Pagi itu di ruang makan tampak beberapa pelayan wanita yang sedang nenata meja kristal berukuran panjang kali lebar di sana. Silvester tampak sedang memantau aktivitas para pelayan itu, mereka sedang meletakkan berbagai hidangan yang baru saja selesai ia masak.
Ada banyak hidangan yang dimasaknya, diantaranya ada burittos, fajita, echilada, quesadilla, dan taco isian daging sapi kesukaan Fernando.Semua hidangan lezat itu menimbulkan aroma yang menggugah selera. Dan Silvester sangat puas jika para penghuni Devardo House menghabiskan semua hidangan yang dimasaknya."Pagi, Silvester," sapa Fernando yang baru saja tiba di ruang makan bersama Isabell yang tengah menggapit lengannya."Pagi, Tuan dan Nyonya Isabell. Apakah ada yang ingin saya buatkan untuk menu tambahan sarapan Anda, Tuan?" Silvester mendekap talam warna gold di dadanya.Fernando menoleh pada Isabell meminta pendapatnya. Isabell pun berbisik padanya. Silvester hanya terdiam menunggu jawaSetelah selesai sarapan Isabell mengantar Fernando menuju mobil BMW hitam yang sedang menunggunya di pelataran Devardo House. Pagi ini ada meeting penting di kantor, Fernando harus segera berangkat. Isabell membantu membawakan tas kerja suaminya."Darling, mungkin aku akan pulang agak larut malam ini. Tidurlah lebih awal, jangan menungguku." Fernando mengusap pipi licin istrinya sembari menatapnya lembut.Isabell mengangguk sembari tersenyum."Hubby, boleh aku menanyakan sesuatu padamu?" tanya Isabell kemudian."Katakanlah, Sayang." Fernando memberinya senyuman manis.Isabell tampak sedikit ragu, dia menoleh ke arah pintu rumah sebelum berkata."Hubby, kenapa Kak Pedra meminta uang padamu? Bukankah dia telah memiliki suami? Sudah sepantasnya Berto yang menafkahinya, bukan?"Fernando tersenyum mendengar pertanyaan Isabell padanya."Isabell, Kak Pedra tidak meminta uang padaku, tapi uang itu memang haknya. Sudah sejak lama jauh sebel
Dengan perasaan bercampur aduk antara kesal dan cemas Isabell terus berusaha mengejar langkah panjang Fernando yang sedang berjalan menuju kamarnya. Isabell merutuki dirinya dalam hati, kenapa dia sangat bodoh sampai bisa masuk ke dalam perangkap yang telah Nyonya Devardo dan Pedra buat.Sekarang dia sangat kerakutan dan cemas jika Fernando tak mau mendengarkan penjelasannya. Fernando tampak sangat kecewa, itu yang dilihat Isabell pada wajah suaminya tadi.Tidak, ini tak boleh terjadi! Dia tak bisa membiarkan Fernando salah paham padanya. Dia harus menjelaskan semuanya, jika dirinya telah dijebak.Isabell tiba di kamarnya, dia melihat Fernando yang sedang berdiri menghadap jendela besar di sebelah kiri kamarnya. Pandangan pria itu tampak lurus ke depan dengan kedua tangannya yang masing-masing berada di saku celana kainnya.Jantung Isabell berdegup kencang. Fernando pasti sedang sangat marah padanya, pikirnya.Dengan tubuh gemetaran dan tangannya y
Cuaca sore itu sangat cerah, angin sepoy-sepoy bertiupan di taman menerpa tangkai-tangkai Lily yang sedang bermekaran dan mengoyangkan dahan-dahan kecil Jacaranda yang sedang berbunga lebat.Benar, musim dingin telah berakhir dan musim semi telah tiba. Di Mexico City, khususnya, musim semi di tandai dengan berbunganya pohon-pohon Jacaranda yang mayoritas ditanam di sepanjang jalan-jalan utama di kota ini.Pada saat musim semi seperti sekarang ini, jalan-jalan protokol di Mexico City dipenuhi warna ungu, cantik sekali.Ketika melihat bunga-bunga Jacaranda bermekaran, mungkin yang terlintas di benak kita adalah musim bunga di Jepang yang dipenuhi dengan Sakura dimana-mana. Ya, sepintas Jacaranda memang mirip dengan Sakura.Nyonya Devardo dan Pedra sedang duduk di taman. Keduanya tampak sedang asik berbincang-bincang sembari menikmati udara sore ditemani dua gelas Tequila.Tequila adalah minuman yang berasal dari daerah Tequila, Guadalajara sebelah ba
Berto membabi buta memaksa Isabell di atas ranjang. Hasratnya tak bisa menunda lagi, dia ingin segera merasakan Isabell yang selama ini terus menari-nari di angan-angannya.Isabell berusaha keras untuk berontak. Namun tenaganya sungguh tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Berto. Isabell mulai menangis, dia takut tak bisa mempertahankan milik Fernando."Lepaskan, Berto! Bajingan kau!" Isabell berusaha berontak sembari memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri. Dia tak ingin Berto sampai berhasil mendapatkan ciumannya."Diamlah, Isabell. Nikmati saja," tukas Berto berusaha meraih ciumannya sembari mencengkeram kedua tangan Isabell di atas kasur.Isabell menjerit-jerit, sedangkan Berto terus tertawa puas melihatnya. Pria itu bersiap untuk merasakan Isabell, namun tiba-tiba saja ada tangan kekar yang memegang bahunya dan menariknya dengan kasar.Berto terjengkang ke lantai, sepasang netranya terbelalak melihat siapa yang datang."Fernando
