Bukan kilauan mata kecantikan bola mata terpancar. Bukan juga teriknya mentari membuat yang dipantul atau terpantul. Melainkan kilauan berlian berbagai negara, yang selalu berbaris di depan netra selalu menjadi topik pembahasan. Desain yang selalu berganti tiap bulan, dan harga yang bisa menembus saldo hingga sesak nafas kecuali pemilik kartu unlimited.
Bukan di diskotik dengan gemerlap lampu remang-remang. Bukan ramainya ibu-ibu bernegosiasi di pasar. Bukan juga pertikaian dengan berbagai hal memacu emosi di pinggir jalan. Melainkan rumah Mama Sean mengalahkan keramaian diskotik dan pasar.Bagaimana tidak ramai apabila pemilik-pemilik lisan itu tak ada seorang pun lelah berbincang. Tak ada pula yang membuat topik pembahasan berhenti. Entah dengan topik pembahasan sama kala di panggillan, pesan, ataupun bulan lalu, ntah kenapa anehnya topik itu selalu dibahas selagi mulut belum terkena stroke total. Ntah membahas kepintaran cucu, kemampuan menantu, kesusksesan anak, nikmatnya keromantisan di hari tua, dan tentu saja tumpukan harta selalu tak tertinggal dibahas. Ntah dengan awalan pembahasan bagaimana, tetapi topik harta dan gosip masalah tak pernah absen terselip.Tanpa jarak setengah centipun apalagi sekat, kotak-kotak berbahan beludru dengan warna merah dan biru tua tampak memadati meja. Beruntunglah Theresia berinisiatif menyediakan troli, sehingga makanan tetap tersaji di sisi kanan-kiri. Sesungguhnya gadis gempal itu terbuai dengan kilauan berlian. Bahkan harapan bodoh tanpa menggunakan fungsi otak juga terbesit di kepala."Mana menantu Jeng kok nggak ikut arisan?""Bener Jeng, biar gabung geng arisan Claudia aja."Claudia-- Wanita dengan keuntungan memiliki keturunan selalu kembar, sehingga membuat dia memiliki delapan anak. Dia merupakan salah satu putri dari kawan Mama Sean, yang juga adalah ketua arisan sosialita bagi kalangan menantu dan putri dari para kawan Mama Sean."Jeng, nggak beli nih buat kembaran sama menantu juga?"Hening melanda ruang tamu yang padat dengan wanita-wanita sosialita. Mereka saling pandang dalam geming, memastikan fokus atau pendengaran yang terganggu. Walau perkenalan telah lama tetapi bukan berarti, tetapi tak mengurangi rasa sungkan. Ditambah topik yang dibahas apabila diperlebar, akan kian membuat Mama Sean mengetatkan rahang. Tetapi apabila tak diperjelas maka kemungkinan besar, rasa penasaran kian membuncah dan kemungkinan menimbulkan kesalahpahaman."Je--Jeng Arimbi beneran su--sudah memiliki menantu?""Kapan Jeng menikahkan Sean?""Jadi sama Laura, Jeng?""Kok kita nggak diundang, Jeng?"Arimbi-- Wanita yang tak lain telah melahirkan dan membesarkan Sean, seketika kian memperkencang pengetatan rahangnya. Dengan tubuh gemetar menahan lonjakan emosi, dan wajah kian kaku efek rahang diketatkan Mama Sean. Mengedarkan pandangan mencari target yang akan dibahas. Netra wanita paruh baya itu bak bara api kala berhasil membidik target, yang dengan santainya menikmati pemandangan sore hari di belakang rumah. Fantasi liar terbesit membayangkan kejadian pasca arisan dibubarkan selesai, senyum miring terpatri jelas.Mama Sean tertawa sumbang demi menutupi kegeramannya. "Aduh saya mohon maaf sebesar-besarnya tidak mengundang kalian. Kami tergesa-gesa karena Sean meminta agar disegerakan. Tahu sendirilah Jeng anak muda sekarang gimana? Posesif banget katanya takut Laura terpincut pria lain. Padahal mana mungkin