Arthur duduk di sofa, di tempat Helenina sebelumnya. Dia memberikan wanita itu gestur untuk mendekat. “Kemarilah!”Dari sudut matanya, Arthur melihat Helenina tampak ragu-ragu, sebelum mendekat dan duduk di sampingnya—memberikan jarak sejauh satu meter. Arthur menahan sebuah senyum geli yang hampir terbentuk di bibirnya. Dia menuang teh ke dalam cangkir lalu berkata, “Apa yang kau lakukan sejauh itu, Nina? Mendekatlah!”Helenina beringsut mendekat, tapi tidak cukup dekat bagi Arthur sehingga dia pun menarik wanita itu ke arahnya dan meletakkan tangannya ke pinggang yang ramping dan lembut itu.Suara kesiap Helenina terdengar, tapi Arthur tidak menghiraukannya.“Mau teh lagi?” tawar Arthur.Helenina menggeleng. “Ngh, A-Arthur? Aku mau ....”“Mau apa?”“I-ini sudah malam. Aku mau ... mau tidur!” seru Helenina.Arthur menyesap teh yang sudah hampir dingin itu dalam sekali tegukan. Dia mengusap pinggang Helenina dan merasakannya menegang, sebuah pemikiran yang sangat nakal langsung terlin
Helenina kembali ke kamarnya malam itu, dan dia tidak mengharapkan kehadiran suaminya lagi di sana. Dia berbaring sendiri di tengah ranjang, mata terbuka menatap ke arah setitik cahaya yang tembus melalui gordennya yang sedikit tersingkap. Telinganya hanya mendengar suara detik jam di dinding yang bergema, dan hangat dari selimut yang dia rasakan di kulit. Suasana yang begitu sunyi, gelap, dan seorang diri merupakan tempat favorit bagi Helenina. Itu membantunya untuk berpikir lebih baik.Dan saat ini, benaknya dipenuhi oleh ucapan Arthur sebelumnya. Apakah benar bahwa pria itu tidak bersama dengan wanita mana pun setelah mereka menikah? Helenina seharusnya merasa senang, bukan? Tapi yang dia rasakan justru perasaan sedih, karena betapa mustahilnya ucapan Arthur itu untuk menjadi kenyataan bagi Helenina. Dan sekalipun memang benar bahwa Arthur tidak pernah bersama wanita lain selama pernikahan mereka, hal tersebut tidak menghapus fakta bahwa Arthur benar-benar memiliki wanita simpanan.
Helenina membuka mata, terbangun karena suara gedoran yang membabi-buta pada pintu kamarnya. Gedoran itu jadi semakin kencang dan berisik sementara pelupuk mata Helenina jadi semakin berat dan kepalanya berdenyut dengan semakin menyakitkan. Dia bisa mendengar suara seseorang memanggil namanya berulang kali, tapi Helenina terlalu lemas untuk peduli.Kemudian tiba-tiba saja, suara berisik itu berhenti, diikuti suara-suara lainnya seperti meja yang didorong dan suara decitan di lantai. Helenina menutup mata dan mengernyit, membenci keributan itu. Dia lalu mendengar suara seseorang mengumpat. “Hal persetan apa yang telah terjadi di sini?!”Apakah itu Arthur? Benar-benar Arthur? Bahkan kalau bukan Arthur, Helenina tidak akan punya tenaga untuk melawan apa yang akan Asher lakukan padanya.“Nina!” Sentuhan yang terasa sangat hangat mendarat di dahi Helenina. Dia membuka mata, melihat wajah suaminya berputar di hadapannya bersama dinding dan seisi kamar. Kepala Helenina sakit sekali.“A-Ar
