Malam harinya saat Kevin akan beristirahat tiba-tiba ponselnya berdering sementara sang istri sudah terlelap di atas ranjang.Kevin melangkah menuju balkon kamarnya, meraih ponselnya yang berdering. "Halo, Dimas?" tanyanya, suara lembutnya sedikit bergetar oleh kekhawatiran. "Halo, Tuan," sahut Dimas seolah membaca pikiran Kevin. "Saya baru saja melihat Galen, Daniel, dan Jenni sedang makan malam bersama di restoran dekat rumah Daniel. Mereka hanya bertiga, Tuan. Setelah saya selidiki, sepertinya mereka tidak sedang dalam masalah. Mungkinkah kepergian Jenni dan keputusannya untuk mendekati Nyonya dan Anda merupakan bagian dari rencana jahat mereka?" ujar Dimas, nada suaranya penuh kecurigaan. Kevin menggertakkan giginya, kemarahan meluap-luap di dadanya."Brengsek! Bisa-bisanya mereka kembali bermain api di belakangku!""Tuan, kita harus membalasnya," ujar Dimas dengan tekad. "Tetapi, usahakan agar Jenni tidak tahu bahwa kita sudah mengetahui niat jahat mereka." Kevin menghela na
“Sial mereka kembali menyerang!” seru Kevin kesal.“Ternyata mereka jumlahnya sangat banyak Tuan,” jawab Dimas.Mobil yang dikendarai oleh sopir Kevin mendapat serangan hujan peluru dari orang-orang yang tiba-tiba muncul di hadapannya.Kepanikan meluap ketika ia menyadari bahwa mereka sebenarnya sudah dikelilingi oleh para penjahat tak hanya dari depan, tetapi di seluruh penjuru. "Sepertinya kita harus segera turun dan memberikan pertolongan pada para pengawal kita, atau kita tidak akan bisa selamat dari serangan mereka," ucap Kevin dengan nada berat. "Apa kamu yakin, Tuan?" tanya Dimas, wajahnya penuh kekhawatiran. "Yakin atau tidak, kita harus hadapi ini, Dimas. Pakai rompi anti peluru-mu dan bapak sopir tinggal di sini ya. Jika situasi semakin buruk, segera cari bantuan," perintah Kevin dengan tegas. "Baik Tuan. Tolong hati-hati, Pak Dimas juga," sahut sopir itu, kembali fokus ke depan. Meski dia tahu mobil milik Bos nya ini anti peluru tetap saja dia takut.Mata mereka saling
"Loh, Sayang, kok ada di kantor?" tanya Kevin terkejut, saat pukul 16:00 waktu setempat. Dia baru saja tiba di kantornya, lantas mendapati sosok sang istri ada di dalam ruangannya. "Tadi, Jenni maksa banget, Sayang, untuk ketemu. Katanya dia sudah menunggu di sini, pas aku datang eh malah nggak ada, jadinya aku nunggu di ruangan-mu. Nggak apa-apa kan?" tanya Zahra, tatapannya mencerminkan rasa takut pada suaminya. "Nggak apa-apa sih, Sayang. Tapi, kenapa kau berkomunikasi Jenni lagi?" ujar Kevin. Setelah berhasil menutup pintu ruangannya, ia duduk di atas sofa dan menarik tangan sang istri agar duduk di pangkuannya. "Bukankah aku sudah bilang, jangan pernah mau ketemu lagi dengan Jenni," ujar Kevin, mengingatkan sang istri. "Pagi tadi, dia kayak kehabisan uang banget, Sayang. Lagipula, dia bilang ketemuan di kantor ini, makanya aku mau datang. Eh, ternyata dia malah nggak ada. Maafin aku ya, Sayang, udah melanggar laranganmu." Raut muka wanita cantik itu tampak lesu, tak sanggu
"Berapa yang kau inginkan?" tanya Kevin dengan ekspresi sinis begitu memasuki ruang kerjanya. Ia melihat dengan jelas Jenni, adik iparnya, tengah meminta uang pada Zara, istrinya. Zara terlihat hendak mengambil ponselnya untuk mentransfer uang, namun Kevin segera menghentikannya. "Biar aku saja, Sayang," tolak Zara lembut, berusaha meyakinkan suaminya bahwa dia masih memiliki uang di rekeningnya. "Tidak usah, biar aku saja," jawab Kevin tegas sambil menatap Jenni dengan tatapan penuh prasangka buruk. Jenni merasa gugup dan jantungnya berdebar kencang. "Jenni butuh 5 juta dolar, Kak," ucap Jenni dengan suara gemetar. "Uang itu untuk apa? Sebanyak itu?" tanya Kevin, menambah tekanan pada Jenni. "Jenni ingin membuat usaha, Kak," jawab Jenni dengan terbata-bata, mencoba menyembunyikan niat buruknya. "Kau pikir kami di sini ngetik uang?" sindir Kevin dingin, membuat Jenni semakin ketakutan. "Tenang saja, aku akan memberikanmu 5 juta dolar dengan satu syarat," ujar Kevin sambi