Laura menantu saya beralih hati."Kecurigaan terbit bersamaan dengan kejanggalan. Ntah mengapa mereka kompak mencium aroma kebohongan. Padahal kenyataan hal diutarakan memang realita, mengingat kemesraan diumbar ke publik dari Laura dan Sean. Ditambah yang kian terasa janggal mereka curiga dengan gadis gempal di belakang dapur. Ntah mengapa hawa rumah dan gadis itu membuat otak orang asing melihat terjungkir-balik. Layaknya koin dengan sisi bergambar berbeda manakah harus dipilih? Percaya atau tidak.Melakukan hal serupa, salah satu ibu-ibu yang bertanya tertawa sumbang. Sebenarnya mereka semua kompak merasa tak percaya, tetapi mengingat ikatan arisan telah bak keluarga ini membuat mereka mengubur kecurigaan."Begitu ya Jeng? Kalau begitu kami mohon maaf. Ya bukan teman-teman?" Penuturan perwakilan itu dibalas anggukan kompak, anggota lain arisan yang hadirMama Sean menghela nafas lega. Beruntung pertanyaan tak diperpanjang, dan kebohongannya tak terlihat. Habislah sudah namanya, sang suami, dan Sean apabila posisi Theresia terkuak. Mama Sean menganggukkan kepala berulang, memaklumi penuturan teman-temannya. Walau dalam hati tak selaras dengan ekspresinya."Ah, tidak apa-apa. Ini juga salah saya sepenuhnya. Tidak teliti melakukan persiapan, hingga melewatkan mengundang teman-teman."Cukup lama memandang kotak beludru dengan diisi berlian, akhirnya meja ruang tamu rumah Sean kembali bersih. Tak ada lagi kotak-kotak mengisi meja. Troli makanan dan minuman juga bersih dinikmati selama arisan tadi. Mama Sean menatap ketiga kotak berlian yang berhasil memikat hati. Rencana berlian ini hendak dirinya jadikan kalung lalu digunakan kembaran bersama Laura dan Mama Laura.Rumah Mama Sean telah sunyi tanpa ibu-ibu arisan satupun. Dengan langkah lebar dan netra mengedar secara liar, Mama Sean mencari targetnya yang menghilang dari posisi pengawasan awal. "THERESIA!""BABI.""Hei bodoh!""Kemari!""Jangan tulikan telinga kau baji**an!"Theresia seketika terperanjat kala rambutnya ditarik paksa. Nyawa yang masih terperangkap dalam raga, terasa mengawang-awang karena kencangnya tenaga pelaku. Bahu lebar Theresia kompak menemani gigitan bibir bawah, demi menyamarkan teriakan dan ketakutan dalam diri."Ma... Ku--kumohon sudah, Ma! A--ampun, Ma! Ma, There salah. Iya Ma, There akui salah tapi tolong jangan demikian! Ma, sakit, Ma!"Mama Sean menampar pipi gadis berkulit sawo matang secara kencang. Hingga semburat merah dan rasa perih langsung menyandang. Posisi Theresia yang berlutut dengan menahan pergerakan tangan Mama Sean, membuat gadis itu tak bisa mengusap perih pipinya. Melihat korban kian tunduk justru kian mengobarkan bara kekejian. Mengabaikan norma kemanusiaan, Mama Sean justru memperat jambakan rambut gelombang Theresia."Ma, There mohon, Ma! There akan lakukan apapun yang Mama mau."Menarik tapi tak menarik. Mama Sean spontan menghempaskan tubuh gempal Theresia. Mengatur nafas efek emosi, berjongkok menatap datar Theresia. Mama Sean menepis kasar tangan Theresia yang mengusap pipi, lalu dia angkat dagu Theresia."Apa kau bilang tadi? Memang apa yang bisa kau lakukan bodoh?! Penawaran tak guna apa yang bisa kau lakukan! Bahkan kau hanyalah babi yang hanya bisa berguling-guling di tanah saja! Lihat lusuhnya bajumu saat ini mendukung julukan dariku. Dan satu lagi... Jangan panggil saya Mama! Saya tak pernah sudi mendengarnya. Panggilan itu hanya