Setelah sampai di kediaman Daniel mereka pun mulai berbincang.“Kau sebenarnya ngapain di sini?” tanya Daniel.“Ceritanya panjang. Awalnya Tuan Baron ingin membeli anak angkatku. Tapi suami miskin anakku menghalanginya.”Galen menceritakan semua yang terjadi antara dirinya dan Kevin.“Aku akan memberimu imbalan besar, asal kau bisa melakukan tugasmu,” ucap Daniel.Daniel mengeluarkan amplop yang berisi banyak uang pecahan 100 ribu.“Ini uang mukanya, kalau kau mau melakukan tugas dariku. Sebab kalau kau kembali ikut ario Baron, aku yakin kau tak akan mendapatkan apapun. Dia sedang terpuruk, semua usahanya gagal, bahkan tempat dia menyimpan senjata ilegal dan bom rakitannya meledak,” ungkat Daniel.“Pantas saja dia tak pernah datang menemui kami,” sahut Galen.“Hubungi anakmu, kirimkan dia uang yang banyak, bilang kau dan istrimu sedang ada pekerjaan di Kota ini, tapi kalau anakmu mau datang ke Kota ini juga tak masalah,” usul Daniel.Galen berbincang bersama sang istri lalu mengambil
Galen melangkah perlahan ke dalam ruang kerja direktur utama Adamson Corporation. Di sana ia melihat sosok pria elegan dengan pakaian mahal, yang tengah memunggunginya sambil menatap keluar jendela. Seribu macam perasaan campur aduk dalam pikiran Galen; takut, cemas, dan sedikit penasaran. Kira-kira Apa yang sedang dipikirkan orang ini? Apakah dia menyadari keberadaannya di sini? Apa yang akan terjadi padanya setelah ini? pikir Galen dalam hati, sebelum akhirnya mengumpulkan keberanian untuk mendekati pria itu. Tangan Galen terasa dingin dan berkeringat, namun ia mencoba menenangkan dirinya sebelum berbicara, "Permisi Tuan muda, saya salah satu pemilik bahan baku yang sedang perusahaan anda butuhkan. proposal sudah saya ajukan pada bawahan anda.”Demi apapun baru kali ini Galen merasa takut, terlebih suasana mendadak menjadi horor."Dari mana Anda bisa tahu kalau perusahaan Adamson Corporation sedang membutuhkan bahan baku?" tanya sang presiden direktur pada Galen. Mendengar suar
Galen menghela nafas panjang ketika bercerita pada Daniel tentang sosok Kevin, pemilik Adamson Corporation yang ternyata merupakan keponakan Daniel sekaligus menantu yang sangat dia benci. “Bagaimana? Apa kau berhasil menemuinya?” tanya Daniel antusias.Galen mengangguk lemah, “dia itu adalah suami anak angkatku. Karena dia juga yang mempengaruhi anak angkatku untuk melawanku!”Daniel terkejut bukan kepalang, “jadi wanita yang diakui oleh Kevin sebagai istrinya adalah anak angkat-mu?”Galen kembali menjawab dengan anggukan, “iya itu Zara anak angkatku.”Galen menggenggam erat kedua tangannya, perasaan jengkel menggelayuti pikirannya. “Kenapa jadi seperti ini?” gumama Daniel. “Lalu apa dia yang mengenalimu?”“Pertanyaan macam apa itu? Bertahun-tahun kami hidup satu rumah, bagaimana mungkin dia tak mengenaliku? Justru aku yang terkejut melihatnya sebagai direktur perusahaan.”Dia tidak pernah menduga jika Kevin adalah orang yang kaya raya, pikirnya. “Apa kau sekarang merubah niatmu
