Di Kampung, Tetangga sebelah Nita.Rudi terlihat resah saat membuka tudung saji. Hari ini istrinya tidak dapat menyiapkan apa-apa untuk makan mereka. Dua anaknya tadi juga berangkat sekolah tanpa uang jajan dan tanpa sarapan.Bukan dia tidak berusaha. Tapi tahun ini di desa ini memang masih sulit. Kecuali orang-orang yang mempunyai kebun atau pekerjaan tetap di kebun orang lain.Mayoritas warga disini banyak yang mengandalkan bekerja di Pertambangan timah Ilegal. Timah merupakan bahan baku dari perunggu. Timah merupakan unsur yang relatif langka yang terkandung dalam kerak bumi, dengan kadar sekitar 2 ppm, jauh di bawah besi yang mencapai 50 ribu ppm.Ada yang khusus bekerja, ada juga yang hanya mengerimbang.(Ngerimbang timah, sebutan untuk mereka yang mencari timah yang terjatuh di bawah mesin para pekerja.)Karena kebanyakan ini adalah aktivitas ilegal, jadi rawan razia. Seperti saat ini contohnya, terjadi razia besar-besaran mengakibatkan banyak warga yang tertutup jalan mata penc
Sudah dari kemarin mereka nggak makan? Apa tidak sakit perut anak-anaknya?Tiba-tiba, Nita teringat masa sulitnya tempo dulu. Pernah tidak makan dan sering harus berpuasa. Masih beruntung kala itu Gemilang masih kecil, dan belum dapat merasakan kesedihan mereka.Tapi ini, Teh Ainun ini? Anak-anak mereka harus ikut merasakan kelaparan.Air mata Nita tak terasa jatuh, entah kenapa dia merasa sangat bersalah. Di dapur dia punya banyak makanan, kulkas penuh aneka sayuran dan lauk. Beras juga tidak pernah sampai habis, tuang lagi dari toko. Dia dapat makan dengan kenyang dan nikmat, sementara ada tetangganya sendiri yang sedang menahan kelaparan.Ainun menjadi ragu karena Nita tidak juga membalasnya. Apa mungkin tidak boleh ya?"Mbak Nita, gimana? Kalau gak boleh juga gak papa kok mbak."Nita terkejut, lalu cepat mengetik balasan."Kenapa gak ngomong dari kemari, Teh? Boleh kok, Teh. Boleh. Kesini aja. Mau ambil apa, ayo ambil saja.""Ya Allah.. Serius Mbak Nita?" Ainun rasanya tidak perca
"Oh, Enggak kok. Kalian mau cari apa ini?" Jawab Nita, segera bertanya saja. Dia tidak mau memikirkan omongan mereka, toh niat dia tadi memang membantu Teh Ainun. Semisal gak dibayar juga gak masalah. Pasti ada rejeki lain lagi.Rani menunjuk ini itu, Eni juga. Mereka masih berlanjut membicarakan Ainun.Sementara Ainun sudah di rumah, meletakkan belanjaan di dapur.Rudi terkejut melihat istrinya membawa banyak sekali belanjaan."Neng, ini dari mana? Kamu ngutang ke toko Mbak Nita ya?""Iya, Ak'. Dikasih kok. Mbak Nita itu orangnya beneran baik kan? Lihat, aku juga dikasih lontong sama rendang daging. Ya Allah… banyak lagi." Ainun begitu senang saat memeriksa lontong dan rendang yang dikasih Nita tadi. Itu cukup jika dimakan dia, Suami dan juga dua anaknya nanti.Dua orang itu segera makan dengan lahap, setelah Ainun menyisihkan makanan itu untuk anak-anak nanti."Alhamdulillah ya Neng, dapat utangan. Beras 10 kilo ya Neng?""Iya. Aku mau bayar utang ke Eni tiga kilo.""Tapi nanti baya
Mereka, Al, Azam dan Arumi saat ini sudah berada di mobil, dalam perjalanan ke rumah sakit.Tentu saja dengan dua mobil yang berbeda. Al' Mengendarai mobilnya seorang diri. Sementara Azam dan Arumi berada di mobil milik Azam sendiri, mengikuti mobil Al' yang berada di depan mereka.Ketiga kepala itu sama sama berpikir. Namun berbeda pemikiran. Azam sudah mulai resah, jika Arumi ternyata benar adalah Adik kandung Al' apakah mereka akan menjadi penghalang cintanya pada Arumi?Al' pun demikian. Pikirannya terfokus pada Arumi. Entah kenapa dia begitu yakin jika gadis itu adalah adiknya.'Kakek, aku sudah menemukan cucumu. Aku akan membawanya pulang untukmu. Kamu pasti akan senang.'Sementara Arumi sendiri, sesekali menoleh pada Azam. Pikirannya dipenuhi kegelisahan. Tapi bukan takut jika dia adalah adik kandung Al'. Hanya saja dia tidak habis mengerti, kenapa kedua orang tuanya tidak pernah bercerita apapun padanya.'Setidaknya, kasih tau donk bocoran sedikit, saja jika aku ini anak oran
