Fernando tiba di depan pintu kamarnya yang masih terbuka lebar, mungkin Isabell memasuki kamar itu dengan emosi dan lupa menutup pintunya kembali. Langkah pantofel Fernando terayun cepat memasuki kamar seluas ruang meting di kantornya itu.
Sepasang netranya mulai memindai seisi ruangan dan mendapati Isabell yang sedang duduk di tepi ranjang. Wajahnya di tekuk dengan punggungnya yang tampak bergetar. Fernando segera menghampirinya dengan cemas."Isabell, kau menangis?" tanya Fernando sambil berjongkok di depan gadis yang sangat di cintainya itu. Pendar matanya menatap sendu pada wajah Isabell yang tertunduk dan dibasahi bulir air matanya."Untuk apa kau menemuiku? Urusi saja Ibumu dan Kakakmu yang pandai bersandiwara itu," cetus Isabell dengan pendar matanya yang penuh kemarahan.Fernando menggelengkan kepalanya kemudian dia meraih sehelai tisue dari meja nakas, lantas digunakannya untuk menyeka kedua pipi istrinya yang basah. Namun dengan cepat Isabell menepis tangannya."Hentikan, Fernando. Aku tak ingin di kasihani olehmu!" tegas Isabell. Gadis itu memalingkan wajahnya dari sorot mata Fernando yang sedang menatapnya."Isabell, maafkan aku. Aku hanya ingin kau bisa beradaptasi dengan keluargaku. Dan Ibu hanya ingin menjaga perhiasanmu saja. Apa yang salah?" ucapan Fernando mendapat pandangan tajam dari Isabell."Apa yang salah katamu? Mereka bukannya mau menjaga perhiasanku, tapi mereka menginginkannya. Kenapa kau sangat bodoh, Fernando!" Isabell tersulut emosi.Fernando menjulurkan jemarinya untuk mengusap pipi licin istrinya itu, namun lagi-lagi Isabell menepisnya. Dia seolah sangat jijik dengan sentuhannya kali ini."Jangan berburuk sangka pada Ibu dan Kakakku, Isabell. Mereka pun memiliki uang yang cukup bila hanya untuk membeli perhiasan. Kau sudah salah paham pada mereka. Bahkan kau melukai Kak Pedra dan hati Ibuku," tukas Fernando yang masih berjongkok di depan Isabell.Gadis itu menanggah ke langit-langit agar air matanya tak mudah terjatuh. Tampaknya Fernando sudah termakan oleh sandiwara dua wanita sialan itu, pikir Isabell."Aku mohon padamu, Isabell. Menurutlah pada Ibuku, aku tak ingin melihat kalian ribut-ribut lagi hanya karena perhiasan. Aku bisa membelikanmu banyak perhiasan, bukan?" lanjut Fernando kali ini jemarinya mulai meraih jemari Isabell yang ada di depannya.Dikecupnya lembut jemari itu dengan penuh cinta.Isabell menghela napas, emosinya masih belum stabil."Hentikan, Fernando. Aku tak akan memberikan perhiasanku kepada siapa pun!" pungkas Isabell, dia segera bangkit dari duduknya di susul oleh Fernando yang menatapnya kesal. Dua orang yang sudah saling mengenal selama tiga tahun itu kini berubah seperti orang asing."Isabell, menurutlah padaku dan serahkan perhiasanmu pada Ibu!" perintah Fernando dengan pendar matanya yang mulai tersulut emosi.Isabell bersidekap di depannya, wajahnya mendongkak pada pria yang jauh lebih tinggi darinya itu."Aku tak mau!" tegas Isabell dan segera memutar tubuhnya hendak pergi. Namun Fernando mencekal lengannya dan menariknya sampai tubuh sintal wanita itu memutar menghadap padanya."Jangan membuatku marah, Isabell!" bentak Fernando dengan wajahnya yang mulai merah padam.Isabell sangat tersentak, dia tak pernah melihat Fernando semarah ini sebelumnya."Lepaskan, Fernando! Aku muak padamu!" Isabell berusaha berontak dari cengkeraman tangan kekar suaminya itu. Namun dia kesulitan karena Fernando semakin mempererat genggamnya."Lepaskan! Kau sudah gila, Fernando! Kau gila karena Ibumu yang sinting itu!" "ISABELL!" Tubuh keduanya sudah sama-sama dirasuk emosi. Fernando yang sebelumnya tak pernah berkata lantang