John Delmon, menatap pada sebuah mobil hitam yang melaju menjauhi area hutan. Salju turun dengan perlahan dari langit, membasahi permukaan rumput yang dia pijak. Saat cahaya lampu belakang dari mobil itu sudah tidak lagi dalam pandangan, John menjauhi batang pohon lembab tempatnya bersandar.“Mereka sudah pergi,” ucapnya.Beberapa pria keluar dari balik batang pohon yang lain, jumlahnya ada tujuh. Mereka berwajah sangar, beberapa lahir karenanya dan beberapa lagi karena ditempa kehidupan yang keras. Pakaian mereka lusuh dan bernoda, namun itu tampaknya sama sekali tidak mengganggu mereka. Ketegangan perlahan mengendur saat wajah-wajah itu muncul ke dalam cahaya bulan.John Delmon mendongak ke atas, pada langit malam yang cerah. Setengah wajahnya berparut dan kulitnya mengendur dengan sangat mengerikan, matanya memerah dan berair. Terkadang, luka bakar yang sudah lama ini masih terasa sakit, dan serta merta menimbulkan kembali ingatan tentang kebenciannya.Delapan pria itu pun melangka
“Ke-kenapa kau melakukan ini? Ini ... ini hanya tatapan! Orang lain ....”“Kenapa dengan orang lain?”“Banyak orang yang menatapmu.”“Ya, tapi tidak ada yang bisa melihatku sebaik dirimu, Nina.”“...!”“Dua menit. Lihat aku! Hanya dua menit saja. Setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi.”Helenina merasa begitu buruk dan marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan hal sesepele ini. Apakah dia adalah istri yang durhaka? Arthur pastinya berpikir demikian. Banyak orang yang merasa tersinggung saat lawan bicaranya tidak membalas tatapannya. Sejak awal Arthur sudah mempertegas bahwa dia adalah salah satu dari banyak orang itu.Namun Helenina tidak tahan. Dia takut Arthur bisa melihat ke dalam jiwanya, bisa menebak apa yang dia pikirkan, bisa menemui sosok Helenina Baron yang begitu menyedihkan.Kata orang, mata adalah jendela kejujuran. Dan saat lidah sangat pandai berkelit, mata tidak bisa berbohong.“Kita tidak akan bertemu dalam dua minggu ke depan,” kata Arthur tiba-tiba
Helenina terbangun dari tidurnya karena suara getaran yang terdengar begitu mengganggu. Dia melihat cahaya berpendar di atas nakas, berasal dari ponselnya. Helenina pun mengambil benda itu, dahinya mengernyit saat membaca nama pemanggil yang tertera di sana.‘Husband’Pernahkah Helenina memasukkan nomor Arthur ke ponselnya dan menamainya seperti itu? Helenina tidak ingat. Tapi tanpa berpikir lebih panjang dia langsung mengangkat panggilan itu. Dia mengucek matanya yang terasa berat oleh kantuk dan menggumamkan sebuah halo.“Nina, Manisku. Maaf membangunkanmu.” Terdengar suara berat Arthur dari seberang telepon.Manisku? Helenina mengerjapkan mata saat mendengar sebuah panggilan asing itu. Arthur tidak pernah memanggilnya seperti itu sebelumnya. Kecuali saat mereka ... bercinta.Ataukah ini bukan suaminya dan hanya orang iseng?Helenina melihat sekali lagi ke layar ponselnya dan suara Arthur kembali terdengar.“Nina, apa yang sedang kau lakukan sekarang?”Sekarang? Nina bingung harus m
Arthur telah pergi selama dua minggu. Dua minggu yang dipenuhi obrolan malam dan cerita sebelum tidur bagi Helenina. Ya, Arthur selalu meneleponnya dan memintanya membaca sesuatu; sebuah dongeng sebelum tidur yang sebelumnya pria itu pandang kekanakkan. Tapi di sisi lain, Arthur selalu memastikan bahwa Helenina tidur tidak terlalu malam. Dan Helenina menikmati momen-momen itu dengan sangat baik, bahkan terkadang dia begitu menantikannya.Hari yang dia lewati juga tidak seberat yang dia pikirkan. Sesi belajarnya terasa menyenangkan dengan seorang tutor yang baik dan kompeten juga sangat penyabar sampai Helenina sendiri merasa tidak enak hati ketika dia belum mengerti dan meminta untuk dijelaskan dua kali.Saat ini, dia dengan sang tutor sedang berada di perpustakaan. Simon Lowell namanya, pria itu sebelumnya adalah seorang kepala pelayan. Dia dan keluarganya telah mengabdi di rumah keluarga bangsawan selama puluhan tahun, tapi Simon memutuskan untuk berhenti setelah cedera yang dia ala
