"Apalagi yang kau tunggu hah?! Kubilang tadi apa?! Apakah telingamu konslet?! Cepat dobrak pintunya!"
Pria bertubuh kekar dengan balutan busana serba hitam, langsung mendobrak pintu tepat setelah perintah diucapkan oleh wanita yang duduk di kursi roda. Wanita ini memang sangatlah telah bau tanah. Tetapi walaupun telah berbau tanah, tak membuat posisi kekuasaannya goyah. TKB alias tua, kaya, dan berkuasa begitulah julukan dari para anak, menantu, serta para cucu maupun kolega menyebutnya.Benturan pintu mengenai dinding bukan karena angin besar, apalagi pintu tersebut dikunci namun tiba-tiba didobrak membuat seluruh atensi tertuju pada pintu ruang tamu. Tak sebatas sepasang ataupun dua pasang mata saja, melainkan seluruh pasang penghuni ruang tamu seketika menatap ke pintu. Keharmonisan dari pertunangan Sean dengan sang kekasih, seketika menghilang dalam sedetik setelah seluruh penghuni terperanjat."O--Oma?""Loh Oma?""Oma?!"Oma omi ome omo hanya itu yang terucap dari menantu, anak, dan sang cucu secara bergantian. Mereka memang keliru dan kejam, karena memilih tak memanggil Oma Sean. Tetapi jawaban yang akan dilayangkan oleh sang Oma, juga membuat anak-anak, menantu, bahkan para cucu sepakat tak ada yang memberi tahu.Wanita tua tersebut menatap berang gadis yang sebaya dengan sang cucu kesayangan. Gadis yang juga dirinya tahu, apabila sama busuknya seperti sang anak, menantu, cucu, beserta orang tua sang gadis. Wanita tersebut mengode kepada orang suruhan, agar mendorong gadis bertubuh gempal, berkulit sawo matang, dan jerawat bertaburan di wajah supaya berjalan bersamanya. Layaknya tatapan biasa dirinya terima sedari dahulu.Beauty privilege tak sebatas angin atau fakta yang terkunci rapat, hal tersebut kian kokoh seiring bertambahnya waktu. Kau rupawan maka dihargai, kau tak rupawan? Yaps, maka bersiaplah dengan tatapan mata mengalahkan pedang."Apalagi yang kalian tunggu? Kalian tak memahami atau berpura-pura bodoh? Batalkan pertunangan Sean, dan kau Sean... Bertunanganlah dengan Theresia!""O--Oma.""Ma..."Lagi dan lagi layaknya balita baru belajar berbicara, hanya dua kata antara 'Oma' dan 'Mama' saja berhasil terucap. Semua pasang menatap iba Sean, lalu berganti menatap jijik gadis yang masih bersembunyi dibalik tubuh kekar pengawal. Cinderella sekali kehidupan gadis bernama Theresia ini. Sudah berpenampilan tak setara dengan mereka, wajah juga tak begitu mempesona dan sangat di bawah kata biasa saja. Kedua keluarga jadi bertanya-tanya, apakah Theresia tak malu untuk hidup? Gadis itu masih berniat hidup berapa lama lagi?"Pe--permisi sa--saya izin pulang saja bolehkah, Nyonya?" Theresia meminta persetujuan, membuat suasana tegang berubah menjadi memanas.Rasanya mereka hendak menertawakan Theresia yang gugup. Apabila begini saja sudah gugup, lantas bagaimana bila menjadi istri dari Sean? Dasar sampah masyarakat.Kekasih Sean terlebih dahulu kelepasan tertawa terbahak-bahak. Gadis tersebut menutup mulut dengan salah satu tangannya, "Ups! Maaf Oma, tawa Laura tak tahan keluar. Tapi kau..."Kekasih Sean melangkah mendekati posisi Theresia. Tubuh ramping nan indah kekasih Sean, secara kasar menarik Theresia. Layaknya deteksi benda di genggaman satpam. Kekasih Sean menggunakan netranya semaksimal mungkin, dengan mengamati Theresia tanpa terlewat walau setengah inci. "Menyogok Oma dengan apa kau hah?! Jelek-jelek cerdik ternyata kau."Theresia membenci direndahkan sedari dahulu. Tetapi dirinya juga tertampar realita, memangnya siapa dia? Bukankah dia memang sampah masyarakat, yang beruntung sekolah selama 12 tahun bahkan lulus sarjana karena bantuan pemerintah dan beasiswa?Oma mendorong kursi rodanya sendiri mendekati Theresia. Dengan kaki keriput nan ramping miliknya, sang Oma menendang kekasih Sean