membuat mual dan tak nafsu makan saja!"Menginjak perut buncit Theresia dengan high heels 10 centimeter, membuat perut Theresia terasa bak ditusuk pisau. Tak hanya menginjak perut Theresia, melainkan Mama Sean kembali menjambak rambut Theresia, sebelum dihempaskan ke tanah sekuat tenaga. Suara ketukan heels bersentuhan menjauh dari belakang rumah. Theresia meringkuk di kotornya tanah. Menikmati rasa perih, mual, dan pusing saling mengaduk secara abstrak untuk dirasa.Seminggu sudah suasana rumah terasa damai, tanpa kekerasan dilakukan oleh Sean dan orang tuanya. Bukan karena ketiga penghuni rumah yang sakit. Bukan pula sang samsak emosi terkapar, bebas kekerasan hanya berlaku tak lebih seminggu. Dikarenakan mereka pindah inap sementara ke hotel. Kembar beda usia itulah Sean dan sang Papa. Hotel mewah di jantung kota menjadi pilihan perayaan ulang tahun pria berusia 75 tahun dan 35 tahun. Ditemani dengan orang terkasih agar hari kian terasa istimewa, bahkan senyum dua pria itu tak henti terukir. Wanita yang rela menghamburkan saldo demi sang pria.Kedua orang tua Sean telah mempersiapkan cincin pernikahan untuk Sean dan Laura. Theresia? Gadis gempal itu ada di lantai paling bawah berbeda dengan mereka, satu lantai bersama para pelayan yang akan melayani acara. Acara tampaknya akan terasa damai dan meriah, mengingat Oma tengah menjalankan pengobatan di luar sedari bulan lalu."Apakah semuanya sudah aman?" Layaknya Nyonya pemilik acara yang mendanai
Mentari telah seutuhnya larut dalam kegelapan malam. Bukan terik mentari membuat terperanjat, melainkan kilatan petir yang menyambar tak kalah membuat terkejut. Agaknya berbeda dengan ramalan orang pintar sebatas keuntungan, dengan peluang kecil adalah kenyataan. Ramalan cuaca pada layar handphone jauh memiliki peluang sungguhan.Memang netranya tak melihat secara langsung. Lisan meminta izin untuk memastikan handphone tetangga pun, tak diizinkan oleh sang pemilik. Putaran jarum pendek dan panjang telah berulang kali bertemu pada titik yang sama. Si kecil nan lembut tak kasar mata penunjuk derik, menemani langit kian pekatnya malam.Kilatan petir belum juga membuat gadis gempal itu beranjak. Sang gadis masih terpaku di sebrang rumah mewah, naungan lebih baik tetapi juga tak begitu baik. Tidak-tidak. Bukannya dia tak bersyukur bertemu Oma, hanya saja rumah mewah ini membuatnya terlena mengharapkan hal lebih. Hal yang tetap saja tak Theresia dapatkan yaitu kasih dan
Jarum jam masih bergerak menuntut menit. Menit menemani pergerakan jarum pertanda jam, walau tak secepat si detik. Layaknya minggu dan bulan lalu. Hari berganti minggu, Minggu berganti hari. Sederhana tetapi menampar pemikiran.Jarum saja ditemani oleh jarum lain. Hari berganti minggu, hingga tergenapi 365 hari dalam setahun. Seseorang bisa berubah seiring waktu, ntah layaknya pergerakan jarum jam atau pergerakan hari. Baik mampu menjadi jahat, dan berlaku sebaliknya secara singkat. Bisa jadi bak sekedip mata, bisa jadi bak menyimak kura-kura berlari dari Indonesia ke Belanda.Konon kata orang menanti itu membosankan, bahkan jauh di level atasnya yaitu jenuh. Menanti atau menunggu selalu menjadi hal bak lomba. Bisa juga bagai les atau pelatihan, yaps kesabaran hal itulah yang dilibatkan. Ntah sekadar bosan atau hingga menyentuh si jenuh. Bosan memang masih mampu diulur atau dihilangkan, tetapi bagaimana kabar si jenuh? Selain menghilang tanpa kabar dengan alasan ke