"Tuan. Ini adalah hasil Labnya." perawatan itu berbicara ada Al'. Mengulurkan sebuah Map. Al' cepat menyambut. Melirik Perawat yang sudah berlalu itu, kemudian menoleh pada Arumi. Gadis itu pun menoleh dengan kepala masih di ketiak Azam.Tangan Al' terlihat gemetaran. Membuka Map itu untuk memeriksa isi kertas di dalamnya.Matanya seketika membulat sempurna ketika membaca hasil dari Lab.99.99% Positif!Dengan tubuh yang semakin gemetar, pria itu melangkah mendekati Azam dan Arumi yang belum juga beranjak.Al tidak bicara, dia hanya mengulurkan kertas itu pada Azam. Azam pun ikut tercengang saat membaca hal yang sama. Lalu segera menoleh pada Arumi yang belum ikut membaca."Apa hasilnya? Bukan, kan? Aku bukan adiknya? Sudah ku bilang juga.""Lihat dulu." Azam menunjuk tepat di depan hidung Arumi."Hah!" Arumi melotot."Mana mungkin?" Kini dia menatap Pria yang kini sudah tak berjarak dari hadapannya itu. Kedua mata pria itu berkaca kaca, hingga buliran bening menetes ke pipinya."Arum
Kakek melengos. "Apa peduli ku. Mau mirip atau tidak, kamu berharap kalian berjodoh? Haha.. Mana bisa!" Kakek menolak untuk melihat Arumi."Bukan begitu Kek? Lihatlah, dia begitu mirip dengan menantumu. Dengan Ibu!" Al' kini memaksa Kakek untuk bangun."Biarkan saja! Aku tetap tidak akan merestuimu untuk menikah sebelum kamu menemukan cucu kesayanganku Al'! Hanya dia yang bisa menjadi pengganti menantu kesayanganku."Kakek berontak, menepis tangan Al' yang meraih lengannya dan kembali memalingkan wajahnya.Al' mendengus, kemudian mendekatkan wajahnya."Dia Arumi, Kek." Al berbisik."Hah!" Kakek menoleh, menatap Al'."Kamu berbohong ya?" Kakek memukul pelan kepala Al'."Al' tidak berbohong. Dia cucumu." Al' mengulurkan Kertas hasil Tes DNA milik mereka.Tangan Kakek meraih kertas itu. Tanpa bangun dari berbaringnya dia melirik kertas itu. Matanya melotot.Seketika Kakek bangun. Kemudian berdiri. Menatap seksama Arumi Menoleh lagi pada Al'."Apa semua ini benar?"Al' Mengangguk. "Al' m
"Bagaimana pun juga, Kakek harus berterima kasih pada Tuan muda Azam." sambung Kakek."Kakek mau bertemu dengannya? Dia ada disini." ucap Arumi."Benarkah? Kalau begitu Kakek ingin bertemu. Ayo!"Arumi mengangguk dengan senang, segera membimbing Kakek untuk melangkah keluar menemui Azam.Al', pria itu terlihat bersungut-sungut. Hatinya masih belum bisa menyukai Pria yang pernah didengarnya sebagai Playboy itu."Tuan Muda Azam!" sapa Kakek setelah berada di hadapan Azam.Azam cepat berdiri, mengangguk kepada Kakek."Duduklah, Nak!" Kakek mengajak Azam untuk duduk kembali."Tuan muda Azam, Arumi kekasihmu ini, benar cucuku yang selama ini kami cari. Kakek sungguh tidak menyangka bisa dipertemukan seperti ini." ucap Kakek."Oh, iya Kek. Aku ikut senang. Melihat Arumi masih memiliki keluarga." sahut Azam melirik Arumi yang terlihat bahagia."Terima kasih ya, Nak? Sudah menjaganya selama ini. Hidupnya pasti sangat sulit sebelum bertemu denganmu." ucap Kakek."Iya Kek. Tidak masalah. Itu su
"Ya Allah.. makasih ya Mbak Nita. Tapi biarlah mbak, kalau gak di cicil sekarang, takutnya susah lagi nanti. Cari kerjaan susah mbak. Ini aja Suamiku belum dapat lagi kerjaan. Nanti utangnya malah kelamaan." Meskipun ditawari kebaikan oleh Nita, Ainun tidak ingin mengambil kesempatan. Hutang baginya sangat membebani dirinya. Sebenarnya jika ada, dia lebih memilih untuk menjual barang yang ada dari pada hutang. Jadi, dia kembali mengulurkan uang itu."Terima Mbak, untuk mengurangi hutang kami." Kembali Ainun berkata.Nita menghela nafas, dia mengerti maksud Ainun. Ternyata Teteh ini tidak seperti yang dibicarakan oleh Eni dan Rani yang katanya kalau berhutang susah bayar. Susah, mungkin karena belum ada.Buktinya ini, dia sangat bertanggung jawab dan tahu diri.Nita juga tidak ingin merusak niat baik Ainun hanya karena belas kasihannya."Oke lah kalau begitu ya Teh, aku terima. Sisanya aku catat lagi. Kalau Teteh ada perlu lagi, ambil lagi saja. Jangan sungkan. Jangan takut, Allah past