Arthur menggedor pintu kamar Asher, tapi tidak ada jawaban yang menyahutnya. Tanpa merasa perlu berbasa-basi lagi, dia pun membuka pintu tersebut hanya untuk menemukannya kosong tanpa penghuni. Kemudian tiba-tiba saja sebuah suara memanggilnya dari belakang.“Arthur, apa yang sedang kau lakukan?”Arthur berbalik, tatapan tajamnya langsung terhunus pada sosok Madeline Stanley yang berdiri di ambang pintu dengan sikapnya yang menunjukkan kearoganan.“Di mana putramu, Mrs. Stanley?!” tanya Arthur dengan suara rendah yang terdengar tajam.Madeline terdiam. Bibirnya yang merah itu menipis, dan raut wajahnya jelas tampak tersinggung dengan panggilan Arthur itu. Namun setelah beberapa saat, dia dengan tenang menyahut. “Asher? Dia baru saja pergi. Ada apa kau mencarinya, Arthur?”Arthur mengumpat dalam dengusan pelan. Asher tentunya telah menyadari perbuatannya dan takut untuk tinggal lebih lama sehingga dia melarikan diri dari kemarahan Arthur.Pria pengecut itu ...!***Di kamar dengan caha
Helenina terbangun ketika mendengar suara berat Arthur mempersilakan seseorang untuk masuk. Entah siapa, namun ketika orang itu berbicara, Helenina mengenali suaranya.Dia adalah Celia.Jadi Helenina mengurungkan niatnya untuk membuka mata dan pura-pura masih tertidur. Walau kenyataannya dia merasa sangat malu dengan posisinya, tapi dia berhasil menahan diri.Semua perkataan yang Arthur dan Celia katakan tidak terlewat sedikit pun dari indra pendengaran Helenina. Dia mendengarkan semuanya tanpa terkecuali.“Jangan lupa bahwa selain bekerja untukmu, aku juga adalah simpananmu, Arthur, teman bermainmu di atas ranjang. Datanglah padaku kalau istrimu ini tidak cukup memuaskanmu. Hm?”Itu adalah ucapan terakhir Celia sebelum Arthur mengusirnya keluar dari ruangan. Helenina menyerah dengan kepura-puraannya dan dia pun menggeliat pelan, lalu membuka mata. Helenina melirik ke arah Celia yang tengah diseret keluar oleh dua orang penjaga. Setelah pintu kembali tertutup, Helenina mengalihkan pa
Helenina sangat ingin mengatakan tidak pada ucapan Asher tersebut. Bicara dengannya? Bertemu dirinya saja Helenina tidak mau. Ada rasa jijik memualkan yang dia rasakan saat berdekatan dengan pria ini, Helenina tidak tahu apakah itu perasaan yang normal atau tidak.“Kau sudah makan?” tanya Helenina, alih-alih menjawab permintaan Asher. Dia mencoba untuk tetap tampil tenang, walau mungkin Asher menyadari kegugupannya.“....” Asher terdiam, menatapnya dengan sedikit geli.Helenina tahu bahwa tidak ada yang lucu dari ucapannya, tapi tampaknya Asher memiliki pikirannya sendiri.“Mari kita bicara sembari menuju ruang makan,” kata Helenina. Jantungnya berdetak sangat cepat sementara dia berusaha untuk tetap tegar.Asher menunduk, sebuah senyum bertengger di bibirnya. “Helene, yang semalam itu bukanlah apa-apa,” ucapnya tiba-tiba.Helenina tertegun. Jadi Asher sepenuhnya menyadari apa yang kemarin dia lakukan? Itu terdengar menjadi lebih mengerikan. Kedua tangan Helenina mengepal erat, tatapa
Mobil memasuki pekarangan rumah Baron yang sangat luas. Jalan menuju ke teras diapit oleh pepohonan rindang dan beberapa ekor rusa tampak berkeliaran di rerumputan yang hijau. Helenina merasa begitu familiar dengan semuanya, bahkan para penjaganya juga dan setiap tetumbuhan yang tumbuh di sana. Namun, satu hal yang begitu asing di mata Helenina saat ini, yaitu pemandangan ayah dan ibunya yang tengah menunggu di teras. Dan tidak hanya mereka, Henry juga tampak hadir di sana. Beberapa penjaga telah bersiap, seorang pria dengan kamera yang dikalungi di lehernya juga sudah siap untuk mengambil gambar.Helenina merasakan telapak tangannya jadi semakin basah, jadi dia mengelapnya lagi ke gaunnya. Ya ampun, Arthur tidak mengatakan pada Helenina bahwa makan malamnya akan semegah ini. Helenina pikir ini hanyalah acara makan malam intim keluarga, seperti makan malam biasa yang Helenina lakukan di rumah ini dulu, yang pastinya tidak melibatkan dokumentasi apa pun berupa pria dengan kamera.Mobil