apa lagi sampai membentak Isabell, tapi hari ini dia sampai berani mengangkat tangannya.Isabell menatapnya dengan matanya yang berkaca-kaca. Hatinya terasa sangat perih karena bentakkan suaminya itu. Begitu pula dengan Fernando. Dia segera melepaskan Isabell dan menurunkan tangannya. Penyesalan sangat terlihat jelas pada rahut wajahnya yang tampan."Isabell," ucapnya pelan dengan kedua tangannya menyentuh masing-masing bahu mungil istrinya itu dan menatapnya lembut.Isabell menggelengkan kepalanya dengan tangisnya yang terpecah."Cukup, Fernando. Cukup," ucapnya lirih. Dia segera mengusap kedua pipinya dan hendak berlalu, namun kedua tangan kekar Fernando segera mendekapnya dari belakang. Isabell bergetar hebat, emosinya mengguncang seluruh jiwanya saat ini."Maafkan aku, Isabell. Aku sangat menyesal telah melukai hatimu, Sayang. Maafkan aku," sesal Fernando sembari mendaratkan kecupannya pada bahu terbuka Isabell.Wanita itu memejamkan matanya menahan gejolak yang ada. Dia tak tak tahu harus apa. Fernando memutar tubuh ramping Isabell agar menghadap padanya. Dipandanginya wajah istrinya itu yang tampak basah di kedua pipinya. Tangannya terayun menyapunya lembut."Maafkan aku, Isabell."Isabell mengangguk pelan, dan Fernando segera merengkuhnya dalam pelukannya. Dia merutuki dirinya sendiri karena telah membuat wanita yang sangat ia cintai itu sampai menangis. Isabell mempererat pelukannya. Jiwanya serasa terisi kembali dan memperoleh kedamaian lagi.***Nyonya Devardo sedang duduk di ruang santai bersama Pedra dan Berto. Dia tampak sedang menikmati batang rokoknya sambil bebincang-bincang dengan anak dan menantunya yang sedang menikmati tequila.Mata Nyonya Devardo menatap jeli pada Isabell dan Fernando yang sedang berjalan menuju pada mereka. Dia menghembuskan asap rokoknya ke udara lalu tersenyum miring melihat kotak perhiasan yang sedang dibawa oleh Isabell.Kotak perhiasan yang terbuat dari kayu pinus dengan sentuhan ukiran berwarna gold yang indah. Kotak kayu itu terlalu besar jika untuk ukuran kotak perhiasan saja. Waw, ternyata perhiasan Isabell memang sangat banyak, pikirnya.Pedra menoleh pada Nyonya Devardo sambil tersenyum puas. Dugaan mereka tidak meleset, Fernando berhasil membujuk Isabell.Sedangkan Berto tampak meliarkan pandangan lelakinya pada Isabell yang tampak sangat seksi di pelupuk matanya, bibirnya mengulas senyum smirk saat tepi gaun wanita itu melambai tertiup angin. Seksi sekali, dia menelan ludahnya."Ibu, Isabell akan menyerahkan seluruh perhiasannya padamu," ucap Fernando pada Nyonya Devardo lalu menoleh pada Isabell yang berdiri di sampingnya.Gadis itu memasang wajah datarnya."Maafkan aku, Bu. Tolong simpan semua perhiasanku," tukas Isabell tampak terpaksa.Nyonya Devardo tersenyum senang dan segera bangkit dari sofa. Dia menaruh batang rokoknya lebih dulu di atas meja sebelum meraih kotak perhiasan yang disodorkan oleh Isabell padanya."Oh, Isabell sayangku. Aku sangat terkesan atas perlakuanmu kali ini. Aku akan menjaga perhiasanmu ini dengan baik. Benarkan, Pedra?" Nyonya Devardo berkata pada Isabell lalu menoleh pada Pedra yang sedang duduk bersama Berto. Keduanya pun berdiri"Tentu saja, Ibu. Lagi pula Isabell adalah menantu bungsu di keluarga kita ini. Sudah menjadi kewajiban kita untuk menjaganya, terutama hartanya." Pedra berkata sambil tersenyum menyebalkan dimata Isabell.Berto hanya tersenyum tipis sambil memandangi Isabell."Baiklah, aku akan segera berangkat ke kantor. Tolong kalian jaga Isabell," ucap Fernando sambil mengusap pacuk kepala Isabell ke bawah."Tentu saja, Tampan. Ibu dan Pedra pasti akan menjaga Isabell