agar menyingkir dari Theresia."Kau sentuh dia, maka saya lempar kalian ke jeruji besi! Apakah kalian pikir orang tua ini bodoh tak tahu kunci-kunci emas kalian? Bodoh! Itulah kalian yang bodoh bermain kurang bersih! Keluar dari rumah suami saya atau pindah ke kantor ... Polisi tentunya."Sean sedari tadi menyimak dan menanti sang kekasih memberi pelajaran, seketika menghampiri sang kekasih terduduk di lantai. "Oma kenapa? Sean mencintai Laura bukan cewek seperti ---" Sean melirik jijik penampakan Theresia lalu bergidik."Perkataan Laura, Oma. Laura itu baik Oma.""Baik karena kalian sebatas menggunakan uang saya dan suami saya! Kalian disuruh menjaga dan mengendalikan tetapi rakus! Kalian pikir walau darah terikat aku tak tahu? Ini permintaan pertamaku dan mungkin terakhir. Pernahkah saya menuntut? Padahal kalian-kalian mendapatkan jodoh jauh buruk dari Theresia."Sial. Wajah para menantu Oma seketika terasa hilang. Sudah bau tanah tetapi menjengkelkan."Saya menolak dengan gadis ini!" Sean mendorong tubuh Theresia hingga tersungkur. Suara benturan lantai karena Theresia justru membuat tawa meledak."Baiklah. Saya terima, tetapi kau ku coret dari hak waris. Bagaimana Cucuku? Penawaran menarik bukan?"Selalu aset utama dikarenakan Sean adalah cucu tunggal, membuat para paman, bibi, sepupu, dan orang tua Sean menganggukkan kepala. Jangan sampai mereka pindah ke pinggiran sungai, hanya karena gadis gempal ini.Sial. Lagi-lagi Sean sebagai tumbal. Dia melirik sang kekasih terlebih dahulu. Lelaki tersebut berjongkok, lalu merapatkan tubuh demi berbisik pada gadisnya. "Kita tak selesai melainkan saat ini hanyalah konflik klimak saja."Kekasih Sean semula takut kehilangan aset barang branded-nya, seketika melunakkan wajah setelah mendengar penjelasan sang ATM. Dia tersenyum kecil, dengan hati yang tengah tersenyum miring.Sesuai apa yang diinginkan oleh Oma Sean. Cincin sempit semula berpemilikkan Laura, kini berpindah tersemat ke jemari gemoy milik Theresia. Oma tersenyum cerah kala keinginannya terkabulkan.Sebenarnya dia memilih Theresia, sebagai cucu menantu tiba-tiba bukanlah karena tanpa alasan. Setiap kejadian pasti memiliki alasan bukan? Begitupula Oma memilih Theresia. Konyol dan klasik memang, tetapi Theresia mengingatkan dirinya pada sang sahabat. Sahabat yang ntah masih atau telah tiada. Sahabat ntah dimana keberadaannya, bahkan bagaimana keluarga sang sahabat. Karena berita terakhir dirinya dengar adalah sang sahabat menghilang tepat setelah dirinya melahirkan Papa Sean."Theresia dalam bahasa Yunani memiliki arti musim panas, jadi selamat datang di neraka, C.A.N.T.I.K.""Theresia juga berarti pemanen dalam bahasa Belanda. Tampaknya Oma menjadikanmu Cinderella di sini karena tahu kau akan mendapatkan arti memanen sesungguhnya.""Selamat menuai sesuai namamu dalam bahasa Perancis, Nona.""Kau adalah kesialan dari antara hal paling sial bagi saya!"Bukan ucapan selamat karena telah bertunangan, melainkan perkataan menusuk relung hati terdalam yang Theresia dapatkan. Dia sebenarnya juga tak ingin bertunangan dengan orang asing. Wanita tua yang mengajaknya tak menjelaskan secara rinci.Wanita tua yang tak lain Oma lelaki menyebalkan di sampingnya, bahkan sebatas bercerita bila dirinya mengingatkan pada sahabat yang ntah berantah. Rasa iba membuat Theresia bak terhipnotis hingga berujung pada titik ini.Waktu yang dinanti-nanti oleh Oma Sean akhirnya tiba juga. Gedung pertemuan disulap semewah mungkin sesuai keinginan Oma. Bunga dekorasi pada pintu sebanyak ratusan ribu tangkai, telah terpasang rapi kian mempercantik gedung. Tak main-main dana yang rela Oma keluarkan demi cucu kandung semata wayangnya.Tak hanya bunga dekorasi pada pintu hingga menyentuh sembilan digit juta. Langit-langit gedung dihiasi