Ketika hasil tes DNA menegaskan bahwa Zara adalah anak kandung dari pria yang mengalami gangguan jiwa, Kevin langsung mengajak istri tercinta untuk menemui ayah kandungnya di rumah sakit. “Kita ke rumah sakit sekarang? Apa kau siap melihat kenyataan pahit itu? Sebab aku yakin Papa pasti belum bisa mengenali siapapun, meski wajah kalian mirip.”Zara mengangguk lemah, “siap tidak siap aku harus siap, hanya Papa yang aku punya sebagai keluarga kandungku,” jawabnya.“Baiklah kalau begitu. Dimas, kita ke rumah sakit jiwa sekarang ya,” ajak Kevin.“Baik Tuan,” sahutnya patuh.Mereka pun menuju parkir rumah sakit agar bisa segera masuk ke dalam mobil.Bagi Kevin mungkin ini saat yang tepat untuk mempertemukan Zara dengan sang papa, dan berharap mertuanya bisa kembali pulih seperti sebelumnya.Mereka pun masuk ke dalam mobil yang dikendarai oleh Dimas.“Aku juga sangat berharap semoga Papa cepat sembuh, sebab beliau saksi kunci dari kejadian kelam itu,” tutur Kevin saat dalam perjalanan menu
"Jadi, suaminya Kak Zara itu benar-benar orang kaya?" tanya Jenni terkejut, mulutnya terbuka lebar. Rupanya ia baru saja secara tidak sengaja mendengar obrolan antara Daniel dan Galen yang berbicara tentang rencana mereka untuk merebut harta kekayaan Kevin, suami Zara. “Kau ini suka sekali nguping pembicaraan Papa,” tegur Galen. “Sini,” sambungnya memanggil sang anak. Jenni berjalan menuju ruang keluarga di rumah Daniel. Hari ini dirinya memilih tinggal di rumah, sedang Mika, Raras dan mamanya sedang shopping. Jenni seketika tersadar bahwa selama ini ia telah salah menilai sosok kakak iparnya itu. Tak pernah terlintas di pikiran Jenni bahwa Kevin, yang selama ini ia hina dan anggap sebagai orang gembel, sesungguhnya adalah orang kaya. “Apa kau mau membantu kami?” tanya Daniel tiba-tiba. “Membantu apa Om?” Daniel tersenyum, “hanya kau yang memungkinkan untuk bisa masuk ke dalam rumah Kevin, rumah itu dijaga sangat ketat dan tidak ada orang asing yang boleh masuk.” Galen dan J
“Ayo masuk, sayang,” ajak Kevin.Jantung Zara berdetak kencang saat menyadari kehadiran karyawan sang suami serta ada wartawan yang menyorot kebersamaan mereka.“Kayak gak pernah jadi artis saja,” bisik Kevin menggoda sang istri yang tampak terkejut melihat orang banyak.Kevin mengajak Zara naik ke podium, dan dipodium sudah ada dua kue tart dan satu tumpeng.Zara bahkan hampir melupakan kalau hari ini adalah hari pernikahan mereka yang ke empat tahun.Kevin mengambil mikrofon yang diberikan oleh Dimas.“Silahkan Tuan,” ucap Dimas.“Terima kasih,” sahutnya yang dibalas anggukan oleh Dimas.Kegiatan hari ini ditayangkan secara langsung di dua stasiun TV terbesar di kota West Country milik Kevin.Ada puluhan media lain yang ikut diundang oleh Kevin, dan dengan penuh semangat mereka datang, karena apapun yang akan mereka beritakan tentang putra mahkota Adamson, maka akan menjadi pundi-pundi penambah tabungan mereka di bank.“ Selamat siang saya ucapkan untuk seluruh karyawan adamson Corp
Dimas pun keluar dari ruangan Bosnya untuk melanjutkan pekerjaan yang tertunda."Kau dengar kan sayang, kalau Dimas bahkan memberi aku cuti selama dua minggu, jadi jangan ada alasan lagi untuk memberikan hakku sebagai suami," ucap Kevin dengan suara manja pada istrinya. Wajah Zara memerah menahan malu. Pikirannya bergulir ke berbagai kemungkinan yang akan terjadi malam itu nanti. Sudah empat tahun pernikahan mereka, tapi Zara masih merasa belum siap untuk menyerahkan diri sepenuhnya. Jujur ara merasa sangat bersalah pada suaminya ini.Dia mencoba mengurai perasaan takut dan malu yang terus menghantuinya selama ini. Apakah dirinya salah? Haruskah dia memaksakan diri untuk melakukannya? pikiran Zara penuh tanya. Namun dalam benaknya, ia berharap semoga malam itu bisa menjadi titik balik dalam hubungan mereka yang selama ini terhambat oleh rasa takut dan kekhawatiran.“Kau mau kan?” tanya Kevin.Zara mengangguk, “maafkan aku sudah terlalu lama membiarkanmu menunggu untuk meminta hak