Ntah mengapa si gelapnya kelabu selalu sukses membuat langkah ragu. Apalagi bila si kelabu yang keras ditusuk kilat dari sang sinar kuning. Terkesan janggal memang sekeras kelabu mampu ditusuk si kuning. Luas dan hampa jalan komplek perumahan, telah terasa sejak beberapa meter lampau jauhnya. Jalanan perumahan terasa lenggang kala siang hari, membuat sang mentari kian menantang. Di atas sana sang bundar menyilaukan, kian menusuk kulit dan netra bagi umat bawah. Benda dengan terselimuti baja dan aluminium, yang menjadi sedikit pemanis kesunyian tampak memantulkan mentari kala di dekati. Kulit spontan akan dibuat bak manula dengan keriput hanya pada satu titik saja. Atau bisa juga layaknya kulit jeruk yang terdapat keriput.Dahi bagian itulah yang menjadi korban tak langsung si mentari. Kerutan samar-samar menghilang kala menatap pinggiran jalan. Layaknya sihir menghipnotis netra dan lisan untuk menuturkan kekaguman. Perpaduan antara rindangnya pohon tanjung, berbau
Tanpa perlu disambung dengan melibatkan solasi agar memanjang bak ular. Kertas-kertas diberikan ke gadis bertelapak tangan lebar, itu asli dengan panjang bisa jadi mengalahkan rel kereta. Tebal dan panjang itulah selembar benda, agaknya sukar terbawa angin karena sepanjang jalan tol. Hampir saja harapan bodoh terbit, sebelum gulungan itu berbaik hati memutuskan pita tipis.Mengira berisi makanan mewah nan lezat rasanya, kertas pengisi apa yang diinginkan dan harapkan, atau setidaknya rentetan kalimat maaf. Bukan-bukan-- Bukan hal manis dalam khayalan terealisasikan. Khayalan tetaplah khayalan sebatas gumpalan tak kasat mata, bahkan walau telah mengembang sekian besarnya. Bodoh dan konyol rasanya berharap lebih ekspetasi sebanding dengan realita.Mana mungkin seseorang lebih layak menjadi sosok itu sadar. Mana bisa juga jiwa keras mengalahkan batu itu terpecah. Bukan dingin bisa mencair bak es tengah pada gurun, tidak pula psikopat mendapat hikmah tiba-tiba tersadar. Ntahlah Theresia p
Tak puas dengan panjangnya barisan belanja di pasar dengan ongkos minimalis. Hal serupa kembali dialami oleh Theresia dalam hitungan waktu ke depan. Barang-barang hasil pindahan orang tua Laura disimpan ke gudang, kian menyesakkan isi kamar Theresia. Semua perabot di kamar Laura akan diganti menjadi baru. Theresia diminta ke salah satu toko, yang terkenal dengan barang-barang kualitas tinggi, serta hasil dari tangan profesional luar negeri."Babi!""Woy pemalas!""Apa yang kau lakukan di dalam?!""Kau bodoh tadi aku suruh apa?!""Cepat cepat cepat!""Lemak saja menumpuk tetapi tenaga seuprit! Cih, apa gunanya jatah beras ART juga untukmu!"Theresia melengkungkan senyum kakunya, sembari melangkah perlahan karena sempitnya ruang. Ruang tak begitu longgar, kian terasa menyesakkan. Ranjang menjadi alas kasur tipis telah tak lagi mampu berada di gudang. Ntah kemana nasib jelas sang ranjang pun Theresia tak tahu.Ser