dengan baik," balas Nyonya Devardo sambil menatap Isabell dan Fernando secara bergantian.Isabell hanya memutar bola matanya, jengah."Baiklah, aku berangkat, Sayang." Fernando meraih kepala Isabell lantas mengecup pucuknya dengan penuh cinta.Isabell hanya mengangguk sembari tersenyum tipis. Fernando pun segera pergi. Isabell bergegas ingin kembali ke kamarnya."Tunggu, Isabell!" sergah Pedra menghentikan langkah Isabell yang baru saja akan menaiki anak tangga.Wanita itu memutar tubuhnya menghadap pada tiga orang yang sangat menyebalkan baginya itu."Apa lagi? Apa masih kurang semua perhiasanku itu? Puas kalian sekarang, hah?" Isabell bersidekap sambil mendongkak dengan wajah sinisnya.Nyonya Devardo dan Pedra saling pandang lalu tersenyum puas. Sedangkan Berto hanya menggelengkan kepalanya tak mengerti."Tentu saja masih kurang. Kau juga harus menyerahkan semua kartu black gold milikmu pada kami," jawab Pedra sambil berjalan-jalan kecil mengitari Isabell."Apa? Kalian sudah tak waras. Aku tak akan memberikannya! Dasar sinting!" Isabell tak sudi lagi berpandangan dengan orang-orang culas itu, dia pun segera berlalu menaiki anak tangga. Pedra yang kesal ingin segera menyusulnya."Sudahlah, Pedra. Biarkan dia pergi. Kita nikmati saja dulu perhiasan indah ini, barulah setelah itu kita rampas semua kartu black gold gadis sombong itu. Mengerti?" ucap Nyonya Devardo sambil memilin semua perhiasan yang ada di kotak kayu milik Isabell tadi.Pagi itu Isabell masih berada di kamarnya. Karena insiden perhiasan kemarin dia menjadi malas untuk berbaur dengan penghuni Devardo House lainnya.Wajar saja, Nyonya Devardo sudah menyita semua perhiasannya. Bahkan berlian turun temurun dari keluarganya di ambil pula oleh wanita tua itu.Ah, Isabell mulai merasa tak nyaman tinggal di rumah suaminya itu. Terlebih Fernando justru lebih memihak pada ibu dan kakak tirinya itu daripada dirinya."Menyebalkan!" Isabell bangkit dari tepi ranjang yang ia duduki. Tungkai jenjangnya berjalan menuju jendela yang berseberangan dengan tempat tidurnya. Dipandanginya beberapa orang pelayan yang sedang memetik bunga di taman."Isabell." Fernando yang baru memasuki kamar segera memanggilnya dengan membawa wajah cemas dan heran.Isabell yang sedang bersidekap di tepi jendela hanya menoleh."Sayang, kenapa kau masih di sini? Ibu dan Kak Pedra sedang menunggumu di ruang makan untuk sarapan," ucap Fernando sembar
Isabell masih menatap Fernando, jawaban pria itu sangat ia butuhkan. Fernando mengulurkan tangannya dan mengusap pucuk kepala sampai ujung rambut Isabell yang berbau wangi bunga lavender. Dia cukup peka kali ini, dia mengerti apa yang ada di benak istrinya itu saat ini."Vanessa hanya teman masa kecilku. Ya, kami sangat dekat sewaktu kecil karena ayahnya yaitu Paman Nigel adalah teman baik Ayahku," ucap Fernando sambil tersenyum gemas pada Isabell yang sedang terbakar api cemburu.Isabell mengulas senyum lalu meneruskan sarapannya. Fernando sangat lega.Untung saja dia bisa bersikap tenang di depan Isabell. Dia tahu persis, istrinya itu sangatlah cemburuan. Seperti kejadian beberapa waktu lalu saat dirinya dan Isabell baru bertunangan. Fernando pernah datang ke lokasi pemotretan Isabell dan di sana ada seorang model wanita yang datang menghampirinya.Tak ada yang Fernando lakukan dengan wanita itu, mereka hanya berbincang-bincang saja. Namun ternyata hal
