TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 39 – Slowly“Nina, aku janji akan melakukannya dengan lembut kali ini.”Helenina mengangguk, memercayai ucapan Arthur dengan sangat mudah seolah seperti membalikkan telapak tangan. Arthur membuka seluruh pakaian yang Helenina kenakan. Udara dingin berembus mengenai kulitnya, membuat dia sedikit gemetaran. Kemudian Arthur membuka kemejanya sendiri dengan tergesa-gesa dan hanya meninggalkan celana hitam yang sabuknya telah dilonggarkan.Arthur kemudian berbaring di samping Helenina, menyusupkan lengan ke balik punggung Helenina dan membawanya mendekat. Helenina pasrah saja, pada apa pun yang akan Arthur lakukan padanya. Tapi Helenina juga tidak bisa berbohong bahwa perlakuan Arthur saat ini membuat jantungnya berdebar dengan sangat kencang.Setengah dalam diri Helenina merasa takut, setengahnya lagi dipenuhi antisipasi menyenangkan. “Rileks, Nina,” bisik Arthur tepat di dekat telinganya. Napas pria itu berembus dan menerpa kulitnya yang begitu sensit
Malam terasa lebih hangat, dan udara di dalam kamar terasa lebih menenangkan. Musim dingin sepertinya akan segera berakhir, atau ini semata-mata karena aktivitas panas yang baru saja mereka lakukan dan sensasinya masih belum sepenuhnya pudar. Helenina merasa lemas, dia jatuh tertidur tidak lama setelah Arthur berbaring di sampingnya dan menariknya ke dalam pelukan.Sekarang Helenina terbangun, tidak tahu pada pukul berapa, tapi yang pasti di luar sudah terang. Helenina sempat mengira bahwa dia terbangun sehari setelahnya seperti pada saat pertama kali mereka melakukan hubungan ini, tapi kemudian dia menyadari bahwa tubuhnya masih polos tanpa sehelai benang pun, begitu pun juga dengan Arthur.Sepasang lengan yang kokoh memeluk Helenina dengan erat, seolah membuainya untuk kembali tertidur. Tapi pikiran Helenina tidak mengizinkan. Dia kepikiran dengan kejadian sebelumnya. Saat Arthur pulang tadi, Helenina yakin bahwa Arthur sedang marah. Dan tiba-tiba, dia menggoda Helenina untuk melaku
John Delmon, menatap pada sebuah mobil hitam yang melaju menjauhi area hutan. Salju turun dengan perlahan dari langit, membasahi permukaan rumput yang dia pijak. Saat cahaya lampu belakang dari mobil itu sudah tidak lagi dalam pandangan, John menjauhi batang pohon lembab tempatnya bersandar.“Mereka sudah pergi,” ucapnya.Beberapa pria keluar dari balik batang pohon yang lain, jumlahnya ada tujuh. Mereka berwajah sangar, beberapa lahir karenanya dan beberapa lagi karena ditempa kehidupan yang keras. Pakaian mereka lusuh dan bernoda, namun itu tampaknya sama sekali tidak mengganggu mereka. Ketegangan perlahan mengendur saat wajah-wajah itu muncul ke dalam cahaya bulan.John Delmon mendongak ke atas, pada langit malam yang cerah. Setengah wajahnya berparut dan kulitnya mengendur dengan sangat mengerikan, matanya memerah dan berair. Terkadang, luka bakar yang sudah lama ini masih terasa sakit, dan serta merta menimbulkan kembali ingatan tentang kebenciannya.Delapan pria itu pun melangka
“Ke-kenapa kau melakukan ini? Ini ... ini hanya tatapan! Orang lain ....”“Kenapa dengan orang lain?”“Banyak orang yang menatapmu.”“Ya, tapi tidak ada yang bisa melihatku sebaik dirimu, Nina.”“...!”“Dua menit. Lihat aku! Hanya dua menit saja. Setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi.”Helenina merasa begitu buruk dan marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan hal sesepele ini. Apakah dia adalah istri yang durhaka? Arthur pastinya berpikir demikian. Banyak orang yang merasa tersinggung saat lawan bicaranya tidak membalas tatapannya. Sejak awal Arthur sudah mempertegas bahwa dia adalah salah satu dari banyak orang itu.Namun Helenina tidak tahan. Dia takut Arthur bisa melihat ke dalam jiwanya, bisa menebak apa yang dia pikirkan, bisa menemui sosok Helenina Baron yang begitu menyedihkan.Kata orang, mata adalah jendela kejujuran. Dan saat lidah sangat pandai berkelit, mata tidak bisa berbohong.“Kita tidak akan bertemu dalam dua minggu ke depan,” kata Arthur tiba-tiba
