"Menerima bayaran tinggi, maka sudah seharusnya aku memberi kontribusi kepada majikan.""Sebagai ahli bela diri yang dipekerjakan oleh Keluarga Bangsawan Dienga Supham, aku nggak bisa membiarkanmu bertindak semena-mena!"Selesai berbicara, Fandhi melangkah maju satu langkah."Jangan!"Ekspresi Tina langsung berubah menjadi pucat pasi, secara naluriah dia berteriak dengan terkejut.Bisa dipekerjakan secara khusus oleh Keluarga Bangsawan Dienga, tentu saja orang itu tidak lemah.Tina tahu jelas seberapa menakutkannya orang seperti Fandhi."Tina, minggir!"Violet segera menarik Tina yang hendak maju sambil menatap Ardika dengan sorot mata acuh tak acuh."Pak Fandhi, membunuhnya hanya mengotori tanganmu saja! Beri dia sedikit pelajaran saja sudah cukup!" kata Violet dengan dingin.Menurutnya, Ardika, bocah yang satu ini benar-benar tidak tahu diri. Berani-beraninya Ardika ikut campur dalam urusan internal Keluarga Bangsawan Dienga Supham.Sudah sewajarnya diberi sedikit pelajaran.Hanya da
Tidak ada seorang pun di antara ahli bela diri yang dipekerjakan oleh Keluarga Bangsawan Dienga itu lemah.Jangan lihat Fandhi sudah lanjut usia, tetapi saat dia masih muda, dia adalah orang ganas yang menguasai dunia preman Supham.Dia tak terkalahkan di Supham.Namun, seorang ahli bela diri sehebat itu, malah ditampar oleh Ardika dan berakhir membentur lemari dokumen.Kalau mereka bukan menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri, mereka pasti tidak akan memercayainya.Namun, ekspresi Violet berubah menjadi makin muram.Karena kata-kata makian yang ditujukan oleh Ardika, bukan hanya untuk memaki Fandhi, melainkan juga memaki dirinya.Tadi, bukankah dia juga menandatangani cek sebesar dua ratus miliar untuk Ardika, lalu pada akhirnya Ardika melemparkan selembar kartu hitam bernilai dua puluh triliun ke wajahnya?"Hehe, ternyata kamu cukup hebat juga. Pantas saja kamu berani bersikap begitu arogan di hadapanku, bahkan berani ikut campur dalam urusan keluarga kami."Violet berkata den
Kali ini, seakan-akan diselimuti oleh angin yang bergemuruh, tamparan Fandhi mengarah ke wajah Ardika dengan sangat cepat."Bocah, sudah bertahun-tahun lamanya, nggak ada orang yang pernah menamparku.""Hanya karena hal ini saja, aku akan menampar wajahmu hingga rusak!""Oh? Benarkah?"Ardika terkekeh pelan. Kemudian, dia melangkah maju satu langkah, lalu kembali melayangkan satu tamparan.Pupil mata Fandhi kembali mengecil seketika.Karena dia mendapati kecepatan pergerakan Ardika kali ini lebih cepat dibandingkan sebelumnya!Hal yang lebih membuatnya tidak nyaman adalah, dia gagal menghindari tamparan ini lagi."Plak!"Fandhi merasakan seperti dipukul oleh sebuah palu yang berat.Selain itu, kali ini dia bahkan tidak sempat untuk mengerahkan kekuatannya untuk bertahan. Tubuhnya langsung terpental dan menabrak dinding dengan iringan suara hantaman yang keras."Hei, tua bangka, sepertinya kamu masih belum memetik pembelajaran. Yah, kamu masih saja nggak serius.""Bagaimana kalau lain k
