Pinggir kota bagian Selatan.Mansion Arthur terletak di bagian Barat, jadi tidak butuh waktu lama baginya untuk menuju tempat yang dia tuju. Arthur melacak ponsel Helenina, dan dia langsung tahu di mana wanita itu berada.Jalanan basah dan hujan yang turun sangat lebat, diiringi kilat dan petir yang menggelegar. Hujan pada penghujung musim panas, seolah langit sudah muak menyimpan segalanya selama tiga bulan yang dipenuhi oleh matahari. Semakin lebat hujan yang turun, semakin pendek jarak pandang yang tersedia, tapi Arthur mengendarai mobilnya melesat cepat di jalanan tanpa memedulikan fakta tersebut.“Aku mungkin memang tidak bisa menyentuhmu langsung, atau menghancurkanmu dalam sekali aksi. Tapi aku bisa mengambil orang-orang yang berharga di dalam hidupmu, kemudian membunuhmu secara perlahan-lahan. Seperti yang kau lakukan padaku. Seperti ... yang aku lakukan juga pada ibumu. Hahaha!”Ucapan terkutuk John terngiang dalam benak Arthur, diiringi dengan suara teriakan wanita—Helenina,
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 52 – HatredArthur pernah bilang bahwa dia pergi mengunjungi rumah lamanya beberapa bulan lalu, yang dibakar oleh seorang bocah iseng.Apakah ... apakah dugaan Helenina itu benar?“Bocah yang kau bicarakan saat itu ... adalah dirimu?” gumam Helenina.Arthur terdiam selama beberapa saat, menatap lurus ke arah dinding, seolah sekelebat memori pada hari itu kembali berputar dalam benaknya.“Ya,” dia menjawab pelan.“Apa ... yang terjadi?” tanya Helenina lagi.Arthur langsung menoleh padanya, tersenyum miring, dan berkata, “Bukan aku, tapi kau yang berutang cerita padaku.”Firasat Helenina jadi tidak enak. Kenapa Arthur terus-terusan menghindari pertanyaannya? Kenapa dia tidak langsung menjelaskan semuanya pada Helenina tanpa Helenina harus repot-repot menjawab? Helenina masih memiliki prinsip yang sama, dia tidak suka bermain tebak-tebakan dan memilih penjelasan langsung.Namun Arthur tidak memberikan itu.Betapa banyak yang Helenina tidak tahu tentang
Helenina tahu apa itu rasa sakit. Dia menjalani hidupnya dalam pengasingan keluarga dan tanpa kasih sayang dari orang-orang yang dia butuhkan. Ibu yang melahirkannya selalu menatapnya dengan tatapan jijik dan kebencian. Ayah yang seharusnya melindunginya, malah berbalik menyakitinya. Ditambah dengan hinaan demi hinaan yang keluarganya berikan padanya. Tidak jarang dia akan terbangun pada malam hari dan merasa kesepian mulai menggerogotinya.Rasanya sakit. Sakit. Sangat sakit.Tapi ucapan Arthur barusan, tidak sebanding dengan semua rasa sakit yang selama ini Helenina rasakan.Kata-kata pria itu ... terasa membunuhnya.Helenina menggigit bibir dengan kuat sampai rasa darah menyebar di lidahnya. Dia menahan air mata, menahan tangisan yang histeris terlepas tanpa kendali.Arthur sudah pergi, membanting pintu dengan keras dan tidak mungkin akan kembali lagi. Helenina kini sendirian di ruangan itu. Telinganya berdengung nyaring. Dan alam di sekitarnya menjadi buram.“Tapi sayangnya aku tid
“Bercerailah dengan Arthur!”Sesaat setelah Rosaline menutup pintu, kata-kata itu mengalun bagai sengatan listrik ke telinga Helenina yang membuatnya tertegun oleh kejutnya.“Maaf?” Helenina pikir dia salah dengar, jadi ditatapnya Henry dengan serius.“Kau mendengarku, Helene. Kubilang, bercerailah dengan Arthur.”Keheningan menyertai di antara mereka. Helenina bungkam dengan kata ‘cerai’ yang entah kenapa mendadak jadi terdengar asing di kepalanya. Helenina tahu apa itu, tapi yang dia herankan adalah kenapa tiba-tiba Henry mengatakan hal tersebut padanya.“Aku tidak mengerti,” ucap Helenina.Dan Henry menjawabnya dengan dingin, “Apa kau masih mau bersamanya setelah semua yang terjadi, Helene?”“Tu-tunggu! Kau baru saja memintaku bercerai dengan suamiku.”Dengan sangat tenang, Henry mengangguk. “Itulah yang aku katakan.”Helenina kehabisan kata-kata.Dan apakah Henry sadar bahwa ini adalah kalimat pertama yang dia ucapkan pada dirinya selama bertahun-tahun?Mengabaikan fakta tersebut,
