Setelah selesai sarapan Isabell mengantar Fernando menuju mobil BMW hitam yang sedang menunggunya di pelataran Devardo House. Pagi ini ada meeting penting di kantor, Fernando harus segera berangkat. Isabell membantu membawakan tas kerja suaminya.
"Darling, mungkin aku akan pulang agak larut malam ini. Tidurlah lebih awal, jangan menungguku." Fernando mengusap pipi licin istrinya sembari menatapnya lembut.Isabell mengangguk sembari tersenyum."Hubby, boleh aku menanyakan sesuatu padamu?" tanya Isabell kemudian."Katakanlah, Sayang." Fernando memberinya senyuman manis.Isabell tampak sedikit ragu, dia menoleh ke arah pintu rumah sebelum berkata."Hubby, kenapa Kak Pedra meminta uang padamu? Bukankah dia telah memiliki suami? Sudah sepantasnya Berto yang menafkahinya, bukan?"Fernando tersenyum mendengar pertanyaan Isabell padanya."Isabell, Kak Pedra tidak meminta uang padaku, tapi uang itu memang haknya. Sudah sejak lama jauh sebelDengan perasaan bercampur aduk antara kesal dan cemas Isabell terus berusaha mengejar langkah panjang Fernando yang sedang berjalan menuju kamarnya. Isabell merutuki dirinya dalam hati, kenapa dia sangat bodoh sampai bisa masuk ke dalam perangkap yang telah Nyonya Devardo dan Pedra buat.Sekarang dia sangat kerakutan dan cemas jika Fernando tak mau mendengarkan penjelasannya. Fernando tampak sangat kecewa, itu yang dilihat Isabell pada wajah suaminya tadi.Tidak, ini tak boleh terjadi! Dia tak bisa membiarkan Fernando salah paham padanya. Dia harus menjelaskan semuanya, jika dirinya telah dijebak.Isabell tiba di kamarnya, dia melihat Fernando yang sedang berdiri menghadap jendela besar di sebelah kiri kamarnya. Pandangan pria itu tampak lurus ke depan dengan kedua tangannya yang masing-masing berada di saku celana kainnya.Jantung Isabell berdegup kencang. Fernando pasti sedang sangat marah padanya, pikirnya.Dengan tubuh gemetaran dan tangannya y
Cuaca sore itu sangat cerah, angin sepoy-sepoy bertiupan di taman menerpa tangkai-tangkai Lily yang sedang bermekaran dan mengoyangkan dahan-dahan kecil Jacaranda yang sedang berbunga lebat.Benar, musim dingin telah berakhir dan musim semi telah tiba. Di Mexico City, khususnya, musim semi di tandai dengan berbunganya pohon-pohon Jacaranda yang mayoritas ditanam di sepanjang jalan-jalan utama di kota ini.Pada saat musim semi seperti sekarang ini, jalan-jalan protokol di Mexico City dipenuhi warna ungu, cantik sekali.Ketika melihat bunga-bunga Jacaranda bermekaran, mungkin yang terlintas di benak kita adalah musim bunga di Jepang yang dipenuhi dengan Sakura dimana-mana. Ya, sepintas Jacaranda memang mirip dengan Sakura.Nyonya Devardo dan Pedra sedang duduk di taman. Keduanya tampak sedang asik berbincang-bincang sembari menikmati udara sore ditemani dua gelas Tequila.Tequila adalah minuman yang berasal dari daerah Tequila, Guadalajara sebelah ba
Berto membabi buta memaksa Isabell di atas ranjang. Hasratnya tak bisa menunda lagi, dia ingin segera merasakan Isabell yang selama ini terus menari-nari di angan-angannya.Isabell berusaha keras untuk berontak. Namun tenaganya sungguh tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Berto. Isabell mulai menangis, dia takut tak bisa mempertahankan milik Fernando."Lepaskan, Berto! Bajingan kau!" Isabell berusaha berontak sembari memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri. Dia tak ingin Berto sampai berhasil mendapatkan ciumannya."Diamlah, Isabell. Nikmati saja," tukas Berto berusaha meraih ciumannya sembari mencengkeram kedua tangan Isabell di atas kasur.Isabell menjerit-jerit, sedangkan Berto terus tertawa puas melihatnya. Pria itu bersiap untuk merasakan Isabell, namun tiba-tiba saja ada tangan kekar yang memegang bahunya dan menariknya dengan kasar.Berto terjengkang ke lantai, sepasang netranya terbelalak melihat siapa yang datang."Fernando