Fernando masih enggan bicara, dia kecewa pada Ibu dan Kakak tirinya itu. Mereka tak bisa di andalkan untuk menjaga Isabell. Pria itu membasahi bibirnya sebelum berkata, "Aku tak mengusirmu, Bu. Tapi aku tak ingin melihat Berto lagi di rumah ini," jawab Fernando kemudian segera mengayunkan tungkainya menaiki anak tangga. Nyonya Devardo menoleh tegas pada Berto yang sedang berdiri di depan pintu. Pria itu melipat tangannya, memohon belas kasih padanya. Dia sangat ketakutan. "Dasar, bodoh! Tak berguna! Bedebah!" Nyonya Devardo segera menyerang Berto dengan memukulinya.Pedra pun demikian "Pria bodoh, dimana otakmu, Berto?!" kesal Pedra. "Sayang, maafkan aku. Aku tak tahan melihat Isabell dengan mini dresnya setiap hari. Sekarang aku harus kemana?" Berto tampak sangat memelas.Nyonya Devardo memalingkan wajahnya kesal. "Kau harus pergi dari sini, Bodoh!" Pedra mendorong bahu Berto dengan wajahnya yang tampak emosi. "Gara - ga
Fernando berdiri membelakangi Pedra dan Berto. Kedua tangannya berada dalam saku celana kainnya. Sementara wajahnya menanggah pada langit-langit.Dadanya terasa sesak. Sebenarnya dia pun tak tega mengusir Pedra dari Devardo House. Namun perbuatan bejat Berto tak bisa dirinya maafkan begitu saja."Kak Pedra tetaplah di sini, namun aku tak mau lagi melihat pria itu," tukas Fernando. Perlahan ia memutar tubuhnya guna menoleh pada Pedra yang masih berdiri di belakangnya."Terima kasih, Fernando." Pedra melipat kedua tangannya dengan wajah menunduk. Punggungnya bergetar dengan tangisnya.Nyonya Devardo segera menghampiri Pedra, lantas merangkul bahu puterinya itu. Sementara Fernando segera meraih lengan Isabell. Dia menyeret istrinya itu meninggalkan ruang makan.Terhuyung-huyung langkah kecil Isabell mengikut langkah panjang Fernando. Ekor matanya melirik pada pria tinggi yang menggenggam jemarinya. Terlihat kesedihan dari pendar mata pria di sampingny
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Fernando tampak gelisah sembari berbaring di tengah ranjangnya. Sementara Isabell sudah tertidur pulas dalam pelukannya. Astaga, apakah dirinya sudah kejam karena mengusir Berto dari Devardo House? Pikirnya sembari memandangi langit-langit kamarnya.Benar, dirinya melihat Pedra tampak sangat bersedih saat mengantar Berto menuju apartemen. Apakah Pedra sudah kembali? Pikirnya lagi sembari agak menggerakkan tubuhnya perlahan. Dia takut makhluk indah yang sedang berada di dadanya itu sampai terjaga karenanya.Namun Isabell merasakan jika sang suami memang sedang dalam dilema. Dirinya mendengar detakkan jantung Fernando yang begitu deras. Pria itu sedang didera kegelisahan yang berat. Sepasang matanya mulai terbuka perlahan. Manik kebiruannya menatap wajah di hadapannya tanpa beranjak."Hubby, kenapa belum tidur?" tanyanya kemudian. Kali ini sembari mengangkat wajahnya dengan pandangan yang menggapai wajah tampan di hadapannya
Mobil BMW hitam melaju santai memasuki pintu gerbang Devardo House. Dua penjaga membungkuk hormat saat mobil itu melintasi mereka. Nyonya Devardo menyesap batang rokoknya. Dia mengusap wajahnya gelisah sembari duduk pada bangku belakang mobil tersebut.Sial! Benar-benar sial! Dia sudah kalah berjudi kasino malam ini. Dan lebih sialnya lagi, dirinya sudah menjadikan Isabell sebagai taruhan dalam permainan kasino tadi. Hh, sekarang bagaimana? Dia bisa mati kalau saja Fernando sampai mengetahui hal ini.'Anda sudah kalah, Nyonya. Besok bawalah Isabell padaku. Dia harus membayar kekalahanmu dengan tubuhnya.'Ucapan Fedelico terus terngiang-ngiang di telinganya.Gila! Ini benar-benar gila! Entah bagaimana caranya dia membawa Isabell pada bandar kasino itu.Oh, astaga, bagaimana ini? Untuk kesekian kalinya wanita tua itu mengusap wajahnya dengan mimik pusing."Kita sudah tiba, Nyonya. Silakan," ucap Louis, sopir sekaligus bodyguard Nyonya Devardo. Lou