Fernando dan Isabell berjalan berdampingan menuju mobil keduanya yang sedang menunggu mereka di depan teras. Hari ini Isabell ada pemotretan, dan Fernando harus berangkat ke kantor seperti biasanya. Jadi keduanya menggunakan mobil yang berbeda.Fernando melepaskan jemari Isabell perlahan sembari menghentikan langkahnya di samping mobil Limousine putih yang akan mengantarkan istrinya itu. Pria itu memandangi wajah Isabell yang sedang menatapnya. Diselipkannya anak-anak rambut Isabell ke telinga kirinya.Betapa indahnya ciptaan yang Maha Kuasa ini, Fernando mengucap syukur memiliki Isabell dalam hidupnya. Begitupun Isabell, dia sangat mencintai Fernando sebagaimana semestinya. Keduanya begitu saling menyayangi dan saling mengerti kesibukan masing-masing."Hubby, mungkin aku baru akan pulang lusa nanti. Jadwalku sangat padat minggu ini," ucap Isabell sembari menanggah pada Fernando yang jauh lebih tinggi darinya.Pria itu tersenyum manis untuknya."Aku me
Fernando mulai terjaga dari tidurnya. Samar-samar telinganya menangkap suara isak tangis seseorang. Entah dirinya sedang bermimpi atau ini kenyataan, dia bergegas membuka matanya.Suara isak tangis itu terdengar semakin nyata. Fernando ingin segera bangkit, namun betapa kagetnya dia saat mendapati Vanessa yang tengah tertidur pulas sembari mendekap tubuhnya dalam selimut. Pria itu cepat-cepat bangit sembari menyingkirkan tangan Vanessa dari tubuhnya.Belum lagi Fernando meredakan rasa kagetnya, dia dikejutkan lagi dengan sosok yang tengah berdiri di seberang tempat peraduannya kini. Sepasang netranya membulat lebar."Isabell?" Fernando segera loncat dari ranjangnya dan langsung menghampiri Isabell yang tengah menangis menunggu penjelasan darinya."Isabell, kau sudah pulang? Kenapa tak mengabariku? Aku pasti akan menjemputmu," tukas Fernando sembari memegang kedua bahu mungil Isabell.Istrinya itu tak menjawab, dia menilik penampilan Fernando,
Fernando berdiri di depan Isabell yang tengah terlentang pasrah di tengah ranjangnya. Sepasang nertanya menatap Fernando penuh rasa kekaguman dan gairah atas tubuh polos suaminya yang terpampang di hadapannya.Secara perlahan Fernando mulai merangkak naik ke atas ranjang. Dikecupnya lebih dulu kening istrinya itu. Keduanya saling berpandangan lebih dulu sebelum memulai percintaan dengan di awali sebuah ciuman hangat."Fernando," desah Isabell sembari merangkul punggung suaminya yang tengah berada di atas tubuh polosnya kini. Dia memberikan lebih dari apa yang Fernando inginkan darinya. Percintaan yang sangat panas, denganhasrat yang bergelora"Ahh, Isabell." Fernando mengerang saat keduanya hampir mencapi puncaknya. Tubuh keduanya pun bermandikan peluh dan menyerah lemas akan ledakkan kenikmatan yang baru saja mereka lalui.Fernando memandangi wajah lesu Isabell yang terpulai lemas di bawahnya, dikecupnya bibir istrinya itu penuh cinta. Tatapan
Pagi itu di ruang makan tampak beberapa pelayan wanita yang sedang nenata meja kristal berukuran panjang kali lebar di sana. Silvester tampak sedang memantau aktivitas para pelayan itu, mereka sedang meletakkan berbagai hidangan yang baru saja selesai ia masak.Ada banyak hidangan yang dimasaknya, diantaranya ada burittos, fajita, echilada, quesadilla, dan taco isian daging sapi kesukaan Fernando.Semua hidangan lezat itu menimbulkan aroma yang menggugah selera. Dan Silvester sangat puas jika para penghuni Devardo House menghabiskan semua hidangan yang dimasaknya."Pagi, Silvester," sapa Fernando yang baru saja tiba di ruang makan bersama Isabell yang tengah menggapit lengannya."Pagi, Tuan dan Nyonya Isabell. Apakah ada yang ingin saya buatkan untuk menu tambahan sarapan Anda, Tuan?" Silvester mendekap talam warna gold di dadanya.Fernando menoleh pada Isabell meminta pendapatnya. Isabell pun berbisik padanya. Silvester hanya terdiam menunggu jawa