oleh juntaian berlian yang juga Oma pilih sendiri. Hand bouquet dari bunga peony berhasil wedding organizer dapatkan walau dengan perasaan cemas. Beruntung para wedding organizer berhasil mewujudkan seluruh keinginan Oma tanpa terlewat. Bukan dengan parcel, kardus berukuran sedang, apalagi kecil, tempat yang menutupi aneka souvernir bahkan tergolong cukup besar. Bagaimana tak besar apabila kotak tersebut berisikan : emas antam seberat 250 gr dengan harga kisaran ratusan juta, dua tas untuk pria dan wanita dari brand ternama tepatnya berinisial LV, dengan harga sama-sama puluhan juta
Gumpalan awan bak kumpulan biri-biri tak lagi mampu dipandang melalui jendela kaca pesawat, bukan pula bangunan-bangunan tampak sekecil semut kala siap mendarat. Kaca dengan bertuliskan Bandar Udara Komodo, telah mampu dipandang netra. Tak melewati tangga pesawat melainkan penumpang maskapai pesawat, diminta agar melalui garbarata yang terhubung dengan ruang tunggu. Mobil telah disediakan Oma di parkiran bandara, mengantar pengantin baru ke villa sekitar Pantai Pink di sekitar pulau komodo. Mobil yang disediakan Oma tak bisa langsung membawa ke villa berada di sekitar pantai.Melainkan Sean dan Theresia harus kembali menempuh transportasi laut. Kapal yang diisi Sean, Theresia, dan barang-barang telah menampilkan keindahan pantai dengan pasir berwarna merah muda, yang terdiri dari pasir putih berpadu dengan karang merah telah menggoda untuk berlarian ke sana kemari sembari bergandengan. Bukankah dibayangkan saja telah terkesan romantis, bak romantika di kisah-kisah novel. Melihat keind
Perintah konyol nan aneh sang suami masih terekam jelas di otak. Kala perintah tersebut nyatanya bak sulap belaka. Perintah diucapkan terkesan serius, nyatanya mengalahkan bisa ular bagi hati. Perintah itu nyatanya mengecoh niat, keihklasan, dan ketulusan beribu-ribu persen takarannya. Bak makhluk hidup diciptakan tanpa otak atau, mungkin terlampau kecewa hingga memilih abai. Tangan gempal dengan jari bantet itu seketika bergeming kemarin, kala memastikan yang di dengar semu-semu sang indera pendengar. Tak yakin dengan indera pendengar saat itu. Theresia memberanikan diri menekan kenop pintu kamar lantai tiga milik Sean. Hampa, kosong, sunyi, dan rapi. Tampaknya pergerakan Sean sang cerdik bak kancil, demi tak diketahui oleh Theresia. Bodohnya saat itu Theresia tak mengamati bila koper Sean masih berada di posisi sama, tak berkutik dan digeser sedikitpun.Tempat yang sama kala keberangkatan kembali Theresia pijak. Seluruh tubuh Theresia memang terbalut busana lengkap, tetapi bagian t
Jam telah menunjukkan pukul delapan pagi, biasanya kediaman keluarga Sean telah kompak diisi dengan para asisten rumah tangga. Tetapi Mama Sean meminta agar para ART libur pulang kampung dadakan dengan waktu tak diketahui. Kecuali apabila sang Nyonya telah menghubungi agar segera kembali. Tanpa satu petak pun terlewat apalagi satu ruang, seluruh rumah masih dipadati oleh debu-debu.Bahkan suara mesin cuci piring masih sunyi, tak sinkron dengan tumpukan piring yang menanti. Meja makan biasanya telah tersaji aneka makanan sarapan, pun masih sunyi tanpa sepiring hidangan. Tak menyisakan satu ART pun membuat kondisi rumah kian mencekam dan horor. Rumah ini masih dihuni oleh orang-orang, tetapi tidak dengan suasana berubah karena seseorang.Hanya suara kipas angin yang mengisi keheningan ruangan sepetak kecil ini. Masih terbalut selimut tebal yang robek-robek dan sedikit mengempis, Theresia terlena walau keadaan yang tak sebanding dengan penghuni kamar lain. Ya, setidaknya dia harus bersyu