“Tuan Adamson, saya bahagia bisa menjalin kerjasama dengan Anda. Saya berharap kerjasama kita ini berjalan dengan lancar," ucap salah satu klien bisnis Kevin, yang bernama Tuan Michael, ketika mereka baru saja menyelesaikan penandatanganan kontrak. Ia mengulurkan tangan ke arah Kevin dengan wajah sumringah."Terima kasih, Tuan Michael. Saya pun sangat senang bekerja sama dengan Anda. Semoga ini menjadi awal yang baik sehingga kedepannya kita bisa terus melakukan kerjasama seperti ini." jawab Kevin, membalas uluran tangan sang klien bisnis dengan penuh semangat. Lalu mereka kembali duduk, tatapan mata mereka bertemu dengan penuh kepercayaan. "Saya senang akhirnya apa yang saya nanti-nantikan selama ini terwujud juga. Mudah-mudahan kita tidak kalah bersaing dengan perusahaan yang dikendalikan oleh mereka yang berkecimpung di bisnis gelap," ucap Tuan Michael, nada suaranya penuh harap. "Iya, Tuan. Mudah-mudahan kita yang bekerja sesuai dengan hukum yang berlaku tidak dipersulit dan t
"Kita akan punya anak, Sayang," ucap Kevin dengan mata berkaca-kaca kepada sang istri, seraya merasakan getaran haru yang mendalam di dalam hatinya.Sang istri yang tengah terbaring lemah di ranjang pasien mengangguk lemah."Iya, Sayang... Kita akan segera menjadi orang tua," gumamnya dengan suara serak namun penuh cinta. "Ya Tuhan, terima kasih... Terima kasih atas rezeki yang Engkau berikan pada kami berdua. Kami berjanji akan menjaganya dengan baik dan mementingkannya dari segala kepentingan kami," kata Kevin, merasa tak sanggup menahan air matanya. Dia mengusap wajah sang istri dengan lembut, lalu mengecup keningnya dengan penuh kasih sayang."Terima kasih, Sayang, atas kabar baik ini. Terima kasih banyak... Aku semakin mencintaimu," ucap Kevin, kembali melabuhkan kecupan hangat di kening sang istri, yang kini tampak meredam isak tangis di pelukannya."Ini semua berkat kebaikan Tuhan pada kita. Semoga kita bisa menjadi orang tua yang baik untuk calon anak kembar kita, Sayang," s
Tak terduga, kabar kehamilan istri Kevin terdengar oleh Daniel; sebab seluruh karyawan ditraktir makan siang di restoran mewah kota itu. Tentu saja pelakunya sudah pasti Raras. Dia yang mengadukan semuanya pada sang papa serta meminta sang papa untuk menghancurkan kebahagiaan Kevin.Daniel sangat geram, kebencian mendalam terasa mengalir di dalam darahnya. Pikirannya licik dan kelam, ia semakin bersikeras menghabisi Kevin dan istrinya - tak ingin ada keturunan Adamson lagi menginjak dunia ini. "Galen, kita harus segera bertindak! Ini sudah tak bisa ditunda-tunda lagi, kebahagiaan mereka justru membuat rencana kita terancam," Daniel menggeram, raut wajahnya kesal.Galen menghela napas, "Tapi, kita harus mulai dari mana? Kita juga harus hati-hati, Daniel. Kekuatannya bukanlah tandingan kita; lebih-lebih Jenni kini terusir dari apartemennya, dan mereka dengan mudah mendapatkan informasi tentang kita."Daniel berpikir sejenak, sebelum kemudian berujar penuh tekad, "Aku akan mencoba mend
“Ayo kita tidur lebih awal sayang,” ajak Zara pada Kevin, karena hari ini Kevin katanya kelelahan bekerja. Zara tak ingin Kevin sakit. Pria itu pun menyetujui, lalu keduanya naik ke atas ranjang. Kevin membawa sang istri masuk dalam dekapannya. "Katakan sayang, apa yang ingin kau minta? Apa yang kau butuhkan?" tanya Kevin dengan lembut pada sang istri yang tengah mengandung anak kembarnya. "Tidak ada, sayang. Aku tidak membutuhkan apapun sekarang ini. Aku hanya ingin istirahat," ucap sang istri dengan senyum lelah di wajahnya. Kevin menatap istri dengan perasaan campur aduk, "Tapi yang aku dengar, orang yang sedang ngidam itu pasti membutuhkan sesuatu, sayang. Jangan ragu untuk memberitahuku, aku ingin berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhanmu."Sang istri tersenyum, "Aku belum merasa ngidam, sayang. Biasanya kalau ngidam itu baru terasa di usia kehamilan 2 bulan, sekarang ini belum. Jadi jangan khawatir ya.""Aku percaya padamu, sayang. Aku ingin menjadi suami dan ayah