Usia pernikahan Helenina dan Arthur menginjak angka tujuh. Dan Helenina kini telah fasih mengurus semua urusan rumah tanpa dibantu oleh seorang tutor lagi, namun sekalipun begitu dia masih berteman dengan Simon Lowell dan bahkan berkenalan dengan adiknya yang seharusnya menjadi guru Helenina; Samantha Lowell. Ya, perlahan tapi pasti, Helenina memiliki beberapa teman baru dan mulai banyak menghadiri acara-acara pesta atau makan malam bersama Arthur. Tidak mudah, tapi Helenina akan melakukan apa pun untuk membuatnya pantas disebut sebagai Nyonya Rutherford, istri dari Arthur Rutherford.Arthur menepati janjinya memberikan Helenina banyak hadiah dan terkadang mengajaknya keluar untuk makan malam atau pergi berbelanja. Arthur benar-benar memanjakannya dengan semua kemewahan yang bisa pria itu dapatkan. Tidak ada lagi gaun polos berwarna gelap, pergelangan tangan atau leher yang kosong tanpa perhiasan. Arthur seolah terobsesi untuk mendandaninya, memberikan semua yang tampak berkilau itu u
Ini bukanlah hari Helenina seharusnya pergi ke dokter. Ada jadwal-jadwal tertentu yang biasa dia ikuti. Namun hari ini, Helenina berniat untuk pergi ke dokter kandungan yang berbeda. Karena, entah kenapa, dia tidak bisa percaya sepenuhnya pada dokter yang sebelumnya. Helenina memiliki firasat bahwa Dokter itu tidak terlalu kompeten, atau mungkin bahkan menyembunyikan sesuatu dari dirinya dan Arthur.Semoga firasatnya tersebut salah. Helenina tidak ingin apa yang ada di kepalanya saat ini menjadi kenyataan, bahwa dia tidak bisa hamil. Helenina merasa perlu untuk mengonfirmasinya.“Ke mana tujuannya, Nyonya?” tanya sang sopir. Helenina menatapnya sekilas. Pria dengan jas rapi itu tampak bingung untuk beberapa saat—mungkin ini pertama kalinya dia melihat sang nyonya keluar tanpa ditemani oleh suaminya. Helenina tidak mencoba untuk menjelaskan apa pun, dia hanya menyerahkan sebuah alamat yang dia catat di ponselnya kepada pria itu.Tidak lama kemudian, mobil pun melaju pergi meninggalkan
Helenina telah mendapatkan hasil pemeriksaan dari dokter. Sebuah map berwarna cokelat ada di pangkuannya yang dia pegang dengan erat. Hujan tiba-tiba saja turun. Dan suhu udara mendadak jadi lebih dingin. Helenina menyesal tidak mengenakan pakaian yang lebih tebal karena tadi dia pergi dengan terburu-buru. Sekarang, pakaian tebal si wanita yang dia temui tadi tidak tampak terlalu buruk untuk musim ini.Namun Helenina juga tidak yakin apakah dia kedinginan karena suhu di luar sana atau karena kenyataan yang baru saja dia dengar dari dokter.“Kemungkinan kehamilan itu terjadi masih sangat kecil dan beresiko, bahkan bisa berakibat fatal.”Itulah yang dikatakan dokter, yang kemudian diikuti dengan penjelasan lainnya dan beberapa instruksi serta saran mengenai apa yang harus Helenina lakukan.Hanya beresiko, bukan berarti tidak bisa hamil.Helenina meyakinkan dirinya sendiri dan mulai mencari-cari informasi di ponselnya; apa maksud dari beresiko yang sang dokter katakan.Setelah membaca be
Helenina sedang berada di mobil—perjalanan menuju rumah yang terasa lebih lama dari biasanya. Pandangan Helenina terus tertuju ke luar jendela, melihat jalanan yang lebih ramai oleh orang-orang yang berjalan kaki. Itu bukanlah pemandangan baru, kota ini selalu lebih ramai oleh pejalan kaki daripada kendaraan pribadi. Helenina membayangkan dirinya berada di sana. Pastinya dia akan hilang dan tersesat dengan cepat, karena sekalipun sudah 24 tahun lamanya dia tinggal di kota ini, dia sama sekali tidak tahu jalan. Sangat ironi.Menit demi menit berlalu, perjalanan pulang kali ini benar-benar terasa lebih lama. Apakah sang sopir menggunakan jalan memutar? Sekalipun benar begitu, Helenina justru mensyukurinya karena dia merasa memiliki waktu lebih banyak untuk menenangkan diri sebelum menghadapi Arthur.Bangunan-bangunan kota mulai menghilang, tergantikan dengan pepohonan di kiri dan kanan. Saat itulah Helenina tahu bahwa dia semakin dekat dengan rumah—setidaknya wilayah ini cukup familiar