Berita tentang Kevin dan Zara seketika menjadi sorotan utama di seluruh media Kota West Country.Keduanya terlihat bahagia, bersinar seperti pasangan yang saling mencintai. Siapa sangka, Kevin yang selama ini dikenal sebagai jomblo ulung, rupanya telah berhasil menyembunyikan pernikahannya selama empat tahun lamanya. Ucapan selamat dan doa baik membanjiri lini masa mereka, namun tentu saja, ada pula yang mengkritik dan mengecam Kevin. Sebagian orang menganggap tindakan Kevin hanyalah usaha untuk meningkatkan pamornya sebagai seorang pengusaha sukses.Namun, di tengah hiruk-pikuk berita yang menyudutkan mereka, cinta Kevin dan Zara tetap tak tergoyahkan, membuktikan bahwa mereka berdua lebih kuat dari segala prasangka dan hujatan yang ada.Zara diajak ke sebuah butik ternama, tempat eksklusif yang menjual barang-barang mewah, untuk mempersiapkan perjalanan bulan madu mereka. Bagai artis papan atas yang tengah bersinar, banyak awak media mengincar sorotan pada sang presdir dan istri
Sore yang mendung, tak menyurutkan semangat Kevin dalam meresmikan pembukaan anak cabang Adamson Corporation sesuai rencana. Tak ada yang tahu, termasuk tamu undangan yang nanti akan hadir di sana, bahwa perusahaan ini sudah disiapkan oleh Kevin sebagai kejutan untuk sang asisten terbaiknya, Dimas. Dalam kesempatan istimewa ini, Dimas datang bersama istri tercinta, ibu mertuanya yang begitu penyayang, serta bibinya yang selalu dianggap seperti ibu kandung sendiri. Sementara itu, Kevin datang bersama sang istri, dua buah hatinya yang merupakan anak kembar berusia tiga tahun, serta ayah mertuanya yang nampak semakin sehat dan bugar. Anak-anak kembar tersebut menjadi pusat perhatian. Betapa adil Tuhan, wajah gadis kecil itu persis seperti Kevin, sedangkan bocah lelakinya menyerupai wajah sang istri. Sebuah keluarga yang harmonis, mencerminkan cinta yang tulus di antara mereka. Seperti biasa, Kevin diminta untuk memberikan sambutan sebagai pimpinan perusahaan. Dalam sorotan cahaya s
Tiga bulan berikutnya, Kevin sedang berbincang serius dengan istri tercintanya mengenai rencana masa depan Dimas dan Dinda. "Sayang, ada hal penting yang ingin aku bicarakan," ucap Kevin pada sang istri, membuatnya penasaran. "Apa itu, Sayang? Kok sepertinya sangat penting?" tanya sang istri dengan wajah penasaran, menambah kegugupan dalam ruangan. Kevin tersenyum, merasa bersyukur memiliki istri yang begitu mendukungnya. "Sebenarnya, ini bukan hanya penting, tapi juga menyangkut masa depan Dimas dan Dinda. Aku ingin meminta pendapat dari istriku tercinta karena apa yang aku miliki, juga menjadi milik istriku." Mendengar hal tersebut, istri Kevin tersenyum lembut dan mengecup pipi suaminya sebagai tanda cinta dan dukungan. "Apa yang ingin kamu bahas, Sayang?" Dengan nafas yang berat, Kevin mulai bercerita, "Aku berencana memberikan satu perusahaan kepada Dimas. Dia sudah bekerja sangat keras untuk kantor kita, dan aku ingin dia bersama Dinda maju serta memulai segalanya dari awal