Helenina terbangun dari tidurnya karena suara getaran yang terdengar begitu mengganggu. Dia melihat cahaya berpendar di atas nakas, berasal dari ponselnya. Helenina pun mengambil benda itu, dahinya mengernyit saat membaca nama pemanggil yang tertera di sana.‘Husband’Pernahkah Helenina memasukkan nomor Arthur ke ponselnya dan menamainya seperti itu? Helenina tidak ingat. Tapi tanpa berpikir lebih panjang dia langsung mengangkat panggilan itu. Dia mengucek matanya yang terasa berat oleh kantuk dan menggumamkan sebuah halo.“Nina, Manisku. Maaf membangunkanmu.” Terdengar suara berat Arthur dari seberang telepon.Manisku? Helenina mengerjapkan mata saat mendengar sebuah panggilan asing itu. Arthur tidak pernah memanggilnya seperti itu sebelumnya. Kecuali saat mereka ... bercinta.Ataukah ini bukan suaminya dan hanya orang iseng?Helenina melihat sekali lagi ke layar ponselnya dan suara Arthur kembali terdengar.“Nina, apa yang sedang kau lakukan sekarang?”Sekarang? Nina bingung harus m
Arthur telah pergi selama dua minggu. Dua minggu yang dipenuhi obrolan malam dan cerita sebelum tidur bagi Helenina. Ya, Arthur selalu meneleponnya dan memintanya membaca sesuatu; sebuah dongeng sebelum tidur yang sebelumnya pria itu pandang kekanakkan. Tapi di sisi lain, Arthur selalu memastikan bahwa Helenina tidur tidak terlalu malam. Dan Helenina menikmati momen-momen itu dengan sangat baik, bahkan terkadang dia begitu menantikannya.Hari yang dia lewati juga tidak seberat yang dia pikirkan. Sesi belajarnya terasa menyenangkan dengan seorang tutor yang baik dan kompeten juga sangat penyabar sampai Helenina sendiri merasa tidak enak hati ketika dia belum mengerti dan meminta untuk dijelaskan dua kali.Saat ini, dia dengan sang tutor sedang berada di perpustakaan. Simon Lowell namanya, pria itu sebelumnya adalah seorang kepala pelayan. Dia dan keluarganya telah mengabdi di rumah keluarga bangsawan selama puluhan tahun, tapi Simon memutuskan untuk berhenti setelah cedera yang dia ala
Helenina bisa merasakan bagaimana tubuh Arthur langsung menegang, seolah ada alarm bahaya yang tidak sengaja Helenina tekan dalam dirinya.“Apa. Yang. Kau. Lakukan. Helenina?” Arthur bersuara di antara giginya yang terkatup rapat dan rahangnya yang menegang.Tapi bukannya melepaskan, Helenina justru semakin mengeratkan pelukannya, seolah takut Arthur akan meledak saat itu juga dalam amarahnya.“Pe-peluk,” jawab Helenina terbata.“....”Saat Arthur tidak menjawab, Helenina semakin mengeratkan pelukannya dan bersandar di bahu pria itu. “Sebuah pelukan akan membuatmu merasa tenang,” kata Helenina lagi. Dan benar pada ucapannya, pelukan ini memang menenangkan, setidaknya bagi Helenina sendiri. Dia tidak sadar bahwa dia begitu merindukan Arthur sampai sekarang dia berada di dekatnya. Helenina memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, menghidu aroma citrus dan mahoni yang lembut. Ini justru terasa seperti Helenina lah yang lebih membutuhkan pelukan daripada Arthur sendiri.Suara kekehan b
Usia pernikahan Helenina dan Arthur menginjak angka tujuh. Dan Helenina kini telah fasih mengurus semua urusan rumah tanpa dibantu oleh seorang tutor lagi, namun sekalipun begitu dia masih berteman dengan Simon Lowell dan bahkan berkenalan dengan adiknya yang seharusnya menjadi guru Helenina; Samantha Lowell. Ya, perlahan tapi pasti, Helenina memiliki beberapa teman baru dan mulai banyak menghadiri acara-acara pesta atau makan malam bersama Arthur. Tidak mudah, tapi Helenina akan melakukan apa pun untuk membuatnya pantas disebut sebagai Nyonya Rutherford, istri dari Arthur Rutherford.Arthur menepati janjinya memberikan Helenina banyak hadiah dan terkadang mengajaknya keluar untuk makan malam atau pergi berbelanja. Arthur benar-benar memanjakannya dengan semua kemewahan yang bisa pria itu dapatkan. Tidak ada lagi gaun polos berwarna gelap, pergelangan tangan atau leher yang kosong tanpa perhiasan. Arthur seolah terobsesi untuk mendandaninya, memberikan semua yang tampak berkilau itu u