Helenina tidak tahu bagaimana dia harus bersikap atau apa yang seharusnya dia rasakan saat mengetahui bahwa pria di hadapannya ini adalah ayah dari suaminya, yang berarti mertua Helenina sendiri.Hal tersebut hampir tidak bisa dipercaya, tapi sesuatu dalam cara pria ini menyebutkannya terdengar begitu meyakinkan.Namanya John Delmon, dan dia menyebut Arthur dengan nama belakang yang sama.Helenina duduk di sofa dengan perasaan gamang, mencoba untuk mengingat silsilah keluarga Rutherford. Dari semua foto yang dia lihat di mansion, tidak satu pun yang mirip dengan pria di hadapannya. Bahkan foto pria yang Helenina pikir adalah ayah Arthur, juga sama sekali tidak tampak seperti pria ini.Mungkinkah luka mengerikan di wajahnya itu ... mengubah segalanya?“Kau pasti sedang berpikir apakah ucapanku benar atau tidak. Yah, sulit dipercaya bahwa monster di hadapanmu sekarang adalah ayah dari suamimu yang tampan. Ya, kan?”“....” Helenina tahu bahwa diam adalah pilihan yang tepat.“Bukan salahk
Pinggir kota bagian Selatan.Mansion Arthur terletak di bagian Barat, jadi tidak butuh waktu lama baginya untuk menuju tempat yang dia tuju. Arthur melacak ponsel Helenina, dan dia langsung tahu di mana wanita itu berada.Jalanan basah dan hujan yang turun sangat lebat, diiringi kilat dan petir yang menggelegar. Hujan pada penghujung musim panas, seolah langit sudah muak menyimpan segalanya selama tiga bulan yang dipenuhi oleh matahari. Semakin lebat hujan yang turun, semakin pendek jarak pandang yang tersedia, tapi Arthur mengendarai mobilnya melesat cepat di jalanan tanpa memedulikan fakta tersebut.“Aku mungkin memang tidak bisa menyentuhmu langsung, atau menghancurkanmu dalam sekali aksi. Tapi aku bisa mengambil orang-orang yang berharga di dalam hidupmu, kemudian membunuhmu secara perlahan-lahan. Seperti yang kau lakukan padaku. Seperti ... yang aku lakukan juga pada ibumu. Hahaha!”Ucapan terkutuk John terngiang dalam benak Arthur, diiringi dengan suara teriakan wanita—Helenina,
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 52 – HatredArthur pernah bilang bahwa dia pergi mengunjungi rumah lamanya beberapa bulan lalu, yang dibakar oleh seorang bocah iseng.Apakah ... apakah dugaan Helenina itu benar?“Bocah yang kau bicarakan saat itu ... adalah dirimu?” gumam Helenina.Arthur terdiam selama beberapa saat, menatap lurus ke arah dinding, seolah sekelebat memori pada hari itu kembali berputar dalam benaknya.“Ya,” dia menjawab pelan.“Apa ... yang terjadi?” tanya Helenina lagi.Arthur langsung menoleh padanya, tersenyum miring, dan berkata, “Bukan aku, tapi kau yang berutang cerita padaku.”Firasat Helenina jadi tidak enak. Kenapa Arthur terus-terusan menghindari pertanyaannya? Kenapa dia tidak langsung menjelaskan semuanya pada Helenina tanpa Helenina harus repot-repot menjawab? Helenina masih memiliki prinsip yang sama, dia tidak suka bermain tebak-tebakan dan memilih penjelasan langsung.Namun Arthur tidak memberikan itu.Betapa banyak yang Helenina tidak tahu tentang
Helenina tahu apa itu rasa sakit. Dia menjalani hidupnya dalam pengasingan keluarga dan tanpa kasih sayang dari orang-orang yang dia butuhkan. Ibu yang melahirkannya selalu menatapnya dengan tatapan jijik dan kebencian. Ayah yang seharusnya melindunginya, malah berbalik menyakitinya. Ditambah dengan hinaan demi hinaan yang keluarganya berikan padanya. Tidak jarang dia akan terbangun pada malam hari dan merasa kesepian mulai menggerogotinya.Rasanya sakit. Sakit. Sangat sakit.Tapi ucapan Arthur barusan, tidak sebanding dengan semua rasa sakit yang selama ini Helenina rasakan.Kata-kata pria itu ... terasa membunuhnya.Helenina menggigit bibir dengan kuat sampai rasa darah menyebar di lidahnya. Dia menahan air mata, menahan tangisan yang histeris terlepas tanpa kendali.Arthur sudah pergi, membanting pintu dengan keras dan tidak mungkin akan kembali lagi. Helenina kini sendirian di ruangan itu. Telinganya berdengung nyaring. Dan alam di sekitarnya menjadi buram.“Tapi sayangnya aku tid