"Hei babi! Ayo cepat bergegas!""Cih, apa sih yang kau lakukan hingga lambat?!""Kau tuli kah?" "Tak tahukah bila di luar panas?""Babi bodoh!"Dengan langkah tergopoh-gopoh, nafas tersengal-sengal, dan peluh tak henti menetes. Peluh menetes merata dari tiap inci kulit. Baju yang lembab kian tampak lepek oleh keringat. Bukan melalui leher jenjang dengan keringat mengalir, melainkan dadalah menjelma menjadi bak kawah peluh.Mama Sean menatap penampilan gadis gempal di hadapannya. Dirinya membuang pandangan lalu menuntut kerjasama hidung dan mulut dengan mengerut. Mengalahkan abstraknya semerbak bau memusingkan di pasar bercampur, antara amis darah hewan dan daging hewan. Begitulah menurut Mama Sean kala bau tubuh Theresia menusuk indera penciumannya."Kau tak mandi berapa hari hah?! Busuk sekali baumu!"Theresia tersenyum sendu, hatinya berdenyut nyeri. Sakit nan sesak menyerang menyapa tiap sudut hati tanpa mel
Tak lagi bersama polusi udara bertebaran dimana-mana. Kebisingan masing-masing kendaraan juga tak menyapa telinga. Disiplinnya aturan lalu lintas terasa bebas. Padat nan bisingnya jalan tak lagi terasa, terganti dengan lenggangnya jalan area perumahan.Polusi suara dan udara membaur abstrak pun ikut berganti menjadi keheningan. Pepohonan berseragam sedari masuk area perumahan, menyejukkan netra sehabis penat dengan jalan raya. Mesin mobil mulai dimatikan oleh sang pengemudi. Sang pengemudi berputar ke arah kursi pintu sampingnya. Bak membantu orang berdarah kuning turun dari kendaraan.Kupu-kupu terasa berterbangan ke sana kemari. Bunga-bunga juga terasa bak ditabur untuk menyambut kedatangan keduanya. Aura pengantin baru masih mengguar dari keduanya. Sang lelaki dengan posesif merangkul pemilik pinggang kecil, hingga jarak keduanya tak tersisa sedikitpun.Lelah membuat keduanya merasa hendak menjadi pemakan antar sesama. Bel telah berulangkali ditekan, te
Masih dalam keheningan sama, penindasan juga berlaku sama tiap menitnya. Hanya satu yang berbeda yaitu waktu berubah, tetapi tak kunjung membuat hati orang-orang dia kumpul berubah. Dengan pintu masih belum diperbaiki, membuat netra melintas ruang tersebut akan memanaskan hati.Apabila masakan tanpa garam kurang sedap rasanya. Maka apabila menurut orang sekitar Theresia tak geram dengan Theresia maka kurang sedap. Seperti Laura beralasan hendak menyusul sang suami. Namun langkahnya justru dibelokkan ke kamar Theresia. Senyum licik penuh kepuasan tercetak di pahatan wajah Laura.Engsel pintu telah diujung tanduk membuat, cukup dengan sekali sentuhan semata agar pintu seutuhnya terlepas. Bak mimpi buruk menyandang Theresia. Tubuh gempalnya seketika terlonjak terkejut"Hai babi!""Woy babi!"Theresia bukan bergeming karena terima diperlakukan lebih manusiawi dibanding hewan. Tetapi dia justru tengah menahan rasa geram menggebu-gebu. Kukunya meremas kuat walau sadar dia tak bisa meluapkan
Tak lagi bersama polusi udara bertebaran dimana-mana. Kebisingan masing-masing kendaraan juga tak menyapa telinga. Disiplinnya aturan lalu lintas terasa bebas. Padat nan bisingnya jalan tak lagi terasa, terganti dengan lenggangnya jalan area perumahan.Polusi suara dan udara membaur abstrak pun ikut berganti menjadi keheningan. Pepohonan berseragam sedari masuk area perumahan, menyejukkan netra sehabis penat dengan jalan raya. Mesin mobil mulai dimatikan oleh sang pengemudi. Sang pengemudi berputar ke arah kursi pintu sampingnya. Bak membantu orang berdarah kuning turun dari kendaraan.Kupu-kupu terasa berterbangan ke sana kemari. Bunga-bunga juga terasa bak ditabur untuk menyambut kedatangan keduanya. Aura pengantin baru masih mengguar dari keduanya. Sang lelaki dengan posesif merangkul pemilik pinggang kecil, hingga jarak keduanya tak tersisa sedikitpun.Lelah membuat keduanya merasa hendak menjadi pemakan antar sesama. Bel telah berulangkali ditekan, te