Berdua di ruangan tersebut membuat Helenina menyadari akan seberapa jauh dirinya dengan Rosaline. Mereka adalah kakak beradik, tapi nyaris tidak saling mengenal terhadap satu sama lain. Dia duduk dengan kaku di hadapan Rosaline, sementara Rosaline menjadi dirinya yang selalu tampak tenang dan elegan. Kudapan manis juga teh tersaji di atas meja. Rosaline kemudian bergerak untuk menuangkan teh ke cangkirnya juga cangkir Helenina.“Terima kasih,” kata Helenina saat menerima teh tersebut.“Sama-sama,” sahut Rosaline. Dia menyesap tehnya, kemudian meletakkannya lagi bersama tatakannya di meja dan menatap ke arah Helenina.Sementara Helenina masih menunduk menatap ke arah permukaan tehnya sendiri yang belum dia minum.“Nina,” panggil Rosaline.Helenina langsung mendongak. “Y-ya?” jawabnya.“Bagaimana kabarmu?”“Baik. Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?”Rosaline sama sekali tidak tersenyum padanya, namun Helenina tahu bahwa adiknya itu tengah merasa santai, tidak setegang sebelumnya saa
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 81 – Familiar AromaYang semalam terasa seperti mimpi.Mimpi yang bahkan saat terbangun pun tidak berani Helenina andai-andaikan. Setiap detik dari momennya, mungkin akan selalu melekat dalam benak Helenina. Dia tidak akan pernah melupakan apa yang terjadi. Dia tidak akan lupa bagaimana dansa mereka yang kacau dan dipenuhi kecerobohan, ditambah hujan dan petir di luar, yang kemudian diakhiri oleh pengakuan cinta. Dan saat semua itu digabung, Helenina merasa bahwa itu sempurna.Hari ini, Helenina bangun lebih pagi. Namun dia tidak menemukan Arthur di sampingnya. Tidak peduli sepagi apa pun Helenina bangun, Arthur selalu saja bangun lebih dulu. Menepis rasa kecewanya, Helenina segera bersiap dan turun ke lantai bawah untuk sarapan.Seperti dugaannya, Arthur ada di ruang makan, tengah menyesap kopi sembari menatap ke arah layar tabletnya. Dia mendongak ketika Helenina masuk.“Kau seharusnya menunggu di kamar. Aku baru saja hendak mengantar makananmu ke
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 80 – His LoveDulu, cinta terdengar seperti sebuah kutukan di telinga Arthur.Cintalah yang membawanya ke jalanan. Karena cinta, ibunya menjadi pelacur. Karena cinta, Arthur dipukuli sampai hampir mati oleh ayahnya sendiri. Karena cinta, Arthur dijual kepada pria-pria bangsat yang menyukai anak lelaki. Karena cinta, Arthur menjadi sebatang kara.Namun setelah semua itu, dia tetap mengatakannya juga, kepada satu wanita ini—yang terselip melewati kewaspadaannya dan meruntuhkan dinding-dinding kokoh yang dia bangun di dalam dirinya.“Aku mencintaimu, Helenina.”Binar yang langsung tampak di mata sejernih langit milik wanita itu langsung membuat rasa penyesalan menyergap Arthur seperti rantai.Pantaskah dia mengatakannya?“Oh, Arthur.”Air mata Helenina menetes, tapi Arthur tahu itu bukanlah tangisan sedih. Arthur tersenyum tipis, ekspresinya menjadi tertutup. Dan sebelum Helenina menyadarinya, Arthur segera menariknya ke pelukan. Helenina menangis ters
