Ardika adalah bos baru Starindum?Dia yang telah mengeluarkan uang sebesar enam triliun untuk membeli Starindum?!Lea dan yang lainnya tercengang."Nggak mungkin!" seru mereka hampir pada saat bersamaan.Lea sama sekali tidak memercayai hal itu. "Nggak mungkin pecundang itu orangnya! Dia adalah suami idiot Luna!""Nona, aku serius. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Hardi, bos Starindum sebelumnya bersikap hormat kepadanya."Pengawal itu berkata, "Dia yang menginstruksikan satpam-satpam Starindum untuk menyita ponsel kami. Selain itu, dia juga bilang .... Dia bilang ...."Lea memelototi lawan bicaranya dan berkata, "Cepat katakan apa yang dia bilang?""Seperti ini kata-kata yang keluar dari mulutnya."Pengawal itu berkata dengan hati-hati, "Selain bisa memamerkan kekayaan, Lea hanyalah orang bodoh yang nggak bisa apa-apa. Dia ingin menungguku? Kalau begitu, biarkan saja dia menerima hukuman berdiri di luar selama tiga jam, agar para penduduk bisa melihat sendiri bagaimana karakte
"Nggak perlu mencari masalah dulu."Gilang melambaikan tangannya dan berkata, "Sekarang hal yang terpenting adalah menundukkan Luna agar dia berganti marga menjadi Misra, lalu merebut aset yang ada di tangannya. Adapun mengenai Grup Bintang Darma, pasti akan ada orang yang turun tangan untuk menyelidiki mereka."Ancaman yang dilontarkan oleh Ardika dengan niat membunuh yang kuat saat perjamuan malam Keluarga Misra, Gilang sama sekali tidak menganggap serius ancaman itu.Tidak peduli seserius apa pun Ardika saat melontarkan ancaman itu, siapa yang akan memedulikan ancaman dari seorang pecundang sepertinya?Gilang tertawa dingin dan berkata dengan nada mengejek, "Berani-beraninya orang rendahan sepertinya mengancamku! Sungguh konyol!""Prang ... prang ...."Tepat pada saat ini, terdengar suara pecahan barang dari arah ruang tamu.Saat Gilang berjalan keluar, melihat putrinya yang sedang menghancurkan barang-barang untuk melampiaskan amarah itu, Gilang pun mengerutkan keningnya."Lea, sud
Ardika menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku nggak bisa memutuskan hal ini."Harus diakui bahwa belakangan ini Handoko memang sudah mengalami perubahan yang signifikan.Sosok pria lemah yang bahkan takut untuk berkelahi dan hanya ditindas oleh orang lain, belakangan ini dia terus ribut-ribut mengatakan bahwa dia ingin bergabung dengan tim tempur sepanjang hari.Tujuan akhirnya adalah pergi ke medan tempur perbatasan.Namun, Desi sama sekali tidak menyetujui keinginan putranya.Medan tempur perbatasan sangat berbahaya, dia tidak ingin terjadi sesuatu pada putra kesayangannya ini."Handoko, sudah saatnya makan!"Sosok bayangan Desi muncul di depan pintu vila.Melihat Draco yang berjongkok di tepi danau, dia langsung memelototi Draco dan berkata, "Kenapa kamu datang lagi? Belakangan ini Handoko terus ribut-ribut mengatakan dia ingin bergabung dengan tim tempur sepanjang hari, apa kamu yang memengaruhinya?"Dia sama sekali tidak menyukai Draco.Dari waktu ke waktu, pria itu menyelinap