Fernando masih enggan bicara, dia kecewa pada Ibu dan Kakak tirinya itu. Mereka tak bisa di andalkan untuk menjaga Isabell. Pria itu membasahi bibirnya sebelum berkata, "Aku tak mengusirmu, Bu. Tapi aku tak ingin melihat Berto lagi di rumah ini," jawab Fernando kemudian segera mengayunkan tungkainya menaiki anak tangga. Nyonya Devardo menoleh tegas pada Berto yang sedang berdiri di depan pintu. Pria itu melipat tangannya, memohon belas kasih padanya. Dia sangat ketakutan. "Dasar, bodoh! Tak berguna! Bedebah!" Nyonya Devardo segera menyerang Berto dengan memukulinya.Pedra pun demikian "Pria bodoh, dimana otakmu, Berto?!" kesal Pedra. "Sayang, maafkan aku. Aku tak tahan melihat Isabell dengan mini dresnya setiap hari. Sekarang aku harus kemana?" Berto tampak sangat memelas.Nyonya Devardo memalingkan wajahnya kesal. "Kau harus pergi dari sini, Bodoh!" Pedra mendorong bahu Berto dengan wajahnya yang tampak emosi. "Gara - ga
Fernando berdiri membelakangi Pedra dan Berto. Kedua tangannya berada dalam saku celana kainnya. Sementara wajahnya menanggah pada langit-langit.Dadanya terasa sesak. Sebenarnya dia pun tak tega mengusir Pedra dari Devardo House. Namun perbuatan bejat Berto tak bisa dirinya maafkan begitu saja."Kak Pedra tetaplah di sini, namun aku tak mau lagi melihat pria itu," tukas Fernando. Perlahan ia memutar tubuhnya guna menoleh pada Pedra yang masih berdiri di belakangnya."Terima kasih, Fernando." Pedra melipat kedua tangannya dengan wajah menunduk. Punggungnya bergetar dengan tangisnya.Nyonya Devardo segera menghampiri Pedra, lantas merangkul bahu puterinya itu. Sementara Fernando segera meraih lengan Isabell. Dia menyeret istrinya itu meninggalkan ruang makan.Terhuyung-huyung langkah kecil Isabell mengikut langkah panjang Fernando. Ekor matanya melirik pada pria tinggi yang menggenggam jemarinya. Terlihat kesedihan dari pendar mata pria di sampingny
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Fernando tampak gelisah sembari berbaring di tengah ranjangnya. Sementara Isabell sudah tertidur pulas dalam pelukannya. Astaga, apakah dirinya sudah kejam karena mengusir Berto dari Devardo House? Pikirnya sembari memandangi langit-langit kamarnya.Benar, dirinya melihat Pedra tampak sangat bersedih saat mengantar Berto menuju apartemen. Apakah Pedra sudah kembali? Pikirnya lagi sembari agak menggerakkan tubuhnya perlahan. Dia takut makhluk indah yang sedang berada di dadanya itu sampai terjaga karenanya.Namun Isabell merasakan jika sang suami memang sedang dalam dilema. Dirinya mendengar detakkan jantung Fernando yang begitu deras. Pria itu sedang didera kegelisahan yang berat. Sepasang matanya mulai terbuka perlahan. Manik kebiruannya menatap wajah di hadapannya tanpa beranjak."Hubby, kenapa belum tidur?" tanyanya kemudian. Kali ini sembari mengangkat wajahnya dengan pandangan yang menggapai wajah tampan di hadapannya
