“Jaga mata anda!” seru Raja. “Jaga mata anda!” dia mengulang kalimat yang sama.Pandangan semua orang langsung tertuju ke arah Raja. Mereka tidak mengerti mengapa tiba-tiba pria itu berani berkata demikan pada seorang hakim ketua.Hakim ketua itu pun pura-pura bertanya, “Maaf, saudara. Apa maksud saudara?”Raja tak menjawab, tetapi tatapan dinginnya masih mengarah pada sang hakim ketua.Hakim ketua itu malah tersenyum, “Sepertinya saudara sangat emosional. Saudara tenang saja, saya akan memutuskan masalah ini seadil-adilnya.”Setelah itu, hakim ketua itu melanjutkan sidang, “Baiklah, setelah kami mempelajari kasus ini dengan beberapa bukti dan argumen dari pihak terkait. Kami memutuskan ….”Suara hakim ketua terjeda, Nugraha bersiap-siap menerima keputusan sidang. Dia yakin Radit dan kedua orang tuanya diputuskan terlibat dalam masalah ini.Bahri, Margareth, dan Radit pun berusaha bersikap sesantai mungkin. Mereka yakin hakim ketua itu tidak ingkar janji.“Kami memutuskan bahwa Ulva d
“Mas?” panggil wanita itu, membuat semua orang menoleh.Tentu saja Bahri seketika panik. Dia berpikir hidupnya akan tamat. Dia tidak mungkin bisa mengelak jika wanita selingkuhannya bercerita terus terang, karena dengan menunjukkan hasil tes DNA anak dari kandungan sudah cukup membuktikan siapa Ayah kandungnya.Margareth mulai curiga kalau wanita itu punya hubungan dengan Bahri, “Siapa kamu? Kamu mengenal suamiku?” tanya Margareth.“Uang ini milik Mas, bukan?” Wanita itu mengangkat tangan kanannya. “tadi aku melihatnya jatuh dari kantong celana milik Mas.”Bahri sekilas bernapas lega, tetapi dia tahu wanita selingkuhannya ingin memberinya sebuah peringatan kalau wanita itu bisa kapan saja berkata terus terang terhadap keluarganya.Melupakan sejenak, Bahri segera berpura-pura merogoh kantong celananya, “oh ya, benar. Uang 100 ribuku nggak ada. Mungkin tadi jatuh pas aku ngambil hp-ku,” kilahnya.Wanita itu memberikan uang 100 ribu kepada Bahri, “Lain kali hati-hati,” ucapnya dengan sen
“Ada masalah?” tanya Nugraha begitu dingin.Kening Margareth seketika berkerut, “Maksud Papa?” Dengan tatapan dingin, Nugraha menanggapi, “Kamu benar. Ayyara akan menjadi penerus dan pemilik tunggal perusahaan SFM!”Bahri, Margareth, dan Radit terkejut bukan main mendengarnya. Mereka semakin khawatir kalau Nugraha memang bersungguh-sungguh berencana memberikan perusahaan SFM terhadap Ayyara.“Papa pasti bercanda!” Margareth berani menatap Nugraha. “Nggak mungkin perusahaan keluarga jatuh ke tangan Ayyara yang nggak mengalir darah Papa!”Bahri dan Radit hanya terdiam. Mereka tidak seberani Margareth yang menyampaikan protesnya terhadap Nugraha yang tengah murka.Begitu pun dengan Ayyara. Dia tidak tahu apakah keputusan Nugraha benar-benar serius atau hanya menggertak ketiga orang itu. Kalau pun benar demikian, dia akan menolak pemberian sang Kakek. Dia sadar diri, dia tidak pantas menerima warisan dari pria tua itu karena dirinya bukan seorang cucu kandung.“Aku tidak bercanda!” tega
“Sudahkah cukup permainanmu?” tanya Nugraha dengan tatapan dingin. “jawabanku tetap sama … aku tidak mau membawamu kembali ke perusahaan!” tegasnya. “bukankah kamu sering menyombongkan dirimu sendiri? Carilah perusahaan lain,” sindirnya kemudian.Bahri seketika memutar otaknya untuk mencari sebuah alasan, “Maaf, Pak. Tadi aku salah bicara. Papa tidak perlu memberiku gaji besar, berikan secukupnya saja untuk menafkahi keluargaku.” Raja berpikir sejenak, sudah saatnya dia memberi tahu kebenaran.“Jawaban Paman tidak konsisten, sepertinya Paman punya niat terselebung,” pancing Raja.Bahri sangat kesal karena Raja selalu ikut campur dan terlihat nyata ingin menghalang-halanginya kembali ke perusahaan.“seperti yang aku katakan barusan. Niatku kembali ke sana karena ingin membantu memajukan perusahaan,” tanggap Bahri sembari mengulas senyuman paksa.“Benar begitu, Paman? Bukankah karena Paman berniat mengambil uang perusahaan berapapun yang Paman mau?” sindir Raja.Tidak ada reaksi berleb