Setelah selesai sarapan Isabell mengantar Fernando menuju mobil BMW hitam yang sedang menunggunya di pelataran Devardo House. Pagi ini ada meeting penting di kantor, Fernando harus segera berangkat. Isabell membantu membawakan tas kerja suaminya."Darling, mungkin aku akan pulang agak larut malam ini. Tidurlah lebih awal, jangan menungguku." Fernando mengusap pipi licin istrinya sembari menatapnya lembut.Isabell mengangguk sembari tersenyum."Hubby, boleh aku menanyakan sesuatu padamu?" tanya Isabell kemudian."Katakanlah, Sayang." Fernando memberinya senyuman manis.Isabell tampak sedikit ragu, dia menoleh ke arah pintu rumah sebelum berkata."Hubby, kenapa Kak Pedra meminta uang padamu? Bukankah dia telah memiliki suami? Sudah sepantasnya Berto yang menafkahinya, bukan?"Fernando tersenyum mendengar pertanyaan Isabell padanya."Isabell, Kak Pedra tidak meminta uang padaku, tapi uang itu memang haknya. Sudah sejak lama jauh sebel
Dengan perasaan bercampur aduk antara kesal dan cemas Isabell terus berusaha mengejar langkah panjang Fernando yang sedang berjalan menuju kamarnya. Isabell merutuki dirinya dalam hati, kenapa dia sangat bodoh sampai bisa masuk ke dalam perangkap yang telah Nyonya Devardo dan Pedra buat.Sekarang dia sangat kerakutan dan cemas jika Fernando tak mau mendengarkan penjelasannya. Fernando tampak sangat kecewa, itu yang dilihat Isabell pada wajah suaminya tadi.Tidak, ini tak boleh terjadi! Dia tak bisa membiarkan Fernando salah paham padanya. Dia harus menjelaskan semuanya, jika dirinya telah dijebak.Isabell tiba di kamarnya, dia melihat Fernando yang sedang berdiri menghadap jendela besar di sebelah kiri kamarnya. Pandangan pria itu tampak lurus ke depan dengan kedua tangannya yang masing-masing berada di saku celana kainnya.Jantung Isabell berdegup kencang. Fernando pasti sedang sangat marah padanya, pikirnya.Dengan tubuh gemetaran dan tangannya y
Ombak berdeburan saling berkejaran di tepi laut Karibia. Angin bertiup cukup kencang sore itu. Menyibak nyiur yang melambai-lambai di tepi pantai. Tubuh tinggi kekar itu sedang berdiri di tepi pantai. Memandangi sang surya yang hampir saja terbenam. Wajahnya tampak bersedih dengan bibirnya yang bergetar-getar seolah ingin mengatakan sesuatu. Namun tampak ada keraguan dari pendar matanya.Dua tahun sudah berlalu pasca Nyonya Devardo kabur dari rumah sakit. Namun sampai saat ini wanita tua itu tak juga diketahui dimana ribanya. Entah dimana ibu tirinya itu. Fernando sangat risau memikirkannya."Hubby, apa yang sedang kau lihat? Ayo kita pulang. Bayimu terus menendang-nendang sedari tadi. Sepertinya dia mulai bosan berada di sini."Seorang wanita dengan dress selutut motif bunga datang menghampirinya. Perut wanita itu tampak membuncit di balik dress tipisnya. Tangan kanannya menenteng sepatunya, sementara wajahnya tampak menatap heran pada pria di hadapannya itu."Oh, ya? Apakah bayiku s
"Paman Nigel, jangan seperti itu. Aku tak enak hati melihatnya," ucap Fernando dengan tatapannya pada pria di hadapannya saat ini.Sementara Isabell dan Tuan Alfredo hanya terdiam melihatnya. Sebenarnya Vanessa sudah sangat keterlaluan, namun melihat Nigel tampak sangat memohon akhirnya Isabell tak tega pula. Dia pun meminta Fernando untuk mencabut tuntutannya akan Vanessa."Apa kau yakin, Isabell?" tanya Fernando pada Isabell. Dia tidak yakin jika Vanessa takkan mengulangi perbuatannya lagi. Namun Isabell terus meyakinkan dirinya."Aku akan membawa Vanessa kembali ke Spanyol setelah ia keluar dari penjara. Dia takkan lagi mengusik kalian. Aku janji." Nigel berkata dengan tatapan bersungguh kali ini. Dia tahu jika Vanessa memang bersalah dan tak seharusnya puterinya itu terus terobsebi pada Fernando.Mendengar ucapan tulus Nigel, akhirnya Fernando pun mengikuti permintaan Isabell. Dia mencabut tuntutannya pada Vanessa.Nigel sangat bersyukur dan berterimakasih pada Fernando dan Isabel