Dua hari kemudian, Helenina telah diizinkan untuk pulang. Molly, salah satu gadis pelayannya, datang ke rumah sakit untuk membantunya. Di antara ketiga pelayan pribadinya, Molly adalah yang paling pendiam. Jadi selama gadis itu menemaninya, Helenina tidak merasa terganggu sedikit pun karena hampir sepanjang waktu dia hanya diam, begitu pun juga dengan Helenina yang lebih memilih kesunyian ketimbang sebaliknya.Helenina tidak pernah melihat Arthur lagi semenjak hari itu. Dan juga, selama dua hari ini pikiran Helenina lebih dipenuhi oleh ancaman yang Henry berikan padanya.Namun bahkan setelah berpikir begitu lama, Helenina belum mendapatkan jawabannya.Sehingga fakta tersebut membuat Helenina bertanya-tanya, apa yang menahannya untuk berpisah dari Arthur?Saat ini, Helenina berdiri di teras mansion Rutherford, disambut oleh Emma dan selusin pelayan yang begitu ramah padanya. Namun satu orang yang Helenina tidak duga kehadirannya di sana.Iriana.Wanita itu tersenyum manis padanya. Ramb
Helenina sudah dapat menduga bahwa Arthur tidak akan mau berbicara dengannya lagi. Pria itu bahkan tidak pulang. Helenina ingat dia bilang bahwa dia merindukan kamarnya, namun tanpa kehadiran Arthur di sini, dia merasa seolah ada kepingan yang belum lengkap pada rasa rindunya itu. Namun apa yang bisa Helenina lakukan? Dia tidak bisa memaksakan perasaan seseorang padanya. Apalagi orang itu adalah pria seperti Arthur.Saat ini, Helenina sedang berbaring di ranjang. Menatap pada bayangan kerai di dinding kamarnya yang bergerak-gerak ditiup angin di luar. Helenina sengaja tidak menutup jendela, membiarkannya terbuka agar udara malam masuk menyejukkannya. Cahaya dalam kamar tersebut seperti biasa, temaram. Helenina tidak pernah menyukai cahaya lampu yang terlalu terang.Dalam keheningan itu pertanyaan Henry kembali terngiang dalam benak Helenina.“Apa kau mulai menaruh hati pada suamimu?”Saat itu Helenina menjawab tidak, karena dia tengah dikuasai amarah. Tapi sekarang ... ya, Helenina me
Arthur benar-benar tidak pulang selama dua hari kemudian. Dan Helenina telah kembali menjalani rutinitas hariannya, walau dia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk melakukan segalanya.Dengan hati yang patah, bahkan tugas sekecil apa pun jadi terasa sangat berat.Namun Helenina bertahan selama dua hari. Dan sayangnya dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya sebaik itu. Helenina yakin bahwa seluruh orang di mansion ini tahu bahwa ada masalah antara Tuan dan Nyonya mereka. Suasananya jadi berubah, terasa lebih sendu dan menyesakkan karena para pelayannya pun terkesan lebih diam dan menjaga jarak.Helenina berencana untuk menghentikan semua drama ini besok. Dia merasa tidak enak telah membuat para pelayannya tidak nyaman.Selain itu, besok Helenina juga akan kedatangan tamu. Tutornya, Simon Lowell, bilang dia berniat untuk mampir, sekaligus juga ingin tahu sampai mana perkembangan Helenina saat ini sebagai seorang nyonya. Karena Simon telah banyak membantu, Helenina jadi tidak enak unt
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 58 – Hydrangea“Cerai, Nina? Kau berpikir untuk menceraikanku?”Helenina melangkah mundur saat Arthur mendekat ke arahnya. Kaki panjang pria itu hanya butuh dua langkah untuk sampai di hadapan Helenina, menyisakan beberapa senti jarak di antara mereka. Tangan Helenina masih gemetar, surat di tangannya semakin kusut. Dia mengangkat pandangan, membalas tatapan Arthur—walau butuh keberanian lebih untuk melakukannya.“Jawab aku!” desis Arthur tajam.Helenina terpojok di pilar gazebo, merasakan dingin tembok yang kokoh itu saat tubuhnya sendiri nyaris tidak merasakan apa pun, kebas oleh angin dan emosi yang menerpanya.Setelah sesaat, Helenina mengangguk. “Y-ya,” jawabnya dengan suara yang lebih terdengar seperti cicitan tikus yang terjepit.Arthur tersenyum miring. Matanya menatap Helenina dengan angkuh. “Ya? Jadi kau benar-benar berpikir begitu?” Suara Arthur dipenuhi oleh ketidakpercayaan dan seolah juga tengah mencemooh apa yang Helenina putuskan.Ke