Fernando berdiri membelakangi Pedra dan Berto. Kedua tangannya berada dalam saku celana kainnya. Sementara wajahnya menanggah pada langit-langit.
Dadanya terasa sesak. Sebenarnya dia pun tak tega mengusir Pedra dari Devardo House. Namun perbuatan bejat Berto tak bisa dirinya maafkan begitu saja.
"Kak Pedra tetaplah di sini, namun aku tak mau lagi melihat pria itu," tukas Fernando. Perlahan ia memutar tubuhnya guna menoleh pada Pedra yang masih berdiri di belakangnya.
"Terima kasih, Fernando." Pedra melipat kedua tangannya dengan wajah menunduk. Punggungnya bergetar dengan tangisnya.
Nyonya Devardo segera menghampiri Pedra, lantas merangkul bahu puterinya itu. Sementara Fernando segera meraih lengan Isabell. Dia menyeret istrinya itu meninggalkan ruang makan.
Terhuyung-huyung langkah kecil Isabell mengikut langkah panjang Fernando. Ekor matanya melirik pada pria tinggi yang menggenggam jemarinya. Terlihat kesedihan dari pendar mata pria di sampingny
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Fernando tampak gelisah sembari berbaring di tengah ranjangnya. Sementara Isabell sudah tertidur pulas dalam pelukannya. Astaga, apakah dirinya sudah kejam karena mengusir Berto dari Devardo House? Pikirnya sembari memandangi langit-langit kamarnya.Benar, dirinya melihat Pedra tampak sangat bersedih saat mengantar Berto menuju apartemen. Apakah Pedra sudah kembali? Pikirnya lagi sembari agak menggerakkan tubuhnya perlahan. Dia takut makhluk indah yang sedang berada di dadanya itu sampai terjaga karenanya.Namun Isabell merasakan jika sang suami memang sedang dalam dilema. Dirinya mendengar detakkan jantung Fernando yang begitu deras. Pria itu sedang didera kegelisahan yang berat. Sepasang matanya mulai terbuka perlahan. Manik kebiruannya menatap wajah di hadapannya tanpa beranjak."Hubby, kenapa belum tidur?" tanyanya kemudian. Kali ini sembari mengangkat wajahnya dengan pandangan yang menggapai wajah tampan di hadapannya
Mobil BMW hitam melaju santai memasuki pintu gerbang Devardo House. Dua penjaga membungkuk hormat saat mobil itu melintasi mereka. Nyonya Devardo menyesap batang rokoknya. Dia mengusap wajahnya gelisah sembari duduk pada bangku belakang mobil tersebut.Sial! Benar-benar sial! Dia sudah kalah berjudi kasino malam ini. Dan lebih sialnya lagi, dirinya sudah menjadikan Isabell sebagai taruhan dalam permainan kasino tadi. Hh, sekarang bagaimana? Dia bisa mati kalau saja Fernando sampai mengetahui hal ini.'Anda sudah kalah, Nyonya. Besok bawalah Isabell padaku. Dia harus membayar kekalahanmu dengan tubuhnya.'Ucapan Fedelico terus terngiang-ngiang di telinganya.Gila! Ini benar-benar gila! Entah bagaimana caranya dia membawa Isabell pada bandar kasino itu.Oh, astaga, bagaimana ini? Untuk kesekian kalinya wanita tua itu mengusap wajahnya dengan mimik pusing."Kita sudah tiba, Nyonya. Silakan," ucap Louis, sopir sekaligus bodyguard Nyonya Devardo. Lou
Pagi-pagi sekali Berta putuskan untuk pergi dari Devardo House. Air matanya tak henti mengalir dengan wajahnya yang tampak pucat. Persetan dengan apa pun. Kehormatannya sudah dirampas dengan paksa. Dirinya tak mau lagi berada di mansion mewah itu untuk kembali melihat Louis.Harusnya dia temui Fernando untuk mengatakan apa yang didengarnya semalam. Namun dia sudah kehilangan mood untuk itu. Kini Berta hanya ingin pergi sejauh-jauhnya dari Devardo House."Fernando, aku senang melihatmu dan Isabell sudah keluar dari kamar pagi-pagi begini," sambut Nyonya Devardo sembari tersenyum manis pada Fernando dan Isabell di ruang makan. Waktu menunjukkan pukul enam pagi, mereka akan memulai sarapan."Aku akan berangkat pagi-pagi ke kantor, karena ada meeting penting pagi ini." Fernando membalas senyum pada Nyonya Devardo.Dia lantas menoleh pada Pedra yang duduk berhadapan dengan Isabell. Kemudian ekor matanya melirik pada bangku kosong di samping kakak tirinya itu.