"Hei babi! Ayo cepat bergegas!""Cih, apa sih yang kau lakukan hingga lambat?!""Kau tuli kah?" "Tak tahukah bila di luar panas?""Babi bodoh!"Dengan langkah tergopoh-gopoh, nafas tersengal-sengal, dan peluh tak henti menetes. Peluh menetes merata dari tiap inci kulit. Baju yang lembab kian tampak lepek oleh keringat. Bukan melalui leher jenjang dengan keringat mengalir, melainkan dadalah menjelma menjadi bak kawah peluh.Mama Sean menatap penampilan gadis gempal di hadapannya. Dirinya membuang pandangan lalu menuntut kerjasama hidung dan mulut dengan mengerut. Mengalahkan abstraknya semerbak bau memusingkan di pasar bercampur, antara amis darah hewan dan daging hewan. Begitulah menurut Mama Sean kala bau tubuh Theresia menusuk indera penciumannya."Kau tak mandi berapa hari hah?! Busuk sekali baumu!"Theresia tersenyum sendu, hatinya berdenyut nyeri. Sakit nan sesak menyerang menyapa tiap sudut hati tanpa mel
Tak puas dengan panjangnya barisan belanja di pasar dengan ongkos minimalis. Hal serupa kembali dialami oleh Theresia dalam hitungan waktu ke depan. Barang-barang hasil pindahan orang tua Laura disimpan ke gudang, kian menyesakkan isi kamar Theresia. Semua perabot di kamar Laura akan diganti menjadi baru. Theresia diminta ke salah satu toko, yang terkenal dengan barang-barang kualitas tinggi, serta hasil dari tangan profesional luar negeri."Babi!""Woy pemalas!""Apa yang kau lakukan di dalam?!""Kau bodoh tadi aku suruh apa?!""Cepat cepat cepat!""Lemak saja menumpuk tetapi tenaga seuprit! Cih, apa gunanya jatah beras ART juga untukmu!"Theresia melengkungkan senyum kakunya, sembari melangkah perlahan karena sempitnya ruang. Ruang tak begitu longgar, kian terasa menyesakkan. Ranjang menjadi alas kasur tipis telah tak lagi mampu berada di gudang. Ntah kemana nasib jelas sang ranjang pun Theresia tak tahu.Ser
Tanpa perlu disambung dengan melibatkan solasi agar memanjang bak ular. Kertas-kertas diberikan ke gadis bertelapak tangan lebar, itu asli dengan panjang bisa jadi mengalahkan rel kereta. Tebal dan panjang itulah selembar benda, agaknya sukar terbawa angin karena sepanjang jalan tol. Hampir saja harapan bodoh terbit, sebelum gulungan itu berbaik hati memutuskan pita tipis.Mengira berisi makanan mewah nan lezat rasanya, kertas pengisi apa yang diinginkan dan harapkan, atau setidaknya rentetan kalimat maaf. Bukan-bukan-- Bukan hal manis dalam khayalan terealisasikan. Khayalan tetaplah khayalan sebatas gumpalan tak kasat mata, bahkan walau telah mengembang sekian besarnya. Bodoh dan konyol rasanya berharap lebih ekspetasi sebanding dengan realita.Mana mungkin seseorang lebih layak menjadi sosok itu sadar. Mana bisa juga jiwa keras mengalahkan batu itu terpecah. Bukan dingin bisa mencair bak es tengah pada gurun, tidak pula psikopat mendapat hikmah tiba-tiba tersadar. Ntahlah Theresia p
Ntah mengapa si gelapnya kelabu selalu sukses membuat langkah ragu. Apalagi bila si kelabu yang keras ditusuk kilat dari sang sinar kuning. Terkesan janggal memang sekeras kelabu mampu ditusuk si kuning. Luas dan hampa jalan komplek perumahan, telah terasa sejak beberapa meter lampau jauhnya. Jalanan perumahan terasa lenggang kala siang hari, membuat sang mentari kian menantang. Di atas sana sang bundar menyilaukan, kian menusuk kulit dan netra bagi umat bawah. Benda dengan terselimuti baja dan aluminium, yang menjadi sedikit pemanis kesunyian tampak memantulkan mentari kala di dekati. Kulit spontan akan dibuat bak manula dengan keriput hanya pada satu titik saja. Atau bisa juga layaknya kulit jeruk yang terdapat keriput.Dahi bagian itulah yang menjadi korban tak langsung si mentari. Kerutan samar-samar menghilang kala menatap pinggiran jalan. Layaknya sihir menghipnotis netra dan lisan untuk menuturkan kekaguman. Perpaduan antara rindangnya pohon tanjung, berbau