Orang-orang yang datang adalah sekelompok pemuda berjumlah sekitar belasan orang.Masing-masing dari aura mereka memancarkan aura yang tidak biasa.Di belakang, ada orang yang mengikuti mereka.Ada pengawal, ada asisten, atau pebisnis yang datang dengan membawa tas kantor."Siapa Hardi?! Kami ingin membeli Starindum!"Pemuda yang berdiri di paling depan melirik semua orang di dalam ruang pertemuan.Sambil memicingkan matanya, dia mengangkat kepalanya dengan arogan.Hardi terkejut bukan main. Dia sudah bisa menebak bahwa latar belakang sekelompok pemuda ini tidak biasa.Dia berjalan maju dan bertanya dengan sopan, "Aku adalah Hardi. Maaf, kalau boleh tahu kamu siapa?""Musafa Lumino dari Keluarga Lumino Kota Barokah," kata pemuda yang berbicara tadi dengan acuh tak acuh.Ekspresi semua orang di dalam ruang pertemuan langsung berubah drastis. Kota Barokah terletak di selatan Kota Banyuli. Kedua kota ini berdekatan. Jadi, mereka semua sudah pernah mendengar tentang Keluarga Lumino Kota Ba
"Bisakah kamu tutup mulutmu? Aku nggak bertanya padamu."Musafa hanya melirik Elsy sekilas, ekspresinya tampak sangat arogan.Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah Hardi dan berkata, "Aku bertanya sekali lagi padamu. Apa kamu bersedia menjual Starindum kepada kami?"Elsy buru-buru berkata, "Pak Hardi, kamu jangan takut, mereka nggak akan berani memaksamu untuk menjual Starindum kepada mereka ...."Namun, sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, Hardi sudah membuat keputusan."Ya, aku bersedia!"Sama seperti saat berada di hadapan Ardika kemarin, Hardi langsung melangkah maju, menganggukkan kepalanya dan berkata dengan penuh hormat, "Dipandang tinggi oleh kalian adalah sebuah kehormatan bagi Starindum, juga merupakan sebuah kehormatan bagiku!"Ada beberapa pemuda yang sedikit menganggukkan kepala mereka, sedangkan pemuda-pemuda lainnya sama sekali tidak bereaksi.Seakan-akan semuanya memang sudah seharusnya berjalan seperti ini.Elsy tidak menyangka Hardi akan mengambil kep
Begitu mendengar ucapan Waluya, ekspresi pemuda itu langsung berubah.Dia mendengus, lalu tidak bersuara lagi.Mereka semua adalah pemuda-pemuda yang mengejar Lea. Jadi, tentu saja hubungan di antara mereka tidak harmonis.Kali ini hanya karena mendengar Lea sudah dipukul, mereka baru bekerja sama untuk mencari perhitungan dengan Ardika.Setelah Elsy pergi, terdengar kata-kata sindiran dilontarkan oleh pemuda-pemuda itu dari arah belakangnya."Apa kita nggak keterlaluan dengan datang bersama-sama seperti ini? Hanya sendirian saja, kita juga sudah bisa menginjak-injak Ardika itu.""Panggil Lea ke sini. Aku mau lihat apakah dia berani menampar Lea di hadapan kita atau nggak.""Dia pasti nggak berani. Aku sudah menyelidiki identitasnya. Dia hanyalah menantu benalu keluarga kelas dua. Sebelumnya, dengan melakukan penyamaran, dia membangun kembali Grup Bintang Darma. Ya, boleh dibilang dia cukup hebat, tapi dia sama sekali bukan apa-apa di hadapan kita ...."Mendengar ucapan pemuda-pemuda i
Hariyo berkata dengan senang, "Ardika, sekarang mereka semua sudah datang ke Kota Banyuli untuk mencari masalah denganmu. Kamu sudah pasti akan mati!"Mendengar ucapan Hariyo, Futari dan Handoko sudah hampir menangis saking cemasnya.Mereka benar-benar ketakutan mendengar ucapan Hariyo."Kak Ardika, bagaimana ini? Kak Luna bawa Paman ke rumah sakit untuk mengganti perban bersama Bibi. Bagaimana kalau aku meneleponnya agar dia segera pulang dan memikirkan solusi untuk menangani masalah ini?"Selesai berbicara, Futari mengeluarkan ponselnya, hendak menelepon Luna."Untuk apa kamu mengganggu Luna hanya karena masalah sepele seperti ini?"Ardika menghentikan Futari.Sebelumnya Ardika sudah menerima panggilan telepon dari Elsy.Awalnya dia tidak menganggap serius sekelompok pemuda itu.Dia berencana untuk mengirim orang membeli Starindum saja.Namun, siapa sangka rumor malah beredar luas di luar sana.Sepertinya dia memang harus mengunjungi Starindum secara pribadi."Sekarang aku akan pergi