Helenina bisa merasakan bagaimana tubuh Arthur langsung menegang, seolah ada alarm bahaya yang tidak sengaja Helenina tekan dalam dirinya.“Apa. Yang. Kau. Lakukan. Helenina?” Arthur bersuara di antara giginya yang terkatup rapat dan rahangnya yang menegang.Tapi bukannya melepaskan, Helenina justru semakin mengeratkan pelukannya, seolah takut Arthur akan meledak saat itu juga dalam amarahnya.“Pe-peluk,” jawab Helenina terbata.“....”Saat Arthur tidak menjawab, Helenina semakin mengeratkan pelukannya dan bersandar di bahu pria itu. “Sebuah pelukan akan membuatmu merasa tenang,” kata Helenina lagi. Dan benar pada ucapannya, pelukan ini memang menenangkan, setidaknya bagi Helenina sendiri. Dia tidak sadar bahwa dia begitu merindukan Arthur sampai sekarang dia berada di dekatnya. Helenina memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, menghidu aroma citrus dan mahoni yang lembut. Ini justru terasa seperti Helenina lah yang lebih membutuhkan pelukan daripada Arthur sendiri.Suara kekehan b
Usia pernikahan Helenina dan Arthur menginjak angka tujuh. Dan Helenina kini telah fasih mengurus semua urusan rumah tanpa dibantu oleh seorang tutor lagi, namun sekalipun begitu dia masih berteman dengan Simon Lowell dan bahkan berkenalan dengan adiknya yang seharusnya menjadi guru Helenina; Samantha Lowell. Ya, perlahan tapi pasti, Helenina memiliki beberapa teman baru dan mulai banyak menghadiri acara-acara pesta atau makan malam bersama Arthur. Tidak mudah, tapi Helenina akan melakukan apa pun untuk membuatnya pantas disebut sebagai Nyonya Rutherford, istri dari Arthur Rutherford.Arthur menepati janjinya memberikan Helenina banyak hadiah dan terkadang mengajaknya keluar untuk makan malam atau pergi berbelanja. Arthur benar-benar memanjakannya dengan semua kemewahan yang bisa pria itu dapatkan. Tidak ada lagi gaun polos berwarna gelap, pergelangan tangan atau leher yang kosong tanpa perhiasan. Arthur seolah terobsesi untuk mendandaninya, memberikan semua yang tampak berkilau itu u
Ini bukanlah hari Helenina seharusnya pergi ke dokter. Ada jadwal-jadwal tertentu yang biasa dia ikuti. Namun hari ini, Helenina berniat untuk pergi ke dokter kandungan yang berbeda. Karena, entah kenapa, dia tidak bisa percaya sepenuhnya pada dokter yang sebelumnya. Helenina memiliki firasat bahwa Dokter itu tidak terlalu kompeten, atau mungkin bahkan menyembunyikan sesuatu dari dirinya dan Arthur.Semoga firasatnya tersebut salah. Helenina tidak ingin apa yang ada di kepalanya saat ini menjadi kenyataan, bahwa dia tidak bisa hamil. Helenina merasa perlu untuk mengonfirmasinya.“Ke mana tujuannya, Nyonya?” tanya sang sopir. Helenina menatapnya sekilas. Pria dengan jas rapi itu tampak bingung untuk beberapa saat—mungkin ini pertama kalinya dia melihat sang nyonya keluar tanpa ditemani oleh suaminya. Helenina tidak mencoba untuk menjelaskan apa pun, dia hanya menyerahkan sebuah alamat yang dia catat di ponselnya kepada pria itu.Tidak lama kemudian, mobil pun melaju pergi meninggalkan
Helenina telah mendapatkan hasil pemeriksaan dari dokter. Sebuah map berwarna cokelat ada di pangkuannya yang dia pegang dengan erat. Hujan tiba-tiba saja turun. Dan suhu udara mendadak jadi lebih dingin. Helenina menyesal tidak mengenakan pakaian yang lebih tebal karena tadi dia pergi dengan terburu-buru. Sekarang, pakaian tebal si wanita yang dia temui tadi tidak tampak terlalu buruk untuk musim ini.Namun Helenina juga tidak yakin apakah dia kedinginan karena suhu di luar sana atau karena kenyataan yang baru saja dia dengar dari dokter.“Kemungkinan kehamilan itu terjadi masih sangat kecil dan beresiko, bahkan bisa berakibat fatal.”Itulah yang dikatakan dokter, yang kemudian diikuti dengan penjelasan lainnya dan beberapa instruksi serta saran mengenai apa yang harus Helenina lakukan.Hanya beresiko, bukan berarti tidak bisa hamil.Helenina meyakinkan dirinya sendiri dan mulai mencari-cari informasi di ponselnya; apa maksud dari beresiko yang sang dokter katakan.Setelah membaca be