Ancaman Nugraha tampak tidak main-main, membuat Bahri semakin ketar-ketir.Saat semuanya pergi, Bahri tetap mematung di tempat. Sekujur tubuhnya seolah mati rasa dan tidak bisa digerakkan. Dia merasa sudah tidak punya kehidupan lagi.Menggunakan mobilnya, Raja menuju ke kediaman rumah mewahnya.Nugraha menatap ke arah luar kala mobil yang dikemudikan Raja memasuki kawasan comfortable home, perumahan termewah yang ada di pusat Kota.“Raja, kita ke mana?” tanya Nugraha.“Kek, sekarang aku dan Mas Raja tinggal di sini.” Ayyara menjawab. Nugraha tertegun. Sang cucu memang pernah bercerita kalau telah membeli sebuah rumah di perumahan, tetapi dia tidak menyangka perumahan yang dimaksud cucunya adalah perumahan terbesar dan terelit di pusat Kota. Hanya orang-orang kalangan atas yang bisa memiliki rumah yang bernilai fantastis di perumahan comfortable home.“Inilah rumah kita, Kek,” kata Ayyara setelah turun dari mobil.Tentu saja Nugraha semakin dibuat tekejut. Cucunya bukan hanya tinggal
“Hari ini juga aku akan memanggilnya!” seru Nugraha sembari mengepalkan tangan kanannya. “bukan hanya memanggilnya, kedua tangannya harus disiram dengan air panas sampai melepuh!” Raja melihat urat di pelipis Nugraha menyembul. Khawatir penyakit sang Kakek kambuh kembali, dia pun berusaha menenangkannya.“Menghadapi masalah dengan rasa amarah akan berakhir sia-sia. Jika Kakek memutuskan demikian, Kakek bisa dituntut masuk ke penjara. Jika hal itu terjadi, nama perusahaan SFM tercemar. Dan mungkin saja Prince Group akan memutus kerja sama secara pihak.”Setuju dengan ucapan dang suami, Ayyara pun menambahkan, “Kalau memang Kakek ingin memberikan hukuman pada Paman, serahkan semuanya pada penegak hukum.”Emosi Nugraha mereda setelah mendengar nasihat Raja dan Ayyara. “Kalian benar. Tapi sebelum aku melaporkan Bahri, aku tetap akan memanggilnya,” kata Nugraha. Dia lalu bertanya pada Raja. “Raja? Kenapa kamu baru memberitahukan sekarang?”“Iya, Mas. Mas kok nggak ngasih tahu dari dulu
“Masih mau mengelak, Bahri?!” Nugraha mulai meninggikan suaranya sembari berdiri. “Masihkah kamu tidak mengakui semua kejahatanmu selama menjabat wakil direktur perusahaan?” Bahri menelan ludah susah payah, tenggorokannya terasa tercekat.“Apa maksud, Papa? Aku nggak mengerti,” kata Bahri berusaha tetap tenang, walau keringat dingin di wajahnya mulai bercucuran.“Papa ngomong apaan sih?” Margareth kesal, tetapi perlahan dia mengerjap kala mengingat ucapan sang suami di taksi barusan. Dia pun seketika melirik tajam ke arah Raja dan Ayyara. “aku tahu kenapa Papa menuduh Mas Bahri. Pasti kalian yang memfitnah Papa!”“Sialan!” Radit mengepalkan kedua tangannya sembari menatap tajam ke arah Raja dan Ayyara. “ngomong apa kalian ke Kakek, hah?!”Nugraha tidak bisa mengontrol emosinya lagi. Dia melangkah ke arah meja dan mengambil sebuah dokumen dan melemparkan ke arah Bahri.“Masih mau mengelak lagi?” seru Nugraha. “gara-gara kamu, perusahaan keluargaku hancur tak bersisa!”Bahri merasa sem
Suara itu bagaikan petir yang menyambar tubuh Bahri. Kakinya seolah-olah tidak bisa digerakkan, hingga akhirnya dia tak mampu berdiri dan terjatuh pingsan.Margareth dan Radit yang terlanjur marah, mereka hanya terdiam menyaksikan pria itu terjatuh.“Aku bukan wanita lemah. Pria bukan hanya dirimu saja, Mas,” gumam Margareth.Ayyara merasa kasihan, tetapi di sisi lain dia merasa itu adalah karma bagi mereka yang pernah berusaha merusak rumah tangganya.“Tante, Radit … Kalian yang sabar, ya,” kata Ayyara.Sudut bibir Margareth terangkat. Dia memang terpukul dengan kenyataan pahit ini, tetapi dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mendapat simpati dari Nugraha agar tetap tinggal di rumah besarnya. Margareth berbalik menatap Nugraha dengan memasang wajah sedihnya, “Pa, maafkan aku. Aku nggak nyangka kalau suami yang aku hormati telah berkhianat. Aku mendukung Papa mengusut masalah ini. Dia pantas dipenjara.” Sejalur dengan sang Mama, Radit pun berusaha mengambil Kekeknya, “Se