Mobil BMW hitam melaju santai memasuki pintu gerbang Devardo House. Dua penjaga membungkuk hormat saat mobil itu melintasi mereka. Nyonya Devardo menyesap batang rokoknya. Dia mengusap wajahnya gelisah sembari duduk pada bangku belakang mobil tersebut.Sial! Benar-benar sial! Dia sudah kalah berjudi kasino malam ini. Dan lebih sialnya lagi, dirinya sudah menjadikan Isabell sebagai taruhan dalam permainan kasino tadi. Hh, sekarang bagaimana? Dia bisa mati kalau saja Fernando sampai mengetahui hal ini.'Anda sudah kalah, Nyonya. Besok bawalah Isabell padaku. Dia harus membayar kekalahanmu dengan tubuhnya.'Ucapan Fedelico terus terngiang-ngiang di telinganya.Gila! Ini benar-benar gila! Entah bagaimana caranya dia membawa Isabell pada bandar kasino itu.Oh, astaga, bagaimana ini? Untuk kesekian kalinya wanita tua itu mengusap wajahnya dengan mimik pusing."Kita sudah tiba, Nyonya. Silakan," ucap Louis, sopir sekaligus bodyguard Nyonya Devardo. Lou
Pagi-pagi sekali Berta putuskan untuk pergi dari Devardo House. Air matanya tak henti mengalir dengan wajahnya yang tampak pucat. Persetan dengan apa pun. Kehormatannya sudah dirampas dengan paksa. Dirinya tak mau lagi berada di mansion mewah itu untuk kembali melihat Louis.Harusnya dia temui Fernando untuk mengatakan apa yang didengarnya semalam. Namun dia sudah kehilangan mood untuk itu. Kini Berta hanya ingin pergi sejauh-jauhnya dari Devardo House."Fernando, aku senang melihatmu dan Isabell sudah keluar dari kamar pagi-pagi begini," sambut Nyonya Devardo sembari tersenyum manis pada Fernando dan Isabell di ruang makan. Waktu menunjukkan pukul enam pagi, mereka akan memulai sarapan."Aku akan berangkat pagi-pagi ke kantor, karena ada meeting penting pagi ini." Fernando membalas senyum pada Nyonya Devardo.Dia lantas menoleh pada Pedra yang duduk berhadapan dengan Isabell. Kemudian ekor matanya melirik pada bangku kosong di samping kakak tirinya itu.
Ombak berdeburan saling berkejaran di tepi laut Karibia. Angin bertiup cukup kencang sore itu. Menyibak nyiur yang melambai-lambai di tepi pantai. Tubuh tinggi kekar itu sedang berdiri di tepi pantai. Memandangi sang surya yang hampir saja terbenam. Wajahnya tampak bersedih dengan bibirnya yang bergetar-getar seolah ingin mengatakan sesuatu. Namun tampak ada keraguan dari pendar matanya.Dua tahun sudah berlalu pasca Nyonya Devardo kabur dari rumah sakit. Namun sampai saat ini wanita tua itu tak juga diketahui dimana ribanya. Entah dimana ibu tirinya itu. Fernando sangat risau memikirkannya."Hubby, apa yang sedang kau lihat? Ayo kita pulang. Bayimu terus menendang-nendang sedari tadi. Sepertinya dia mulai bosan berada di sini."Seorang wanita dengan dress selutut motif bunga datang menghampirinya. Perut wanita itu tampak membuncit di balik dress tipisnya. Tangan kanannya menenteng sepatunya, sementara wajahnya tampak menatap heran pada pria di hadapannya itu."Oh, ya? Apakah bayiku s
"Paman Nigel, jangan seperti itu. Aku tak enak hati melihatnya," ucap Fernando dengan tatapannya pada pria di hadapannya saat ini.Sementara Isabell dan Tuan Alfredo hanya terdiam melihatnya. Sebenarnya Vanessa sudah sangat keterlaluan, namun melihat Nigel tampak sangat memohon akhirnya Isabell tak tega pula. Dia pun meminta Fernando untuk mencabut tuntutannya akan Vanessa."Apa kau yakin, Isabell?" tanya Fernando pada Isabell. Dia tidak yakin jika Vanessa takkan mengulangi perbuatannya lagi. Namun Isabell terus meyakinkan dirinya."Aku akan membawa Vanessa kembali ke Spanyol setelah ia keluar dari penjara. Dia takkan lagi mengusik kalian. Aku janji." Nigel berkata dengan tatapan bersungguh kali ini. Dia tahu jika Vanessa memang bersalah dan tak seharusnya puterinya itu terus terobsebi pada Fernando.Mendengar ucapan tulus Nigel, akhirnya Fernando pun mengikuti permintaan Isabell. Dia mencabut tuntutannya pada Vanessa.Nigel sangat bersyukur dan berterimakasih pada Fernando dan Isabel