Mobil yang dikemudikan oleh Fedelico melaju dengan kecepatan tinggi menuju mansion-nya yang berada di pusat kota. Ekor matanya melirik pada wanita cantik di sampingnya.Isabell mengenakan dress selutut warna hitam. Fedelico menelan ludahnya melihat kedua paha putih wanita itu. Dia tak tahan ingin segera menjamahnya.Isabell menoleh pada pria bertubuh kekar di sampingnya. Siapa pria ini? Kenapa dia menculiknya? Apakah dia saingan bisnisnya Fernando? Semua pertanyaan itu memenuhi kepalanya saat ini.Sepasang matanya turun pada kedua tangan Fedelico yang dipenuhi gambar tato, lalu ke dagunya yang ditumbuhi bulu halus yang tipis. Wajahnya lumayan tampan. Sepertinya blasteran Spanyol-Inggris. Terlihat dari bola matanya yang biru terang dan kulitnya yang putih, pikirnya."Siapa kau sebenarnya? Untuk apa menculikku?!" tanya Isabell dengan tatapan tegas pada pria berkemeja hitam lengan pendek di sampingnya itu.Fedelico tidak menjawab. Bibirnya mengulas se
Isabell segera berlari menghampiri Fernando. Dipeluknya kepala pria itu di dadanya. Isabell menangis. Sementara Fedelico sangat jengah melihat adegan itu. Dia segera menarik Isabell, lantas menyeret wanita itu menjauh dari Fernando. Isabell menjerit-jerit sembari berusaha berontak dari Fedelico."Lepaskan Nona Muda!" Noah segera memukul kepala Fedelico dengan sebuah balok kayu yang ditemukannya di tepi jalan.Balok kayu itu patah menjadi dua setelah menghantam kepala Fedelico. Namun pria itu hanya memegang belakang kepalanya, lantas menoleh ke belakang. Noah memasang kuda-kuda untuk menyerang Fedelico lagi."Brengsek!" Dengan gerakkan cepat Fedelico segera merebut potongan balok kayu yang sedang dipegang oleh Noah.Pria itu sampai tersentak dibuatnya. Kemudian dia menghantam wajah Noah dengan tinjunya. Seketika pria itu pun tersungkur ke tanah. Dan Fedelico kembali menyeret Isabell menuju mobilnya."Lepaskan aku! Fernando!" Isabell menangis sembari
Sore itu langit tampak mendung. Awan hitam berkumpul di sana sini. Suasana menjadi gelap seolah malam telah tiba, sementara jarum jam baru saja menunjuk pukul empat sore.Satu persatu tungkai jenjang yang dipasangi heels warna merah keluar dari pintu mobil BMW hitam yang menepi di pelataran kantor polisi Meksiko. Louis segera mengibarkan payung warna biru tua menyambut Nyonya Devardo keluar dari mobil. Hujan mulai turun saat mereka tiba di sana.Nyonya Devardo berjalan cepat memasuki teras kantor polisi. Wanita itu mengulas senyum tipis saat beberapa petugas polisi menyambutnya dengan baik. Keluarga Devardo memang sangat dihormati di seluruh Meksiko.Namun para petugas polisi itu tampak heran melihat Nyonya Devardo datang."Dimana Fedelico? Aku ingin mencabut tuntutan Fernando padanya." Nyonya Devardo bertanya pada seorang petugas polisi."Tuan Fedelico ada di dalam sel tahanan, Nyonya. Silakan kalau Anda ingin menemuinya," jawab polisi bertubuh ke
Setelah berada di rumah sakit selama sepuluh hari, guna mendapatkan perawatan intensif, akhirnya Fernando pun dibolehkan untuk pulang setelah kondisinya sudah stabil. Pria bertubuh tinggi kekar itu sangat senang karena sudah bisa kembali pulang ke Devardo House pagi yang cerah ini."Pelan-pelan saja berjalannya, Hubby." Isabell menggamit lengan kiri Fernando keluar dari mobil Limousine putih yang menepi di pelataran luas Devardo House."Aku sudah sehat, Sayang, jangan cemas." Fernando tersenyum sembari menoleh pada Isabell."Baiklah, kau memang keras kepala. Tapi aku tetap saja mencemaskan dirimu." Isabell memutar bola mata kebiruannya bosan. Fernando memang susah diberi tahu, pikirnya agak kesal. Namun rasa cemasnya jauh lebih besar pada suaminya itu.Fernando mengulas senyum gemas melihat Isabell memberinya wajah bosan. Kemudian keduanya berjalan bersisian memasuki pintu besar mahoni Devardo House. Isabell tetap menggamit lengan Fernando sepanja
Matahari mulai terbenam di atas permukaan air laut Karibia. Sinar jingganya yang mulai turun memancar begitu indahnya. Menutup aktivitas para pelayan di Devardo House. Beberapa dari mereka kini berkumpul di ruang makan, membantu Silvester yang sedang menata hidangan di atas meja panjang di sana.Nyonya Devardo sedang berdiri di tepi balkon kamarnya. Ponsel pintar digenggamnya di dekat telinga kanannya. Rupanya wanita licik itu sedang menghubungi Fedelico. Malam hampir tiba, dia ingin Fedelico segera datang di saat semua penghuni Devardo House sedang menikmati makan malamnya."Sudah saatnya kau datang, Fedelico." Nyonya Devardo menaikan sudut bibirnya, lantas menurunkan tangannya yang masih memegang ponselnya. Fedelico akan segera datang. Dia berharap rencananya akan berjalan lancar malam ini.Sementara itu di ruang makan. Isabell membantu Fernando untuk duduk di bangkunya. Meski suaminya sudah sehat dan baik-baik saja, namun sebagai seorang istri dirinya s