Jarum jam masih bergerak menuntut menit. Menit menemani pergerakan jarum pertanda jam, walau tak secepat si detik. Layaknya minggu dan bulan lalu. Hari berganti minggu, Minggu berganti hari. Sederhana tetapi menampar pemikiran.Jarum saja ditemani oleh jarum lain. Hari berganti minggu, hingga tergenapi 365 hari dalam setahun. Seseorang bisa berubah seiring waktu, ntah layaknya pergerakan jarum jam atau pergerakan hari. Baik mampu menjadi jahat, dan berlaku sebaliknya secara singkat. Bisa jadi bak sekedip mata, bisa jadi bak menyimak kura-kura berlari dari Indonesia ke Belanda.Konon kata orang menanti itu membosankan, bahkan jauh di level atasnya yaitu jenuh. Menanti atau menunggu selalu menjadi hal bak lomba. Bisa juga bagai les atau pelatihan, yaps kesabaran hal itulah yang dilibatkan. Ntah sekadar bosan atau hingga menyentuh si jenuh. Bosan memang masih mampu diulur atau dihilangkan, tetapi bagaimana kabar si jenuh? Selain menghilang tanpa kabar dengan alasan ke
Mentari telah seutuhnya larut dalam kegelapan malam. Bukan terik mentari membuat terperanjat, melainkan kilatan petir yang menyambar tak kalah membuat terkejut. Agaknya berbeda dengan ramalan orang pintar sebatas keuntungan, dengan peluang kecil adalah kenyataan. Ramalan cuaca pada layar handphone jauh memiliki peluang sungguhan.Memang netranya tak melihat secara langsung. Lisan meminta izin untuk memastikan handphone tetangga pun, tak diizinkan oleh sang pemilik. Putaran jarum pendek dan panjang telah berulang kali bertemu pada titik yang sama. Si kecil nan lembut tak kasar mata penunjuk derik, menemani langit kian pekatnya malam.Kilatan petir belum juga membuat gadis gempal itu beranjak. Sang gadis masih terpaku di sebrang rumah mewah, naungan lebih baik tetapi juga tak begitu baik. Tidak-tidak. Bukannya dia tak bersyukur bertemu Oma, hanya saja rumah mewah ini membuatnya terlena mengharapkan hal lebih. Hal yang tetap saja tak Theresia dapatkan yaitu kasih dan
Seminggu sudah suasana rumah terasa damai, tanpa kekerasan dilakukan oleh Sean dan orang tuanya. Bukan karena ketiga penghuni rumah yang sakit. Bukan pula sang samsak emosi terkapar, bebas kekerasan hanya berlaku tak lebih seminggu. Dikarenakan mereka pindah inap sementara ke hotel. Kembar beda usia itulah Sean dan sang Papa. Hotel mewah di jantung kota menjadi pilihan perayaan ulang tahun pria berusia 75 tahun dan 35 tahun. Ditemani dengan orang terkasih agar hari kian terasa istimewa, bahkan senyum dua pria itu tak henti terukir. Wanita yang rela menghamburkan saldo demi sang pria.Kedua orang tua Sean telah mempersiapkan cincin pernikahan untuk Sean dan Laura. Theresia? Gadis gempal itu ada di lantai paling bawah berbeda dengan mereka, satu lantai bersama para pelayan yang akan melayani acara. Acara tampaknya akan terasa damai dan meriah, mengingat Oma tengah menjalankan pengobatan di luar sedari bulan lalu."Apakah semuanya sudah aman?" Layaknya Nyonya pemilik acara yang mendanai