Damian sedang mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Kemana kaburnya ibu tirinya itu membawa Isabell? Hatinya tak bisa tenang. Sepasang matanya memindai setiap jalan yang ia lewati guna menemukan mobil CRV putih yang tadi dikemudikan oleh Nyonya Devardo.Sampai tiba di sebuah tikungan jalan. Sepasang matanya menangkap sebuah kerumunan orang di tepi jalan itu. Sepertinya telah terjadi kecelakaan tunggal, pikirnya. Namun sepertinya ia mengenal mobil yang sedang dikerumuni oleh sekumpulan orang itu. Ya, itu mobil CRV putih yang sedang dicarinya.Apa yang terjadi? Dengan perasaan cemas luar biasa Damian segera menepi. Dia lantas keluar dari mobilnya, berlari menuju kerumunan di sana. Sepasang matanya terbelalak melihat Isabell yang masih berada di dalam mobil.Dengan dibantu beberapa orang, Damian segera mengeluarkan Isabell dari mobil. Sementara Nyonya Devardo dikeluarkan juga dari sana oleh beberapa orang pria yang membantu Damian."Isabell!" Dengan perasaan panik Damian berusah
Mobil yang dikemudikan oleh David segera menepi agak jauh dari mobil Vanessa dan Fernando. Nyonya Devardo yang memintanya untuk menepi agak jauh dari mereka. Dia melihat Fernando yang sedang berseteru dengan Vanessa, sementara Isabell tampak sedang berjalan menuju mobilnya. Ini sangat bagus, bibir merah cabai wanita tua itu tersenyum miring.Leonard dan David segera keluar dari mobil. Mereka langsung menghampiri Isabell yang sedang berjalan seorang diri. Leonard dan David sangat lega telah menemukan Isabell. Mereka pun membujuk wanita itu untuk ikut bersama mereka kembali ke kota New York.Isabell yang sedang dilema hanya mengangguk pada dua pria di hadapannya itu. Dia menoleh sesaat pada Fernando dan Vanessa yang tampak sedang bertengkar. Isabell mengusap pipi basahnya. Sepertinya Vanessa memang lebih pantas untuk Fernando.Karena dirinya tak bisa mengingat apa pun tentang Fernando. Dia hanya jatuh cinta pada pria yang mengaku suaminya itu. Sementara dirinya juga tak tahu seperti apa
Di jalan yang sama dengan jalan yang dilalui oleh mobil Vanessa. Terlihat mobil CRV putih yang sedang melaju dengan kecepatan standar. Di dalam mobil itu tampak David dan Nyonya Devardo yang sedang duduk pada bangku depan. Sementara di bangku belakang terlihat Leonard yang sedang duduk sembari melipat kedua tangannya di bawah dada.Sebenarnya Leonard tidak setuju dengan cara David yang mau saja mengikuti rencana Nyonya Devardo. Dia yakin masalah besar pasti akan segera terjadi. Wanita tua itu sedang kabur dari rumah sakit jiwa. Bisa saja Nyonya Devardo memiliki misi khusus untuk Isabell dan Damian. Lantas, bagaimana jika wanita tua itu hanya sedang memanfaatkan mereka saja.Tapi sial! David malah mau saja bekerjasama dengan wanita gila itu. Leonard sudah menasehatinya dan mengajaknya untuk kembali saja ke kota New York. Namun rekannya itu malah menolak. Bahkan David mengatakan jika dirinya tak akan kembali ke New York tanpa Senorita. Benar-benar menyebalkan! Leonard sangat kesal pada