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 79 – The PaintingsHelenina tercenung, tubuhnya membeku dalam dekapan yang hangat. Ciuman Arthur yang tiba-tiba terasa panas dan kemudian melelehkannya. Helenina memejamkan mata, mengalungkan tangannya ke leher Arthur, merintih pelan sebelum membalas ciuman tersebut. Arthur mendekapnya semakin erat, telapak tangannya yang lebar terbuka di punggung Helenina, menariknya mendekat, sementara tangannya yang lain ada di leher Helenina—membelainya dan sekaligus memberikan tekanan yang membuat Helenina gemetar.Ciuman Arthur terasa memabukkan, seperti wine yang Helenina minum pada pesta-pesta besar. Sekujur tubuhnya dialiri sengatan gairah yang menyenangkan, rasanya menggelitik dan penuh damba.Arthur menciumnya, Helenina mencium Arthur.Hujan di luar semakin lebat, petir menyambar setelah kilat yang menyilaukan mata. Saat Arthur menjauh, napas Helenina tercekat dan berubah memburu dengan cepat. Dia membuka matanya yang terpejam dengan perlahan, menatap sep
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 78 – Something Change“Kau sudah menemukan siapa orangnya?”Francis menggeleng. “Emma tengah menginterogasi semua pelayan dan pekerja di rumah, menggeledah kamar-kamar mereka, tapi sejauh ini hanya tiga orang yang dicurigai.”“Siapa?” tanya Arthur.“Para gadis pelayan Nyonya,” Francis menjawab tanpa ragu.Arthur mengernyitkan dahi, mengingat setiap momen Helenina dan para gadis pelayannya bersama. Mereka memiliki banyak kesempatan, mereka orang-orang terdekat yang berinteraksi dengan Helenina setiap hari dan tahu segala hal yang Helenina lakukan. Sangat mungkin kalau salah satu dari para gadis itu adalah mata-mata yang Asher kirim ke rumahnya.“Aku yang akan melakukan interogasi kepada mereka,” kata Arthur kemudian.“Tidakkah lebih baik kalau Tuan bertanya langsung kepada Nyonya? Dia mungkin tahu sesuatu.”Arthur menolak usulan tersebut sesaat setelah Francis melontarkannya. “Ini pekerjaan mudah, Francis, kau tidak harus melibatkan istriku ke dalamn
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 77 – Beyond BeliefDi mobil yang melaju kencang di jalan raya, Francis memberi tahu Arthur bahwa dia sudah mendapatkan kabar dari Emma mengenai kondisi Helenina di rumah.Helenina ditemukan tidak sadarkan diri di lantai kamar mandinya. Francis sengaja tidak memberi tahu secara detail bahwa sang nyonya juga mengalami pendarahan, dia tidak ingin membuat Arthur kehilangan kendalinya lebih buruk dari ini.Mereka tengah menuju rumah sakit tempat Helenina dibawa. Letaknya cukup jauh, mengikis setiap kesabaran yang Arthur punya. Mobil yang dikendarainya melesat semakin kencang dan bergerak lincah di jalan raya yang cukup ramai oleh kendaraan lain. Francis bahkan sampai harus berpegangan di kursinya untuk menahan guncangan.Sesampainya di rumah sakit, Arthur tidak membuang banyak waktu, dia langsung pergi ke ruangan tempat Helenina berada dengan langkah tergesa. Francis tidak sempat menyusul karena dia harus memarkir mobil yang Arthur tinggalkan begitu saja
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 76 – Poison“Jadi, selama ini dia ada di sana.”“Ya, saya menduga sepupu Anda ikut andil dalam hal ini.”Arthur terkekeh, duduk di sofa berwarna merah mencolok di dalam sebuah ruangan dengan pencahayaan yang temaram. “Tentu saja Asher terlibat. Dan rumah tempat John Delmon saat ini berada adalah rumah warisan milik Madeline Pansley.”Sebuah cerutu yang Arthur apit di kedua jari tangan kanannya dia tekan ke asbak sehingga ujungnya yang menyala pun mati dan menjadi abu, meninggalkan noda menghitam di permukaan asbak yang putih. Arthur bukanlah seorang pecandu rokok, namun terkadang dia merasa membutuhkan nikotin itu dalam dirinya. Dia lalu bersandar di sofa seraya menghela napas panjang. Tatapannya yang dingin sesaat tampak kosong.“Sudah saatnya aku menemui sepupuku kalau begitu. Dia selalu menjadi duri, tapi kali ini lebih tajam.”Francis Bronwen, yang berdiri di hadapannya dengan gestur tegak pun tidak mengatakan apa pun.Arthur bangkit, seraya ber