"Plak!"Dalam waktu kurang dari tiga detik, Fandhi terpental lagi."Plak!""Plak ...."Adegan selanjutnya seperti adegan yang diulang lagi dan lagi.Fandhi merangkak bangkit menerjang ke arah Ardika lagi dan lagi, Ardika melayangkan tamparan lagi dan lagi.Tidak peduli dia menyerang dari sudut pandang mana pun, tidak peduli seberapa cepat pergerakannya, Ardika bisa menyesuaikan pergerakannya menghadapi situasi yang ada. Tamparannya selalu mendarat di wajah Fandhi lebih cepat dibandingkan serangan Fandhi.Intinya, Ardika hanya menghadapi setiap serangan lawannya dengan satu tamparan.Saat Fandhi kembali tergeletak di lantai, dia sudah berlumuran darah. Janggutnya sudah tampak berwarna kemerahan.Bahkan Tina juga sudah tidak tahan menyaksikan pemandangan itu lagi. Dia berkata, "Bibi, suruh Pak Fandhi hentikan saja. Kalau terus menyerang karena nggak puas seperti ini, dia pasti akan dipukuli oleh Ardika sampai mati."Mendengar ucapan keponakannya, Violet juga hampir muntah darah.Karena t
Violet memelototi Fandhi dengan tajam.Karena hari ini pria tua bangka sudah dipermalukan dengan sebegitunya, dia baru berani melontarkan kata-kata makian pada pria tua tersebut.Fandhi tampak sangat malu, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Saat ini, dia sudah menerima pukulan dari Ardika sampai merasa sedikit putus asa dan mulai mempertanyakan hidupnya.Setelah melampiaskan ketidakpuasannya, Violet juga sudah tenang.Dia tahu bahkan Fandhi juga sudah ditundukkan oleh Ardika.Itu artinya tidak memungkinkan baginya untuk membawa pergi Tina secara paksa hari ini."Eh, Bibi, seharusnya kamu juga sudah melihat dengan jelas kekuatanku, bukan?"Saat ini, ucapan Ardika kembali terngiang di telinganya."Masih kalimat yang sama, silakan kembali dan beri tahu Nyonya Keluarga Dienga itu. Kalau dia berani menargetkan Alden, aku akan menepati ucapanku! Aku akan pergi ke Kediaman Keluarga Bangsawan Dienga secara pribadi untuk mencabut nyawa seratus orang anggota keluarga inti!""Selain itu, seb
Namun, tidak peduli apakah kata-kata Violet itu adalah peringatan atau arahan.Tidak ada artinya bagi Ardika.Ardika hanya tersenyum tipis dan berkata, "Bibi, sebaiknya kamu nggak berbicara seperti itu.""Sebelumnya kamu memandang rendah aku nggak punya uang, aku sudah mengeluarkan Kartu Hitam Sentral.""Kamu meminta Pak Fandhi untuk memberiku pelajaran, aku langsung menamparnya hingga dia mengakui kekalahannya.""Apakah dengan dua hal ini masih belum cukup untuk membuktikan aku nggak selemah yang kamu katakan?""Selain itu, bagaimana kamu bisa begitu yakin orang yang berasal dari kota kecil sepertiku nggak punya modal dan kemampuan untuk menekan Keluarga Bangsawan Dienga Supham dan Keluarga Bangsawan Sinatri Sewo?"Ardika menggunakan kata "menekan", bukan "melawan".Semua orang langsung tercengang.Mereka tidak mengerti dari mana kepercayaan diri Ardika sampai-sampai bisa mengucapkan kata-kata seperti itu?Menekan Keluarga Bangsawan Dienga Supham dan Keluarga Bangsawan Sinatri Sewo.M
Violet mendengus dingin, lalu berkata dengan dingin, "Aku sudah mengatakan apa yang harus kukatakan. Karena kamu sudah bertekad, bersiaplah sendiri."Selesai berbicara, Violet langsung berbalik dan meninggalkan ruangan itu.Namun, sebelum keluar dari pintu, Violet melirik Ardika sekilas lagi dan berkata dengan dingin, "Bocah, hari ini dengan mempertimbangkan Tina, aku nggak mempermasalahkannya denganmu.""Tapi, aku tetap harus memperingatkanmu, kelak jauhi Tina.""Karena dia adalah putri Keluarga Bangsawan Dienga Supham. Sejak kecil, dia sudah terhomat, bukan orang yang bisa didekati oleh pria sepertimu.""Ada kesenjangan-kesenjangan tertentu yang nggak bisa diimbangi hanya dengan mengandalkan kerja keras sendiri.""Aku hanya berbicara sejauh ini saja, sebaiknya kamu sadar diri!"Di Keluarga Bangsawan Dienga, tidak ada seorang pun yang lebih memahami Tina selain Violet.Tina adalah tipe wanita yang arogan, dia sama sekali tidak akan menganggap serius pria biasa.Namun, kejadian hari in
