystal, Anna dan Clarissa ke lantai sembilan gedung Mare Nostrum Hotel.Meski Crystal tak begitu paham apa tujuan Ethan tak mau langsung pulang ke Golden Time Residence, namun Crystal tetap menurut untuk ikut dengan Ethan, bersama Anna dan Clarissa tentu saja.Sesampainya di lantai sembilan, mereka pun keluar dari lift dan langsung menuju kamar bernomor 909. Ethan mengambil dompet dari kantong celananya lalu dari dalam dompet ia mengeluarkan sebuah kartu dan menempelkannya pada alat detektor yang berada di gagang pintu kamar.Ceklek!!!Pintu itu pun terbuka."Masuk!" kata Ethan mempersilahkan.Tanpa canggung sama sekali seolah itu adalah rumahnya, Ethan langsung masuk begitu saja dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa."Kau check-in di sini?" tanya Crystal melongo. Tak berminat untuk duduk, Crystal malah lebih penasaran untuk melihat-lihat. Ia memperhatikan sekeliling ruangan kamar hotel ini. Ru
"Sebelah sini, Nyonya!" Security itu mengantar Crystal, Anna dan Clarissa ke cafe hotel yang berada di lantai tiga. Sesampainya di sana, petugas keamanan itu memanggil salah seorang pelayan cafe untuk datang menghampiri mereka.Sedikit mengherankan juga bagi Crystal. Bagaimana mungkin staf keamanan yang tadi sangat kekeuh ingin memeriksanya sesuai prosedur hotel, setelah menerima telepon dari orang yang katanya adalah rekannya itu, kini malah mengantarkannya ke kafe seperti seorang tamu hotel yang diistimewakan.Staf keamanan itu membawa pelayan cafe itu sedikit menjauh sekitar dua, tiga langkah dan berbisik."Dia adalah Nyonya, istrinya Capo. Maksudku wanita yang berpakaian gaun biru itu. Tolong layani mereka dengan baik. Jangan sampai ada keluhan, apalagi jika itu sampai pada Capo. Kau tentu tak mau dianggap oleh Capo sebagai pekerja yang tidak becus, kan?" jelas security keamanan itu.Pelayan itu mengangguk."Baiklah, Tuan. Akan saya lakukan," jawabnya.Setelah itu security itu
Crystal menatap Mare Nostrum Hotel, tempat dimana ia ditinggalkan oleh Marlon dengan Anna dan juga Clarissa. Hotel berlantai lima belas itu terlihat tinggi di antara bangun-bangunan lainnya. Maklumlah di kota C ini, bangunan pada umumnya hanya sampai setinggi tiga lantai saja. Hal ini dikarenakan karena Sisilia adalah kepulauan yang di kelilingi oleh lautan sehingga pemerintah setempat menetapkan standar aman bangunan umum hanya sampai tiga lantai. Jika ada yang ingin membangun gedung dengan banyak tingkatan, itu harus memerlukan izin khusus dari pemerintah untuk ditinjau tingkat keamanannya bagi bangunan di sekitarnya. Itu sebabnya Mare Nostrum Hotel ini ramai di kunjungi para pengunjung karena gedungnya yang lebih tinggi dari pada hotel lainnya."Nyonya, apa kita akan masuk ke dalam?" tanya Anna mana kala Crystal hanya bisa bengong begitu mereka sampai di depan hotel."Ehmm ... entahlah, Anna. Aku juga bingung untuk apa kita berada di sini. Sialan Marlon itu benar-benar sangat meny
"Oh, ya? Kau tahu dari mana? Jangan sok tahu! Memangnya kau dan Ethan saling mengenal sebelumnya?" balas Crystal. Marlon tersenyum miring mendengar kata-kata balasan dari Crystal yang tidak percaya padanya."Untuk tahu aktivitas seseorang tidak harus mengenal orang itu secara dekat, bukan?" "Maksudnya?" Crystal arti apa yang dimaksud oleh Marlon."Maksudku, aku bekerja di bidang yang sama dengan Paman Ben dan Ethan. Yah, mungkin Paman Ben sudah tua, jadi dia kurang begitu tahu tentang siapa sebenarnya menantunya itu. Tetapi aku tahu banyak hal tentang Ethan. Dan aku ragu kau mungkin tidak tahu sebanyak yang ku tahu tentang suamimu sendiri," kata Marlon lagi."Apa?" Crystal terlihat tidak senang pada setiap kata-kata yang diucapkan oleh Marlon."Hei, kenapa harus melotot seperti itu melihatku? Apa yang aku katakan benar kan? Memangnya ada yang salah?" kekeh Marlon sambil menatap krystal dari kaca spion mobil."Yang pertama, aku katakan padamu. Kau tidak tahu apa-apa tentang aku dan
Sharon dan Marlon saling tatap sejenak mendengar tujuan Crystal memanggilnya."Ya, tentu saja bol ..."Sharon ingin mengiyakan, tak keberatan dengan permintaan tolong Crystal, namun tidak dengan Marlon."Tidak boleh!" sela Marlon cepat.Crystal sampai membelalakkan matanya mendengar penolakan Marlon yang tanpa basa basi itu. Demikian pula dengan Sharon."Hei, Marlon, kenapa kau harus seperti itu, hmm?" protes Sharon pada saudara kembarnya itu. "Crys, jangan dengarkan kata-kata Marlon, ikutlah bersama kami!" ajaknya.Marlon menatap Crystal dengan pandangan aneh, yang Crystal tidak tahu tatapan seperti apa itu. "Tetapi sepertinya saudaramu tidak mengijinkan kami untuk menumpang. Kalau memang tidak boleh ya sudah, cih! Menyebalkan, baru juga punya mobil jelek seperti itu sudah sombong. Bagaimana kalau punya super car seperti milikku?" pamer Crystal.Yah, begitulah Crystal. Sikapnya memang sering kali kekanak-kanakan. Tadi dia sendiri yang ingin meminta tolong agar diberi tumpangan. Eeh,