Hari ini adalah hari terakhir Dinda dan Dimas untuk mengecap bulan madu, mereka sudah berkeliling ke berbagai tempat namun rasanya waktu itu masih kurang.Seperti pagi ini tidur mereka harus terenggut saat keduanya sudah merencanakan di hari sebelumnya untuk membeli oleh-oleh."Sayang, ayo bangun kita harus segera menuju ke tempat oleh-oleh jangan sampai nanti pulang malah tidak membawa apa-apa,“ ucap Dinda pada sang suami Dimas saat ini masih bersantai di atas ranjang setelah kelelahan selama beberapa hari ini menikmati indahnya sebagai pasangan suami istri.“Sebentar lagi Sayang aku ngantuk banget.” rasanya sangat sulit bagi Dimas untuk membuka mata dia lebih memilih untuk tetap terpejam dan berada di atas ranjang."Tapi kita harus segera pergi, Sayang. Jangan sampai kehabisan oleh-oleh," ucap Dinda dengan nada menggoda. Dinda mengeluarkan jurusnya agar sang suami mau segera bangun dari tidurnya, dirinya sudah menunggu cukup lama Namun pria ini tak juga membuka matanya hingga membua
Pesta pernikahan Dimas terus berlangsung hingga larut malam pemilihan tempat yang outdoor membuat suasana semakin Syahdu dan terkesan akrab. Semua karyawan Adamson corporation sengaja diundang oleh Dimas dan mereka tidak ada yang tidak datang Jujur semenjak ada Dinda, Dimas sudah tidak sekaku dulu lagi minimal orang kedua di kantor tempat mereka bekerja sudah lebih sering tersenyum ketimbang sebelumnya. Semakin malam pesta semakin larut hentakan musik di pinggir pantai memecah suasana malam itu mereka berpesta pora hingga akhirnya pesta pun berakhir. Setelah berbulan-bulan persiapan yang melelahkan, Dimas dan Dinda akhirnya menyelesaikan pesta pernikahan mereka dengan sukses. Dikelilingi oleh cahaya gemerlap lampu dan tumpukan karangan bunga, mereka berdua tampak kelelahan namun bahagia. Dalam pelukan satu sama lain, mereka menghela nafas lega, menikmati momen indah setelah perjalanan panjang menuju hari yang mereka nantikan. “Akhirnya semua ritual melelahkan kita berakhir,” uc
Pernikahan Dimas dan Dinda"Sayang, apa kau sudah siap?" tanya Kevin pada sang istri. Hari ini mereka akan menghadiri acara pernikahan Dimas dan Dinda, acara sakral yang dihadiri oleh keluarga besar kedua belah pihak. "Sebentar, Sayang. Dua menit lagi, tinggal memakai berlian saja kok," ucap sang istri, yang membuat Kevin tersenyum bahagia. Padahal, istrinya sudah diberikan waktu cukup lama untuk berdandan; bahkan Kevin sempat bermain bersama kedua anak kembarnya. Namun, begitu kembali, sang istri masih sibuk berkutik di depan meja rias. Sementara itu, istrinya ingin tampil sempurna agar tidak membuat sang suami malu. "Iya, sayang, berapapun waktu yang kau inginkan pasti akan kuberikan," ucap Kevin dengan lembut. Zara tertawa kecil, tak mengetahui apakah kalimat itu sarkasme atau benar-benar dari hati Kevin, sebab ia tahu suaminya telah menunggu cukup lama. "Sabar dong, Sayang. Sebentar lagi," ucap Zara dengan menggoda. Tak berselang lama, ia pun mendekati Kevin, ternyata sang
Kevin dan Dimas berdiri kokoh di tengah jalanan yang sepi dan mulai gelap, terasa begitu mencekam dan hening, matapun tertuju pada para preman bersenjata api. Jantung mereka berdegup semakin cepat; namun mereka tahu bahwa mereka harus bertindak gesit untuk melindungi diri sendiri serta orang-orang di sekitar. Keduanya lantas merancang strategi dengan mata fokus, tanpa sepatah kata pun terlontar, sekedar tatapan yang saling bercerita dan penuh tekad bersama. Siap menghadapi bahaya yang melayang di atas kepala mereka, mereka mempersiapkan segala yang dibutuhkan. Tak lama, preman-preman itu mulai mendekati dengan niat yang jelas. Kevin dan Dimas pun segera melancarkan aksi mereka. Keduanya mengandalkan keterampilan bertarung serta refleks yang telah mereka asah, bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan para penjahat tersebut. Angin meniup lantang, suara bentrokan demi bentrokan memecah kesunyian, menjadikan malam itu satu episode yang tak akan pernah dilupakan oleh siapapun yang m