Ardika duduk di sofa sambil menyilangkan kakinya. "Tina, ini nggak seperti gaya bertindakmu.""Sebenarnya, kesimpulannya adalah awalnya pemikiranmu belum terbuka.""Selama pemikiranmu sudah terbuka, kamu pasti mengerti, pilihan apa pun yang kamu ambil, sebenarnya ada di tanganmu sendiri. Selama tekadmu nggak tergoyahkan, nggak ada yang bisa memaksamu.""Terkadang, nggak bisa berpikir terlalu banyak."Tina mengangguk dan menatapnya dengan tatapan terkejut, "Kamu benar. Aku benar-benar nggak menyangka suatu hari nanti, aku membutuhkan perlindungan darimu."Sorot mata Tina tampak sedikit rumit.Sebelumnya, karena Ardika telah menjadi penyebab Luna melewati hari-hari yang sulit selama bertahun-tahun, dia tidak menyukai pria ini.Dia selalu mempersulit Ardika.Namun, hari ini dia baru mendapati ternyata tanpa dia sadari, Ardika telah menjadi sosok yang luar biasa hebat yang bisa diandalkan."Hei, jangan berbicara seperti itu. Bagi yang nggak tahu, akan mengira ada hubungan tertentu di antar
Ardika mengalihkan pandangannya ke arah Rivani dan berkata, "Bibi, apa aku sudah membuktikan kemampuanku?"Ekspresi Rivani berubah lagi dan lagi.Muktar yang ditampar, tetapi dia juga merasakan wajahnya panas.Pada akhirnya, Rivani memelototi Ardika dengan tajam, lalu berbalik dan pergi."Ardika, karena kamu sudah menang, maka aku akan mengikuti apa yang kamu katakan. Untuk sementara waktu ini, aku akan memercayaimu.""Aku memberimu waktu satu hari. Kalau kamu benar-benar bisa memanggil Dewi Racun itu kemari dan menangani masalah Keluarga Siantar. Tanpa banyak bicara, aku akan meninggalkan Kota Banyuli.""Kalau nggak, aku harus membawa Jesika pergi.""Aku nggak akan menjadikan nyawa putriku sebagai bahan bercanda!"Ardika mengerutkan keningnya, lalu rileks kembali.Satu hari, ya?'Juga sudah cukup.'Setelah melontarkan kata-kata itu, Rivani langsung membawa Muktar meninggalkan Apartemen Sundain."Pak Ardika, sikap ibuku terhadapmu buruk, harap maklum, ya. Jangan dimasukkan ke dalam hat
Bekas tamparan sudah terlihat di kedua pipi Muktar. Mendengar ucapan ini, dia mengatupkan giginya dengan rapat, lalu berbalik dan menerjang ke arah Ardika lagi.Tanpa beromong kosong sama sekali, Ardika kembali melayangkan tamparan dengan punggung tangannya.Kali ini, Muktar sudah mempersiapkan mentalnya dengan baik. Dia sama sekali tidak menyerang, melainkan hanya bertahan.Melihat tamparan yang dilayangkan oleh Ardika itu, hatinya sedikit mencelus. Dia mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menghindari tamparan tersebut.Saat ini, dia sudah menunjukkan kecepatannya yang paling cepat.Namun, Ardika tetap lebih cepat darinya!"Plak!"Bagaimana Muktar menerjang ke arah Ardika, seperti itu pula dia terpental kembali.Ardika mengerutkan keningnya dan berkata, "Masih belum mengerahkan kekuatan penuh juga? Pak, kamu sedikit meremehkan orang lain, ya!""Pak Muktar, di saat seperti ini, untuk apa kamu masih bersikeras menjaga aturan menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda? Ka
