Helenina tahu apa itu rasa sakit. Dia menjalani hidupnya dalam pengasingan keluarga dan tanpa kasih sayang dari orang-orang yang dia butuhkan. Ibu yang melahirkannya selalu menatapnya dengan tatapan jijik dan kebencian. Ayah yang seharusnya melindunginya, malah berbalik menyakitinya. Ditambah dengan hinaan demi hinaan yang keluarganya berikan padanya. Tidak jarang dia akan terbangun pada malam hari dan merasa kesepian mulai menggerogotinya.Rasanya sakit. Sakit. Sangat sakit.Tapi ucapan Arthur barusan, tidak sebanding dengan semua rasa sakit yang selama ini Helenina rasakan.Kata-kata pria itu ... terasa membunuhnya.Helenina menggigit bibir dengan kuat sampai rasa darah menyebar di lidahnya. Dia menahan air mata, menahan tangisan yang histeris terlepas tanpa kendali.Arthur sudah pergi, membanting pintu dengan keras dan tidak mungkin akan kembali lagi. Helenina kini sendirian di ruangan itu. Telinganya berdengung nyaring. Dan alam di sekitarnya menjadi buram.“Tapi sayangnya aku tid
“Bercerailah dengan Arthur!”Sesaat setelah Rosaline menutup pintu, kata-kata itu mengalun bagai sengatan listrik ke telinga Helenina yang membuatnya tertegun oleh kejutnya.“Maaf?” Helenina pikir dia salah dengar, jadi ditatapnya Henry dengan serius.“Kau mendengarku, Helene. Kubilang, bercerailah dengan Arthur.”Keheningan menyertai di antara mereka. Helenina bungkam dengan kata ‘cerai’ yang entah kenapa mendadak jadi terdengar asing di kepalanya. Helenina tahu apa itu, tapi yang dia herankan adalah kenapa tiba-tiba Henry mengatakan hal tersebut padanya.“Aku tidak mengerti,” ucap Helenina.Dan Henry menjawabnya dengan dingin, “Apa kau masih mau bersamanya setelah semua yang terjadi, Helene?”“Tu-tunggu! Kau baru saja memintaku bercerai dengan suamiku.”Dengan sangat tenang, Henry mengangguk. “Itulah yang aku katakan.”Helenina kehabisan kata-kata.Dan apakah Henry sadar bahwa ini adalah kalimat pertama yang dia ucapkan pada dirinya selama bertahun-tahun?Mengabaikan fakta tersebut,
Dua hari kemudian, Helenina telah diizinkan untuk pulang. Molly, salah satu gadis pelayannya, datang ke rumah sakit untuk membantunya. Di antara ketiga pelayan pribadinya, Molly adalah yang paling pendiam. Jadi selama gadis itu menemaninya, Helenina tidak merasa terganggu sedikit pun karena hampir sepanjang waktu dia hanya diam, begitu pun juga dengan Helenina yang lebih memilih kesunyian ketimbang sebaliknya.Helenina tidak pernah melihat Arthur lagi semenjak hari itu. Dan juga, selama dua hari ini pikiran Helenina lebih dipenuhi oleh ancaman yang Henry berikan padanya.Namun bahkan setelah berpikir begitu lama, Helenina belum mendapatkan jawabannya.Sehingga fakta tersebut membuat Helenina bertanya-tanya, apa yang menahannya untuk berpisah dari Arthur?Saat ini, Helenina berdiri di teras mansion Rutherford, disambut oleh Emma dan selusin pelayan yang begitu ramah padanya. Namun satu orang yang Helenina tidak duga kehadirannya di sana.Iriana.Wanita itu tersenyum manis padanya. Ramb
Helenina sudah dapat menduga bahwa Arthur tidak akan mau berbicara dengannya lagi. Pria itu bahkan tidak pulang. Helenina ingat dia bilang bahwa dia merindukan kamarnya, namun tanpa kehadiran Arthur di sini, dia merasa seolah ada kepingan yang belum lengkap pada rasa rindunya itu. Namun apa yang bisa Helenina lakukan? Dia tidak bisa memaksakan perasaan seseorang padanya. Apalagi orang itu adalah pria seperti Arthur.Saat ini, Helenina sedang berbaring di ranjang. Menatap pada bayangan kerai di dinding kamarnya yang bergerak-gerak ditiup angin di luar. Helenina sengaja tidak menutup jendela, membiarkannya terbuka agar udara malam masuk menyejukkannya. Cahaya dalam kamar tersebut seperti biasa, temaram. Helenina tidak pernah menyukai cahaya lampu yang terlalu terang.Dalam keheningan itu pertanyaan Henry kembali terngiang dalam benak Helenina.“Apa kau mulai menaruh hati pada suamimu?”Saat itu Helenina menjawab tidak, karena dia tengah dikuasai amarah. Tapi sekarang ... ya, Helenina me