"Kak Ardika, jangan menyetujui permintaannya, bisa-bisa nyawamu melayang!"Begitu mendengar ucapan Handoko, ekspresi ketakutan setengah mati terpampang jelas di wajah Futari."Oh? Nggak setuju, ya? Kalau begitu, seharusnya jangan berdiri di sana lagi! Pulang sana dan tunggu ajal menjemputmu!"Hardi tertawa dingin dan berkata, "Kalau kamu ingin memasuki pintu Starindum dan bertemu dengan tuan muda-tuan muda terhormat di dalam, kamu harus berdiri selama tiga jam dengan patuh dan memakan es krim hingga kamu nggak sanggup untuk memakannya lagi."Mendengar ucapan pria paruh baya itu, Handoko dan Futari makin cemas, sampai-sampai mengentakkan kaki mereka.Mereka beranggapan bahwa Ardika pasti akan menyetujui persyaratan tidak masuk akal mereka.Belasan pemuda yang mengejar Lea itu berasal dari latar belakang yang tidak biasa!Ardika juga pasti sudah tahu kali ini dia sudah tertimpa masalah besar.Dia pasti harus bertemu dengan orang-orang itu, lalu tunduk dan meminta maaf pada mereka."Kenap
Ardika menggelengkan kepalanya.Hingga saat seperti ini, wanita yang satu ini masih saja menunjukkan sikap angkuh yang konyol.Ardika berkata dengan memasang ekspresi mempermainkan, "Kalau begitu, coba kamu katakan, kamu berencana membalas budiku dengan cara apa?"Ekspresi Vita sedikit berubah. Kemudian, dia berkata dengan dingin, "Ardika, untuk apa kamu mempermalukanku seperti ini lagi di saat seperti ini?""Aku adalah orang lumpuh yang nggak punya apa-apa, bagaimana aku bisa membalas budimu?""Kekuasaan? Nggak ada seorang pun yang menganggap serius aku, wakil ketua cabang Provinsi Denpapan di atas nama ini. Bahkan, orang seperti Cahdani saja bisa mendesakku ke jalan buntu."Sekujur tubuh Cahdani gemetaran, dia buru-buru berkata, "Bu Vita, aku hanya gegabah sesaat! Sebenarnya aku sangat menghormatimu!"Vita melemparkan sorot mata dingin ke arah pria itu, tidak mengucapkan sepatah kata pun."Uang? Apa lagi uang, tentu saja aku nggak punya.""Ardika, kamu hanya suka melihat seorang wani
"Ardika, kamu membawaku kembali untuk mempermalukanku, 'kan?"Vita meraba-raba pipinya yang terasa panas itu, lalu berkata dengan dingin, "Kamu bisa membunuhku, tapi nggak boleh mempermalukanku!"'Ardika?'Begitu mendengar Vita menyebut nama Ardika, Cahdani yang tergeletak di lantai dan berpura-pura mati itu, merasa nama ini agak familier, seperti pernah mendengar nama ini."Oh? Mempermalukanmu? Memangnya kamu pantas?"Ardika duduk di seberang Vita, mengeluarkan selembar tisu basah, lalu mengelap tangannya perlahan-lahan.Melihat pergerakan Ardika itu, Vita mengangkat alisnya, menarik napas dalam-dalam untuk menekan api amarah yang bergejolak dalam hatinya.Kemudian, dia tertawa getir dan berkata, "Ya, benar juga. Kamu adalah seseorang yang bahkan mampu menundukkan Pak Chamir. Kala itu, kamu juga melumpuhkanku hanya menggunakan satu tangan.""Bahkan saat itu saja aku nggak memenuhi kualifikasi untuk menjadi lawanmu, apalagi sekarang. Aku sudah menjadi orang lumpuh, bagaimana mungkin ak