Damian sedang mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Kemana kaburnya ibu tirinya itu membawa Isabell? Hatinya tak bisa tenang. Sepasang matanya memindai setiap jalan yang ia lewati guna menemukan mobil CRV putih yang tadi dikemudikan oleh Nyonya Devardo.Sampai tiba di sebuah tikungan jalan. Sepasang matanya menangkap sebuah kerumunan orang di tepi jalan itu. Sepertinya telah terjadi kecelakaan tunggal, pikirnya. Namun sepertinya ia mengenal mobil yang sedang dikerumuni oleh sekumpulan orang itu. Ya, itu mobil CRV putih yang sedang dicarinya.Apa yang terjadi? Dengan perasaan cemas luar biasa Damian segera menepi. Dia lantas keluar dari mobilnya, berlari menuju kerumunan di sana. Sepasang matanya terbelalak melihat Isabell yang masih berada di dalam mobil.Dengan dibantu beberapa orang, Damian segera mengeluarkan Isabell dari mobil. Sementara Nyonya Devardo dikeluarkan juga dari sana oleh beberapa orang pria yang membantu Damian."Isabell!" Dengan perasaan panik Damian berusah
Mobil yang dikemudikan oleh David segera menepi agak jauh dari mobil Vanessa dan Fernando. Nyonya Devardo yang memintanya untuk menepi agak jauh dari mereka. Dia melihat Fernando yang sedang berseteru dengan Vanessa, sementara Isabell tampak sedang berjalan menuju mobilnya. Ini sangat bagus, bibir merah cabai wanita tua itu tersenyum miring.Leonard dan David segera keluar dari mobil. Mereka langsung menghampiri Isabell yang sedang berjalan seorang diri. Leonard dan David sangat lega telah menemukan Isabell. Mereka pun membujuk wanita itu untuk ikut bersama mereka kembali ke kota New York.Isabell yang sedang dilema hanya mengangguk pada dua pria di hadapannya itu. Dia menoleh sesaat pada Fernando dan Vanessa yang tampak sedang bertengkar. Isabell mengusap pipi basahnya. Sepertinya Vanessa memang lebih pantas untuk Fernando.Karena dirinya tak bisa mengingat apa pun tentang Fernando. Dia hanya jatuh cinta pada pria yang mengaku suaminya itu. Sementara dirinya juga tak tahu seperti apa
Di jalan yang sama dengan jalan yang dilalui oleh mobil Vanessa. Terlihat mobil CRV putih yang sedang melaju dengan kecepatan standar. Di dalam mobil itu tampak David dan Nyonya Devardo yang sedang duduk pada bangku depan. Sementara di bangku belakang terlihat Leonard yang sedang duduk sembari melipat kedua tangannya di bawah dada.Sebenarnya Leonard tidak setuju dengan cara David yang mau saja mengikuti rencana Nyonya Devardo. Dia yakin masalah besar pasti akan segera terjadi. Wanita tua itu sedang kabur dari rumah sakit jiwa. Bisa saja Nyonya Devardo memiliki misi khusus untuk Isabell dan Damian. Lantas, bagaimana jika wanita tua itu hanya sedang memanfaatkan mereka saja.Tapi sial! David malah mau saja bekerjasama dengan wanita gila itu. Leonard sudah menasehatinya dan mengajaknya untuk kembali saja ke kota New York. Namun rekannya itu malah menolak. Bahkan David mengatakan jika dirinya tak akan kembali ke New York tanpa Senorita. Benar-benar menyebalkan! Leonard sangat kesal pada