Arthur benar-benar tidak pulang selama dua hari kemudian. Dan Helenina telah kembali menjalani rutinitas hariannya, walau dia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk melakukan segalanya.Dengan hati yang patah, bahkan tugas sekecil apa pun jadi terasa sangat berat.Namun Helenina bertahan selama dua hari. Dan sayangnya dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya sebaik itu. Helenina yakin bahwa seluruh orang di mansion ini tahu bahwa ada masalah antara Tuan dan Nyonya mereka. Suasananya jadi berubah, terasa lebih sendu dan menyesakkan karena para pelayannya pun terkesan lebih diam dan menjaga jarak.Helenina berencana untuk menghentikan semua drama ini besok. Dia merasa tidak enak telah membuat para pelayannya tidak nyaman.Selain itu, besok Helenina juga akan kedatangan tamu. Tutornya, Simon Lowell, bilang dia berniat untuk mampir, sekaligus juga ingin tahu sampai mana perkembangan Helenina saat ini sebagai seorang nyonya. Karena Simon telah banyak membantu, Helenina jadi tidak enak unt
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 58 – Hydrangea“Cerai, Nina? Kau berpikir untuk menceraikanku?”Helenina melangkah mundur saat Arthur mendekat ke arahnya. Kaki panjang pria itu hanya butuh dua langkah untuk sampai di hadapan Helenina, menyisakan beberapa senti jarak di antara mereka. Tangan Helenina masih gemetar, surat di tangannya semakin kusut. Dia mengangkat pandangan, membalas tatapan Arthur—walau butuh keberanian lebih untuk melakukannya.“Jawab aku!” desis Arthur tajam.Helenina terpojok di pilar gazebo, merasakan dingin tembok yang kokoh itu saat tubuhnya sendiri nyaris tidak merasakan apa pun, kebas oleh angin dan emosi yang menerpanya.Setelah sesaat, Helenina mengangguk. “Y-ya,” jawabnya dengan suara yang lebih terdengar seperti cicitan tikus yang terjepit.Arthur tersenyum miring. Matanya menatap Helenina dengan angkuh. “Ya? Jadi kau benar-benar berpikir begitu?” Suara Arthur dipenuhi oleh ketidakpercayaan dan seolah juga tengah mencemooh apa yang Helenina putuskan.Ke
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 59 – To Keep YouAngin pada siang tadi, mengantar hujan pada malamnya. Udara dingin masuk melalui jendela yang terbuka, embun dari hujan menerpa tangan dengan cincin polos di jari manisnya.“Tuan.”Arthur tidak menoleh. “Katakan saja langsung, Francis!” ucapnya dengan dingin.Di belakang, Francis berdiri dengan kedua tangan di depan. “Kami sudah menemukannya,” dia berkata, memulai laporannya. “John ada di Maroko bersama anak buahnya, melakukan ... bisnis.”Arthur mendengus. “Sepertinya dia berniat untuk membangun kembali bisnis itu, huh?”Francis mengangguk setuju. “Anggotanya bertambah dua. Dia berhasil membujuk orang-orang yang dulu pernah bekerja dengannya.”“Dan Asher?” tanya Arthur lagi.“Marah, tentu saja. Dia langsung tahu bahwa uang yang dia terima dari Anda dikurangi. Dan dia mengancam akan membawa ini ke jalur hukum kalau Anda bersikeras.”Arthur tersenyum sinis. “Dia tidak akan bisa.”“Saya tahu. Tapi, hanya untuk berjaga-jaga, saya akan
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 60 – The Last Moments“Nyonya, ini sudah satu jam lewat dari waktu Anda seharusnya minum obat.” Aria meremas tangannya dengan cemas, menatap ke arah ranjang di mana sang nyonya berbaring tanpa bergerak sedikit pun atau bahkan berganti posisi. Aria tahu bahwa dia tidak sedang tidur, matanya terbuka lebar menatap ke arah dahan pohon di luar jendela yang bergerak-gerak ditiup angin.Biasanya, pada jam ini sang nyonya akan berada di perpustakan, mengerjakan tugas kesehariannya. Atau kalau tidak, dia di dapur membantu Duncan menyiapkan makan siang, termasuk juga mencicipi masakannya yang lezat. Tapi sudah beberapa hari ini, Aria dan para pelayan lainnya menyadari bahwa Tuan dan Nyonya mereka sedang dalam keadaan yang tidak baik. Namun ini adalah yang terburuk.Sang nyonya jatuh sakit. Dia sering sekali sakit, tapi kali ini berbeda. Tidak ada semangat atau senyum ramah yang Aria lihat sejak pertama kali dia memasuki ruangan. Aria merasa khawatir di detik