Ardika mencabut empat sumpit yang tertancap di tangan Cahdani dengan santai, lalu berjalan keluar dengan membawa pria itu."Ka ... kamu mau membawa Tuan Muda Cahdani ke mana?"Jepi mengajukan pertanyaan itu dengan ekspresi gugup. Kali ini, dia bahkan tidak berani berbicara dengan suara yang terlalu keras, takut Ardika menyiksa Cahdani lagi.Ardika berkata dengan acuh tak acuh, "Biarkan Tuan Muda Cahdani mengantarku sebentar. Dua jam kemudian, aku akan mengirim orang untuk mengantarnya kembali.""Tapi selama dua jam ini, kalian semua harus tunggu di sini.""Kalau sampai ada yang diam-diam meninggalkan tempat ini, pergi satu, aku akan mematahkan satu lengan Cahdani, pergi dua, aku akan mematahkan satu kakinya, dan seterusnya ...."Selesa berbicara, Ardika langsung membawa Cahdani meninggalkan restoran di bawah tatapan banyak orang.Begitu melihat mobil Rolls-Royce yang mengkilap itu, Cahdani tahu kali ini dia benar-benar sudah menghadapi lawan yang tangguh.Bagi tokoh yang sudah mencapai
Ardika bahkan tidak melirik Jepi yang sedang berteriak seperti sudah menggila itu, dia hanya berkata dengan acuh tak acuh, "Sepertinya kalian ini masih belum memetik pembelajaran juga, ya."Saat berbicara, dia kembali menusukkan sumpit dalam genggamannya ke dalam telapak tangan Cahdani."Ahhh ...."Cahdani mendongak seperti sudah menggila, seta mengeluarkan teriakan yang luar biasa menyedihkan.Akan tetapi, kedua tangannya seperti sudah terpaku di atas meja, dirinya seperti sudah terpaku di tempat. Dia meronta dengan sekuat tenaganya, tetapi juga tidak ada hasilnya.Ardika mengorek-ngorek telinganya sambil bertanya, "Ayo, coba ulangi sekali lagi, apa yang akan kalian lakukan kalau terjadi sesuatu pada Tuan Muda Cahdani?"Di bawah ada Cahdani yang sedang meronta sambil berteriak dengan menyedihkan, sedangkan di atas ada Ardika yang tampak sangat santai.Pemandangan yang sangat mengenaskan ini benar-benar mengguncang hati orang.Pada akhirnya, ekspresi marah Jepi dan yang lainnya berubah
Ardika melayangkan satu demi satu tamparan ke wajah Cahdani tanpa berbelas kasihan.Tanpa butuh waktu lama, wajah bocah ini sudah rusak ditampar oleh Ardika.Menerima tamparan beruntun dari Ardika, Cahdani merasakan kepalanya sangat pusing.Hal yang tidak bisa diterimanya adalah, penghinaan yang menggerogoti jiwa dan raganya.Dia sudah hidup selama tiga puluh tahun, belum pernah dipermalukan seperti ini oleh orang lain."Dasar sialan! Kamu memperlakukanku seperti ini, apa kamu pernah memikirkan konsekuensinya?"Dengan mata memerah, Cahdani berteriak dengan marah."Ahh ...."Tanggapan yang didapatkannya adalah, sumpit kembali tertancap masuk ke telapak tangannya.Saat ini, kedua telapak tangan Cahdani mengeluarkan darah segar, bahkan sudah mewarnai meja di bawah tubuhnya hingga kemerahan.Saat ini, para pria kekar yang berada di sekeliling tempat itu, menggertakkan gigi mereka hingga gigi mereka nyaris hancur. Mereka benar-benar panik setengah mati.Namun, majikan mereka masih di tangan
"Ahhh ...."Cahdani kembali mengeluarkan suara teriakan menyedihkan.Rasa sakit yang tak tertahankan itu membuatnya menggelengkan kepalanya. Tubuhnya berkedut, terlihat sangat tersiksa.Tidak ada yang menyangka Ardika masih berani menyerang Cahdani dalam situasi seperti ini.Ditambah lagi, begitu dia menyerang, penyerangannya sangatlah kejam.Sumpit tersebut menembus telapak tangan Cahdani.Hanya dengan melihatnya saja, mereka bisa turut merasakan sakit yang dirasakan oleh Cahdani saat ini."Tuan Muda Cahdani, menurutmu, untuk apa kamu menyiksa diri sendiri seperti ini?""Yah, awalnya dengan menyetujui persyaratan-persyaratanku itu, kamu sudah bisa pergi dengan mudah, tapi kamu malah memaksaku untuk menyerangmu."Ardika mengulurkan tangannya untuk menepuk-nepuk wajah Cahdani dan berkata sambil tersenyum tipis, "Sia-sia saja kamu mengalami penderitaan ini ....""Aku ... aku ...."Sekujur tubuh Cahdani gemetaran, dia menatap Ardika dengan tatapan ketakutan.Saat ini, sikap arogan dan sem