Malam itu, Kevin duduk di balkon kamarnya bersama istri tercinta, setelah berhasil menidurkan kedua anak kembarnya yang lucu. Rencana yang akan dibahas adalah mengenai persiapan pernikahan Dimas dan Dinda, keduanya yang telah lama diincar oleh hati Kevin untuk dipertemukan. Kebahagiaan Dimas adalah kebahagiaan bagi Kevin. Tidak hanya sebagai asisten pribadi yang sudah seperti keluarga, tetapi juga sahabat yang selalu setia menemani Kevin dalam suka duka. Diiringi malam yang tenang, ia menggenggam tangan istri dan berbicara dengan tulus dari lubuk hatinya. Kevin ingin meminta izin untuk memberikan biaya pernikahan untuk Dimas dan Dinda. Bagaimanapun, Dimas telah memberikan begitu banyak hal dalam hidup mereka dan tentunya Kevin sangat berharap sang istri tidak keberatan dengan keputusannya.Tentu saja tidak ada kebahagiaan yang lebih besar bagi Kevin selain melihat orang-orang di sekitarnya bahagia. Karena ia tahu betul bahwa Dinda telah mencuri hati Dimas sejak pertama kali bertemu
Satu Tahun kemudianHubungan Dimas dan Dinda semakin menemukan titik kebahagiaan mereka benar-benar tak menyangka akhirnya bisa sampai di titik ini. Malam ini Dimas mengajak Dinda untuk makan malam bersama. Jujur ada desir hangat mengalir dalam darah dinda."Dinda, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu,” ucap Dimas gugup. Demi apapun Dimas tak pernah sebelumnya merasa segugup ini."Apa itu, Dimas? Jangan membuatku gugugp deh,” jawab Dinada penuh rasa penasaran Dinda berharap Dimas menyatakan cinta padanya, sudah sejak lama Dinda menunggu ungkapan cinta dari lelaki yang terkenal dingin ini namun tak kunjung terjadi juga.“Hmmmm,” Dimas berdehem gugup. "Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu. Kamu membuat setiap hari menjadi lebih cerah dan berarti bagiku. Aku mencintaimu, Dinda, dengan segenap hatiku."Dinta membelalak mendengar ungkapan cinta dari pria kutub utara ini. Benarkah ini? Atau aku hanya bermimpi? ... Aku juga mencintaimu. Kamu adalah sumber kebahagiaanku,” sayangny
Sementara itu di sebuah restoran mewah Kevin sengaja meminta istrinya untuk datang ke restoran hari ini.Dia mengajak sang istri untuk makan siang bersama, senyum mengembang di bibirnya ketika melihat wanita yang ia cintai sudah tiba di hadapannya.“Wah, kau cantik sekali, Sayang," ucap Kevin dengan nada rayuan, memandangi sang istri yang berdandan cantik. Wanita itu mencebik, merasa gusar dengan cara suaminya memujinya. "Memangnya selama ini aku tidak cantik, Sayang?" tanya sang istri, menegaskan kalimatnya. Kevin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tersenyum geli. "Tentu saja cantik. Tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikan istriku," jawabnya dengan hati-hati. "Ayo sayang, kita makan siang dulu. Aku sudah pesan makanan kesukaanmu," ajaknya seraya menunjuk hidangan yang sudah tersaji di atas meja makan. Kevin menggenggam tangan sang istri, tatapannya lembut dan sayang. "Sesekali kita perlu menghabiskan waktu berdua saja, Sayang. Semoga di waktu yang akan datang, kita bisa leb