Mobil Lamborghini Huracan merah yang dikemudikan oleh Fernando tampak menepi di pelataran sebuah hotel. Marvolo Hotel, tempat dimana ia akan menemui seorang Clien asal Inggris. Setelah melepaskan lingkaran seat belt dari tubuhnya, Fernando menoleh pada arloji mahal yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Rupanya sudah pukul lima sore. Hh, pasti Clien itu sudah bosan menunggu, pikirnya sembari menggelengkan kepala.Noah yang sudah berdiri di depan pelataran hotel segera menghampiri mobil Fernando. Pria itu lantas membukakan pintu mobil sport milik bosnya itu. Langkah panjang Fernando segera keluar dari pintu mobil. Noah agak membungkukkan tubuhnya pada pria itu."Silakan, Bos. Mr. Anthony sudah menunggu," ucap Noah.Fernando hanya mengangguk. Dia lantas berjalan sembari merapikan kancing jasnya. Noah dan beberapa pengawal mengapit langkah pria itu memasuki lobi hotel.Dua orang pria asal Inggris sedang berdiri di samping meja VVIP yang berada di balroom hotel. Mereka melempar sen
Setelah dirinya dan Nyonya Devardo memasuki mobil, Vanessa segera mengemudikan mobilnya meninggalkan area rumah sakit jiwa itu. Keduanya saling pandang lantas tertawa begitu puasnya. Bagaimana tidak? Karena rencana mereka akhirnya berjalan dengan mulus.Nyonya Devardo bersandar pada sandaran bangku mobil. Wanita tua itu akhirnya bisa bernapas lega sekarang. Dia memang cerdik, pikirnya memuji diri sendiri. Ekor matanya melirik pada Vanessa yang sedang mengemudikan mobil. Bibir wanita itu tersenyum miring. Hebat sekali. Vanessa mau saja membantunya untuk kabur.Nyonya Devardo menaikan sudut bibirnya tanpa memalingkan sepasang netranya dari wanita di sampingnya itu. Vanessa membantunya semata karena menginginkan Fernando. Namun dirinya takkan bisa mendapatkan pria itu. Karena Nyonya Devardo akan melenyapkan Fernando juga. Dia sangat senang karena Vanessa bodoh dan percaya saja padanya. Padahal wanita itu takkan mendapatkan apa-apa dari usahanya ini. "Kita akan ke mana, Vanessa?" tanya N
Petang itu Vanessa mengunjungi Nyonya Devardo di rumah sakit jiwa. Seorang pelayan setia wanita tua itu yang mengabarinya, jika Nyonya Devardo kini telah dipindahkan ke rumah sakit jiwa yang berada di tepi puncak, tak jauh dari mansion Tuan Alfredo.Setibanya di rumah sakit jiwa yang dirinya tuju, Vanessa bergegas menemui Dokter Mirae yang menurut si pelayan adalah dokter yang menangani Nyonya Devardo pada rumah sakit tersebut.Dokter Mirae mengatakan, jika kondisi Nyonya Devardo baik-baik saja. Meski terkadang wanita itu kedapati sedang bicara sendiri, bahkan tertawa dan menangis tanpa alasan. Sebagai seorang dokter kejiwaan, Dokter Mirae cukup pandai dan mengetahui bahwasannya Nyonya Devardo hanya berpura-pura gila saja.Namun pihak kepolisian tetap saja memintanya untuk memulihkan kondisi kejiwaan wanita tua itu. Sementara Vanessa mengatakan, jika Nyonya Devardo sudah banyak mengalami guncangan jiwa selama hidupnya. Tak tanggung-tanggung wanita asal Spanyol itu membual dan mengatak
Siang itu di kota New York, Amerika Serikat. Tuan Alfredo sedang duduk bertumpang kaki pada kursi kebesarannya. Batang cerutu terselip di antara jari tengah dan telunjuknya. Pandangannya tampak lurus pada jendela besar di hadapannya, dimana menampilkan pemandangan kota dari ketingian 20 meter dimana ruangannya berada saat ini.Batang cerutu itu mengepulkan asap tipis ke udara. Gaston dan beberapa bodyguard masih berdiri di hadapan meja kerja Tuan Alfredo. Namun pria 50 tahun itu tak juga memutar kursinya guna menghadap pada mereka, setelah kabar kurang baik yang baru saja dirinya sampaikan.Sepertinya Tuan Alfredo sangat kecewa saat ini. Bagaimana tidak, mereka sudah jauh-jauh datang dari Meksiko untuk meringkus David dan Leonard, namun ternyata rencana mereka gagal begitu saja.Benar, David dan Leonard tak ditemukan pada unit apartemennya saat Gaston dan beberapa bodyguard menyatroni tempat itu. Entah kemana dua bajingan itu kabur. Dan siapa yang sudah membantunya? Ini merupakan hal