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 75 – Pumpkin or TeaSaat siang menjelang sore tiba, Arthur kembali ke rumah, menemukan istrinya masih tertidur nyenyak di atas ranjang setelah kegiatan panas yang mereka lakukan beberapa jam lalu. Helenina pastinya sangat kelelahan, dan Arthur memiliki dorongan yang begitu kuat untuk bergabung dengannya di sana dan merasakan tubuhnya yang lembut di dalam pelukan. Tapi Arthur tahu lebih baik bahwa dia tidak hanya akan berhenti di sana, dan dia juga memiliki urusan mendadak yang harus dia selesaikan sesegera mungkin.Namun Arthur sengaja pulang lebih dulu, hanya untuk sekadar melihat wajah istrinya.Dia duduk di pinggir ranjang, mengusap rambut Helenina yang tersebar di atas bantal dan seprai berwarna putih, bagai jilatan api yang tampak begitu cantik. Tangan Arthur kemudian teralih pada wajah yang terlihat pulas dan damai itu.Dahi Arthur mengernyit saat kembali memikirkan ucapan Helenina di mobil tadi. Bibirnya lalu menyunggingkan senyum.“Kamu meng
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 74 – CrimsonSesaat setelah mobil berhenti di depan teras mansion Rutherford yang sudah tua tapi masih tampak megah dan kokoh itu, Arthur keluar dari mobil dan menarik Helenina bersamanya. Dia mengabaikan Emma dan juga beberapa pelayan yang tidak sengaja berpapasan dan menunduk pada mereka.“A-Arthur, pelan-pelan!” lirih Helenina dengan wajah memerah padam. Tapi Arthur seolah tidak mendengarkan. Saat sampai di dekat tangga, tubuh Helenina tiba-tiba saja diangkat dan sudah berada di dalam gendongan pria itu.Helenina memekik, menoleh dengan panik ke arah seorang pelayan—Aria—yang baru saja berpapasan dengannya. Namun gadis pelayan Helenina itu tengah menunduk dan begitu pun juga dengan yang lain.Tapi bukan berarti mereka tidak tahu!“Arthur! Aku bisa jalan sendiri,” pinta Helenina lagi dengan suara panik sekaligus menahan malu.Arthur menaiki dua gundakan anak tangga sekaligus. Tidak memberikan respon apa pun pada rontaan yang Helenina berikan. Dan
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 73 – What If“Arthur, terima kasih sudah membicarakan hal ini dengan Henry,” kata Helenina. Dia dan Arthur sekarang tengah berada di dalam mobil yang melaju menuju rumah. Helenina duduk di samping Arthur. Lengan pria itu melingkari pinggangnya sementara tatapan Arthur tertuju ke arah ponsel.“Hm,” jawab Arthur singkat.Helenina mendongak menatap wajah serius suaminya itu. Apa pun yang sedang Arthur lihat di ponselnya, pasti tidak jauh-jauh dari hal-hal yang menyangkut pekerjaannya. Alis Arthur tampak sedikit mengerut, tulang pipinya lebih menonjol karena rahangnya yang tegang. Helenina menduga bahwa Arthur pasti habis bercukur, kulit wajahnya tampak mulus. Dan hal tersebut membuat Helenina ingin menyapukan tangannya ke sana dan mengecupnya.Tapi tentu saja Helenina tidak melakukannya karena perasaan malu lebih dulu membuatnya mengalihkan pandang. Dia menatap ke luar, melihat berbagai objek seperti bangunan tinggi, toko-toko, kendaraan lain, lampu ja