"Aku akan menghabisimu!"Pria kekar itu berteriak dengan ganas.Namun, sebelum dia sempat menarik pelatuknya, Levin tiba-tiba menerjang ke dalam pelukan pria kekar itu, lalu membanting pria kekar itu ke lantai.Saat pria kekar itu berteriak kaget akibat terjatuh, senjata api dalam genggamannya juga sudah direbut oleh Levin dan jatuh ke dalam genggaman Levin."Lumayan, latihan selama ini nggak sia-sia."Ardika tetap duduk dengan tenang di tempat duduknya, seulas senyum tipis mengembang di wajahnya.Sebelumnya, Levin hanya preman kecil-kecilan yang nggak berkemampuan sama sekali. Saat berkelahi, caranya tidak tepat. Apalagi kondisi tubuhnya, sangatlah lemah.Karena Tuan Muda Keluarga Septio itu bekerja untuknya, bahaya tidak akan bisa dihindari.Ardika tidak berharap Levin memiliki kekuatan yang luar biasa, dia hanya mengharapkan paling tidak pria itu bisa melindungi diri sendiri.Jadi, belakangan ini Levin terus berlatih dengan keras, mengundang guru untuk melatihnya dengan "kejam".Nam
Melihat pemandangan itu, Levin yang peka segera mengambilkan dua lembar tisu untuk Ardika.Ardika menerima tisu yang disodorkan oleh Levin padanya. Sambil menyeka mulutnya dengan santai, dia berkata dengan nada bicara acuh tak acuh, "Cahdani, 'kan?""Aku beri kamu satu kesempatan terakhir, tinggalkan Vita di sini dan keluarkan 20 miliar.""Setelah bersujud mengakui kesalahan, sudah bisa pergi.""Kalau nggak, aku akan menepati janjiku. Hari ini kalian nggak akan bisa keluar dari restoran ini lagi."Selesai berbicara, Ardika secara khusus menekankan. "Perhatikan baik-baik, orang yang kusuruh bersujud mengakui kesalahan adalah kamu.""Oh, astaga ...."Begitu Ardika selesai berbicara, para pria dan wanita yang mengikuti Cahdani kemari langsung tertawa.Mereka semua menatap Ardika dengan sorot mata mengejek.Kalau sebelumnya saat Cahdani belum datang kemari, mereka masih bisa mengerti kalau Ardika mengucapkan beberapa patah kata yang menganggap remeh Cahdani dan membual di sana.Namun sekar
Cahdani selalu memperlakukan orang-orangnya sesuka hatinya.Tepat di hadapan para anak buahnya, dia melayangkan beberapa tamparan ke wajah Jepi. "Satu hal lagi, memukul orang jangan memukul wajahnya! Apa kamu nggak tahu hal ini? Kamu memukuli wajah wanita itu hingga babak belur, bagaimana aku bisa menikmatinya lagi?""Dasar bodoh! Aku benar-benar ingin menampar mati kamu!"Selesai berbicara, Cahdani kembali melayangkan satu tamparan ke wajah Jepi.Akibat tamparan bertubi-tubi itu, Jepi sampai melangkah mundur lagi dan lagi. Dia merasa malu sekaligus marah.Akan tetapi, identitas Cahdani terpampang nyata di sana, membuatnya tidak berani melawan sama sekali.Dia mengeluarkan tisu, menyerahkannya pada Cahdani, lalu berkata dengan penuh hormat, "Tuan Muda Cahdani, aku salah, aku nggak melakukan tugasku dengan baik, memang pantas dihukum!""Tapi terjadi kejadian yang nggak terduga. Dua orang dari luar kota itu ingin memainkan peran sebagai pahlawan yang menyelamatkan wanita cantik. Nggak ha