Bukan kilauan mata kecantikan bola mata terpancar. Bukan juga teriknya mentari membuat yang dipantul atau terpantul. Melainkan kilauan berlian berbagai negara, yang selalu berbaris di depan netra selalu menjadi topik pembahasan. Desain yang selalu berganti tiap bulan, dan harga yang bisa menembus saldo hingga sesak nafas kecuali pemilik kartu unlimited.Bukan di diskotik dengan gemerlap lampu remang-remang. Bukan ramainya ibu-ibu bernegosiasi di pasar. Bukan juga pertikaian dengan berbagai hal memacu emosi di pinggir jalan. Melainkan rumah Mama Sean mengalahkan keramaian diskotik dan pasar.Bagaimana tidak ramai apabila pemilik-pemilik lisan itu tak ada seorang pun lelah berbincang. Tak ada pula yang membuat topik pembahasan berhenti. Entah dengan topik pembahasan sama kala di panggillan, pesan, ataupun bulan lalu, ntah kenapa anehnya topik itu selalu dibahas selagi mulut belum terkena stroke total. Ntah membahas kepintaran cucu, kemampuan menantu, kesusksesan anak
Seminggu sudah suasana rumah terasa damai, tanpa kekerasan dilakukan oleh Sean dan orang tuanya. Bukan karena ketiga penghuni rumah yang sakit. Bukan pula sang samsak emosi terkapar, bebas kekerasan hanya berlaku tak lebih seminggu. Dikarenakan mereka pindah inap sementara ke hotel. Kembar beda usia itulah Sean dan sang Papa. Hotel mewah di jantung kota menjadi pilihan perayaan ulang tahun pria berusia 75 tahun dan 35 tahun. Ditemani dengan orang terkasih agar hari kian terasa istimewa, bahkan senyum dua pria itu tak henti terukir. Wanita yang rela menghamburkan saldo demi sang pria.Kedua orang tua Sean telah mempersiapkan cincin pernikahan untuk Sean dan Laura. Theresia? Gadis gempal itu ada di lantai paling bawah berbeda dengan mereka, satu lantai bersama para pelayan yang akan melayani acara. Acara tampaknya akan terasa damai dan meriah, mengingat Oma tengah menjalankan pengobatan di luar sedari bulan lalu."Apakah semuanya sudah aman?" Layaknya Nyonya pemilik acara yang mendanai
Mentari telah seutuhnya larut dalam kegelapan malam. Bukan terik mentari membuat terperanjat, melainkan kilatan petir yang menyambar tak kalah membuat terkejut. Agaknya berbeda dengan ramalan orang pintar sebatas keuntungan, dengan peluang kecil adalah kenyataan. Ramalan cuaca pada layar handphone jauh memiliki peluang sungguhan.Memang netranya tak melihat secara langsung. Lisan meminta izin untuk memastikan handphone tetangga pun, tak diizinkan oleh sang pemilik. Putaran jarum pendek dan panjang telah berulang kali bertemu pada titik yang sama. Si kecil nan lembut tak kasar mata penunjuk derik, menemani langit kian pekatnya malam.Kilatan petir belum juga membuat gadis gempal itu beranjak. Sang gadis masih terpaku di sebrang rumah mewah, naungan lebih baik tetapi juga tak begitu baik. Tidak-tidak. Bukannya dia tak bersyukur bertemu Oma, hanya saja rumah mewah ini membuatnya terlena mengharapkan hal lebih. Hal yang tetap saja tak Theresia dapatkan yaitu kasih dan
Jarum jam masih bergerak menuntut menit. Menit menemani pergerakan jarum pertanda jam, walau tak secepat si detik. Layaknya minggu dan bulan lalu. Hari berganti minggu, Minggu berganti hari. Sederhana tetapi menampar pemikiran.Jarum saja ditemani oleh jarum lain. Hari berganti minggu, hingga tergenapi 365 hari dalam setahun. Seseorang bisa berubah seiring waktu, ntah layaknya pergerakan jarum jam atau pergerakan hari. Baik mampu menjadi jahat, dan berlaku sebaliknya secara singkat. Bisa jadi bak sekedip mata, bisa jadi bak menyimak kura-kura berlari dari Indonesia ke Belanda.Konon kata orang menanti itu membosankan, bahkan jauh di level atasnya yaitu jenuh. Menanti atau menunggu selalu menjadi hal bak lomba. Bisa juga bagai les atau pelatihan, yaps kesabaran hal itulah yang dilibatkan. Ntah sekadar bosan atau hingga menyentuh si jenuh. Bosan memang masih mampu diulur atau dihilangkan, tetapi bagaimana kabar si jenuh? Selain menghilang tanpa kabar dengan alasan ke