Melihat telapak tangan Muktar akan mendarat di wajahnya, akhirnya Ardika bergerak.Dia menggerakkan kepalanya sedikit ke samping. Di bawah tatapan sedikit terkejut Muktar, dia menghindari serangan pria tua itu dengan mudah.Pada saat bersamaan, dia melangkah maju ke depan, lalu melayangkan satu tamparan."Pergerakan bocah ini cukup cepat, hanya saja nggak tahu bagaimana kekuatannya."Muktar menyunggingkan seulas senyum dingin, lalu mengubah arah telapak tangannya untuk menyambut serangan Ardika."Plak ...."Di saat dua telapak tangan itu berbenturan, terdengar suara ledakan di udara."Kamu ...."Tiba-tiba saja, ekspresi Muktar berubah.Dia hanya merasakan sakit yang luar biasa menjalar di telapak tangannya, sebuah kekuatan yang dominan memasuki tubuhnya melalui lengannya. Anggota tubuh dan tulangnya seakan-akan berpindah tempat, membuat darah dalam tubuhnya bergejolak, sehingga wajah tuanya yang bersih dan putih itu langsung memerah.Lengan Muktar langsung terkulai ke bawah.Namun, kek
Rivani memandang rendah Ardika dari dalam lubuk hatinya, tentu saja dia akan mempersulit Ardika dari berbagai aspek.Dia merasa Ardika hanya mendengar gosip dari tempat tertentu, lalu menyebutkan gosip tersebut untuk mengelabuinya.Ardika menggelengkan kepalanya, lalu sengaja berkata dengan nada bicara sangat menyayangkan, "Bibi, sepertinya kamu sudah bertekad untuk menjual putrimu.""Eh, Ardika, apa maksudmu?!"Kelopak mata Rivani melompat dengan cepat, ekspresinya sangat ganas. Dia benar-benar ingin mencabik-cabik mulut bocah sialan itu hingga hancur!"Bibi, sebenarnya kamu bisa saja memercayaiku untuk sementara waktu. Hanya mencoba saja juga nggak ada ruginya."Ardika berkata dengan acuh tak acuh, "Tapi kamu malah bersikeras nggak bersedia memercayaiku. Selain bertekad untuk menjual putrimu, aku benar-benar nggak bisa menemukan alasan lain kamu bertindak seperti ini.""Kamu ...."Rivani tahu jelas Ardika sedang merangsangnya, tetapi dia tetap kesal setengah mati."Baiklah, kalau beg
Ardika tidak sedang membual.Kala itu, demi membunuhnya, organisasi intelijen Aliansi Panca pernah mengeluarkan dana fantastis, mengundang pembunuh hebat dari berbagai negara untuk membunuhnya secara diam-diam.Di antara orang-orang tersebut, termasuk orang-orang yang menempati peringkat di Situs Gelap Heidim.Menghadapi bocah-bocah yang berinisiatif cari mati sendiri seperti ini, tentu saja datang satu, Ardika bunuh satu.Namun, beberapa di antaranya, karena berbagai alasan-alasan khusus, mereka tidak mati, melainkan dibiarkan pergi oleh Ardika.Jadi, Ardika mengatakan orang-orang ini berutang nyawa padanya, memang tidak berlebihan.Hanya dengan satu panggilan dari Ardika, orang-orang ini akan datang."Memangnya kamu bisa?"Namun, Rivani tetap tidak memercayai ucapan Ardika. Dia mengira Ardika hanya sedang membual."Ardika, kuakui di antara anak-anak muda, boleh dibilang kamu memang unggul. Bagaimanapun juga, kamu membangun semuanya dari nol. Bisa meraih pencapaian seperti hari ini, b
Saat ini, keluhan yang sebelumnya memenuhi hati Jesika terhadap ibunya, langsung menghilang tanpa meninggalkan jejak.Jesika segera menyeka air matanya. Dia mengalihkan pandangannya ke arah Ardika, lalu berkata dengan nada bicara memohon, "Pak Ardika, aku belum pernah memohon padamu untuk melakukan apa pun untukku. Tapi kali ini, aku ingin memohon bantuanmu untuk melenyapkan Istana Neraka.""Aku nggak menginginkan bonus itu lagi!""Selama kali ini kamu bisa menyelamatkan nasib Keluarga Siantar, aku bersedia bekerja untukmu seumur hidup!"Bekerja seumur hidup.Dengan kemampuan Jesika dalam berbisnis, boleh dibilang pengorbanan ini cukup besar.Namun, saat kata-kata ini masuk ke telinga Rivani, dia merasa sangat konyol dan tidak masuk akal."Jesika, apa otakmu sudah rusak?! Kamu memohon bantuannya untuk melenyapkan Istana Neraka?"Rivani menatap Jesika dengan tatapan tidak percaya.Dia merasa demam yang dialami putrinya beberapa waktu yang lalu telah membuat otak putrinya bermasalah, put