"Apa? Bercerai?!"Crystal membelalakkan matanya mendengar Benigno mengucapkan kalimat itu. Andai di awal-awal pernikahannya Benigno mengucapkan kata-kata itu, mungkin Crystal dengan senang hati akan mengiyakannya. Tapi setelah hatinya berlabuh pada Ethan selama beberapa bulan terakhir ini, baru mendengarnya saja hatinya sudah diiris sembilu."Ya, bercerai. Kalau kau masih belum jelas dengan kata-kata itu akan Papa perjelas. Berpisah, mengakhiri hubungan pernikahan dengannya. Apa kata-kata itu belum cukup membuatmu mengerti?" kata Benigno dengan tegas pada Crystal.Crystal cukup syok mendengar kata-kata dari ayahnya. Ia sampai geleng-geleng tak percaya terhadap apa yang dia dengar"Papa sepertinya sedang tidak sehat. Sudahlah, sebaiknya aku dan Clarissa pulang saja. Terus terang saja aku menyesal datang ke pesta pernikahan Papa ini. Kalau aku tahu akan ada kejadian seperti ini, aku tidak akan datang!" kata Crystal sambil meraih tas tangannya yang sedari tadi tergeletak di atas meja.Be
"Papa Ben?" Ethan spontan menggumam saat melihat mertuanya itu ada di belakangnya."Jelaskan padaku!" geram Benigno."Apa yang harus kujelaskan?" tanya Ethan malas."Katakan padaku, kenapa pria ini ... Diego mengatakan kalau kau dan Alessandro adalah putranya? Apa itu benar?" desak Benigno.Ethan mendengus. Alangkah berat baginya untuk mengakui hal tersebut. Namun, ia pun sangat malas untuk mengakui di hadapan semua orang kalau Diego adalah ayah biologisnya."Dia memang adalah putraku sama halnya dengan Alessandro. Ah, Bagaimana caraku untuk mengatakannya? Tidak baik mengungkapkan semua ini di depan umum. Kita bisa membicarakan ini di tempat yang lebih privat kalau kau berkenan," usup Diego.Benigno tersenyum dengan seringai. "Tidak perlu! Sekarang sebaiknya kalian katakan saja, apa sebenarnya yang tidakku tahu di sini? Ethan? Apa bener kau adalah putra dari Diego?" tanya Benigno sekali lagi kepada menantunya itu.Lalu pria itu pun menatap Ethan dan Diego secara bergantian. Sebenarny
"Owhh ... kau anak yang manis sekali, Sayang. Kau mau digendong oleh kakek?" Clarissa tersenyum dan mengangguk. Benar kata pepatah kalau darah memang lebih kental daripada air. Meskipun ia belum pernah melihat Diego, tapi adanya hubungan darah di antara mereka tidak bisa menepis kalau mereka memiliki ikatan batin antara satu dengan yang lain.Diego tanpa persetujuan dari Ethan, kini meraih cucunya itu dan menggendongnya. Benigno yang berada di meja yang sebelumnya dikunjungi oleh Diego itu bahkan sampai berdiri. Ia merasa berang melihat musuh bebuyutannya sedang menggendong cucunya. Dan menyebalkannya Ethan bahkan ada di sana dan ia tidak melakukan apapun. Bukankah itu menyebalkan? Kini timbul prasangka di dalam hatinya. Apakah jangan-jangan benar apa yang dikatakan oleh Diego itu kalau Ethan adalah putranya? Mungkinkah itu."Bajingan!" umpat Benigno.Benigno sebenarnya ingin langsung menuju meja Ethan dan menghajar pria yang pernah menjadi sahabatnya itu karena telah berani menyent
Ethan sebenarnya gelisah melihat Crystal yang disuruhnya mengambil makanan namun malah tetap tak dapat mengendalikan diri untuk tidak mencegat Diego masuk ke dalam aula pesta pernikahan. Entah apa yang istrinya dan Diego bicarakan. Namun melihat Diego menepuk-nepuk kepala Crystal, Crstal adalah putrinya, tak urung membuat Ethan khawatir juga. Untuk apa Diego datang ke sini? Dan bersikap seolah ia akrab dengan Crystal yang sedang kebingungan? Apa dia bersikap seperti itu untuk membuktikan pada Ethan, kalau dia mampu menebus kesalahannya di masa lalu dengan menjadi ayah dan mertua yang baik bagi Ethan dan Crystal? Sungguh dia berpikir bisa semudah itu? Really?Ethan sebenarnya sudah berniat ingin menghampiri mereka, namun melihat percakapan Diego dan Crystal tidak berlangsung lama dan berakhir dengan Diego yang meninggalkan Crystal dengan kebingungannya cukup bagi Ethan untuk tidak meneruskan niatnya. Ia kemudian hanya menatap dari jauh Crystal yang berjalan kembali menuju stand makan