Mobil Lamborghini Huracan merah yang dikemudikan oleh Fernando tampak menepi di pelataran sebuah hotel. Marvolo Hotel, tempat dimana ia akan menemui seorang Clien asal Inggris. Setelah melepaskan lingkaran seat belt dari tubuhnya, Fernando menoleh pada arloji mahal yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Rupanya sudah pukul lima sore. Hh, pasti Clien itu sudah bosan menunggu, pikirnya sembari menggelengkan kepala.Noah yang sudah berdiri di depan pelataran hotel segera menghampiri mobil Fernando. Pria itu lantas membukakan pintu mobil sport milik bosnya itu. Langkah panjang Fernando segera keluar dari pintu mobil. Noah agak membungkukkan tubuhnya pada pria itu."Silakan, Bos. Mr. Anthony sudah menunggu," ucap Noah.Fernando hanya mengangguk. Dia lantas berjalan sembari merapikan kancing jasnya. Noah dan beberapa pengawal mengapit langkah pria itu memasuki lobi hotel.Dua orang pria asal Inggris sedang berdiri di samping meja VVIP yang berada di balroom hotel. Mereka melempar sen
Setelah dirinya dan Nyonya Devardo memasuki mobil, Vanessa segera mengemudikan mobilnya meninggalkan area rumah sakit jiwa itu. Keduanya saling pandang lantas tertawa begitu puasnya. Bagaimana tidak? Karena rencana mereka akhirnya berjalan dengan mulus.Nyonya Devardo bersandar pada sandaran bangku mobil. Wanita tua itu akhirnya bisa bernapas lega sekarang. Dia memang cerdik, pikirnya memuji diri sendiri. Ekor matanya melirik pada Vanessa yang sedang mengemudikan mobil. Bibir wanita itu tersenyum miring. Hebat sekali. Vanessa mau saja membantunya untuk kabur.Nyonya Devardo menaikan sudut bibirnya tanpa memalingkan sepasang netranya dari wanita di sampingnya itu. Vanessa membantunya semata karena menginginkan Fernando. Namun dirinya takkan bisa mendapatkan pria itu. Karena Nyonya Devardo akan melenyapkan Fernando juga. Dia sangat senang karena Vanessa bodoh dan percaya saja padanya. Padahal wanita itu takkan mendapatkan apa-apa dari usahanya ini. "Kita akan ke mana, Vanessa?" tanya N
Petang itu Vanessa mengunjungi Nyonya Devardo di rumah sakit jiwa. Seorang pelayan setia wanita tua itu yang mengabarinya, jika Nyonya Devardo kini telah dipindahkan ke rumah sakit jiwa yang berada di tepi puncak, tak jauh dari mansion Tuan Alfredo.Setibanya di rumah sakit jiwa yang dirinya tuju, Vanessa bergegas menemui Dokter Mirae yang menurut si pelayan adalah dokter yang menangani Nyonya Devardo pada rumah sakit tersebut.Dokter Mirae mengatakan, jika kondisi Nyonya Devardo baik-baik saja. Meski terkadang wanita itu kedapati sedang bicara sendiri, bahkan tertawa dan menangis tanpa alasan. Sebagai seorang dokter kejiwaan, Dokter Mirae cukup pandai dan mengetahui bahwasannya Nyonya Devardo hanya berpura-pura gila saja.Namun pihak kepolisian tetap saja memintanya untuk memulihkan kondisi kejiwaan wanita tua itu. Sementara Vanessa mengatakan, jika Nyonya Devardo sudah banyak mengalami guncangan jiwa selama hidupnya. Tak tanggung-tanggung wanita asal Spanyol itu membual dan mengatak
Siang itu di kota New York, Amerika Serikat. Tuan Alfredo sedang duduk bertumpang kaki pada kursi kebesarannya. Batang cerutu terselip di antara jari tengah dan telunjuknya. Pandangannya tampak lurus pada jendela besar di hadapannya, dimana menampilkan pemandangan kota dari ketingian 20 meter dimana ruangannya berada saat ini.Batang cerutu itu mengepulkan asap tipis ke udara. Gaston dan beberapa bodyguard masih berdiri di hadapan meja kerja Tuan Alfredo. Namun pria 50 tahun itu tak juga memutar kursinya guna menghadap pada mereka, setelah kabar kurang baik yang baru saja dirinya sampaikan.Sepertinya Tuan Alfredo sangat kecewa saat ini. Bagaimana tidak, mereka sudah jauh-jauh datang dari Meksiko untuk meringkus David dan Leonard, namun ternyata rencana mereka gagal begitu saja.Benar, David dan Leonard tak ditemukan pada unit apartemennya saat Gaston dan beberapa bodyguard menyatroni tempat itu. Entah kemana dua bajingan itu kabur. Dan siapa yang sudah membantunya? Ini merupakan hal