"Sebenarnya, Keluarga Siantar juga bukannya nggak melakukan apa-apa.""Melalui jalur Bank Sentral, kakekmu sudah menawarkan hadiah besar. Ada tiga organisasi pembunuh terkenal baik dari dalam maupun luar yang telah menerima tawaran hadiah ini dan pergi memburu Raja Neraka.""Tapi, nggak lama kemudian, tiga organisasi pembunuh ini sudah lenyap. Dari pemimpin hingga anggota inti organisasi-organisasi tersebut, telah dibunuh. Kepala mereka kembali diantarkan ke Kediaman Keluarga Siantar.""Sekarang kalian sudah tahu betapa menakutkannya Istana Neraka, 'kan?""Jesika, apa kamu kira sebagai seorang ibu, jelas-jelas aku tahu itu adalah sebuah jurang, aku akan mendorongmu masuk ke dalam?"Rivani menatap Jesika, berbicara dengan suara dalam, nada bicaranya sudah kehilangan ketenangan tadi.Sangat jelas, Istana Neraka dan Raja Neraka telah memberikan tekanan mental yang besar untuknya.Ini juga merupakan alasan mengapa dia terburu-buru datang ke Kota Banyuli untuk menjemput Jesika pulang.Ekspr
Kata-kata "menjual anak" benar-benar terlalu tidak enak didengar.Namun, dia tidak bisa menemukan kata-kata untuk membantah.Karena pernikahan antara Keluarga Jesika dan Keluarga Darma kali ini, memang ada persentase transaksi yang sangat besar.Rivani memutuskan untuk tidak memperdebatkan topik ini dengan Ardika."Kamu mau membantu menyelesaikannya?"Rivani mengamati Ardika dari ujung kepala hingga ke ujung kaki, lalu berkata dengan ekspresi meremehkan, "Kamu ingin tahu masalah apa yang sedang dihadapi oleh Keluarga Siantar? Oke, aku akan memberitahumu!""Karena Keluarga Siantar telah ditargetkan oleh sebuah organisasi pembunuh bernama Istana Neraka. Kalau kami nggak menjalin hubungan pernikahan dengan Keluarga Darma untuk menangani masalah ini, seluruh Keluarga Siantar akan tertimpa musibah.""Raja Neraka, pemimpin Istana Neraka sudah mengeluarkan pernyataan, akan membunuh seluruh Keluarga Siantar.""Apa kamu mengerti maksud membunuh seluruh Keluarga Siantar? Itu artinya seluruh angg
"Jesika, sudah pernah kubilang padamu, bagi wanita, air mata adalah sesuatu hal yang paling nggak bernilai.""Tapi, karena sekarang masih berada di Kota Banyuli, kamu bisa menunjukkan sisi lemah dan lembutmu itu untuk terakhir kalinya.""Setelah pulang ke rumah nanti, kamu harus menunjukkan sikap layaknya seorang wanita dewasa yang sempurna, harus membuat Keluarga Darma puas.""Kalau kamu masih saja lemah dan lembut seperti sekarang, aku hanya bisa bilang kamu nggak akan bisa menjalani kehidupan sesuai keinginanmu di Kediaman Keluarga Darma. Nggak akan ada orang yang merasa simpati padamu karena air matamu, malah hanya akan membuat orang mengira kamu lemah dan mudah ditindas."Tidak ada gejolak emosi dalam kata-kata yang diucapkan oleh Rivani.Apa yang dialami oleh Jesika, hanya seperti mengulang apa yang pernah dialaminya saja.Di saat seperti ini, daripada berperan sebagai seorang ibu yang penuh kasih sayang, sebaiknya dia bersikap kejam dan tegas, merangsang Jesika untuk kembali ber