Berdua di ruangan tersebut membuat Helenina menyadari akan seberapa jauh dirinya dengan Rosaline. Mereka adalah kakak beradik, tapi nyaris tidak saling mengenal terhadap satu sama lain. Dia duduk dengan kaku di hadapan Rosaline, sementara Rosaline menjadi dirinya yang selalu tampak tenang dan elegan. Kudapan manis juga teh tersaji di atas meja. Rosaline kemudian bergerak untuk menuangkan teh ke cangkirnya juga cangkir Helenina.“Terima kasih,” kata Helenina saat menerima teh tersebut.“Sama-sama,” sahut Rosaline. Dia menyesap tehnya, kemudian meletakkannya lagi bersama tatakannya di meja dan menatap ke arah Helenina.Sementara Helenina masih menunduk menatap ke arah permukaan tehnya sendiri yang belum dia minum.“Nina,” panggil Rosaline.Helenina langsung mendongak. “Y-ya?” jawabnya.“Bagaimana kabarmu?”“Baik. Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?”Rosaline sama sekali tidak tersenyum padanya, namun Helenina tahu bahwa adiknya itu tengah merasa santai, tidak setegang sebelumnya saa
Benar kata Henry, bahwa Helenina tidak bisa membiarkan Arthur melihatnya dalam keadaan kacau seperti ini. Dia belum berhasil menenangkan dirinya sendiri atau bahkan sekadar mencuci muka agar Arthur tidak menyadari air matanya. Namun sekarang pria itu sudah ada di depan kamarnya? Helenina langsung bangkit dari ranjang dan melangkah bolak-balik dengan panik saat suara ketukan itu kembali terdengar. “Nina, aku tahu kau di dalam. Aku akan masuk sekarang,” suara bariton Arthur yang dalam itu teredam oleh tembok, kemudian pintu perlahan didorong terbuka dari luar. Dan tepat sebelum Arthur melangkahkan kakinya masuk, Helenina berbalik dengan tubuh membeku kaku. Keheningan langsung terjadi. Helenina tidak tahu apa yang Arthur lakukan di belakangnya, jadi dengan penasaran dia mengintip ke balik bahunya. Arthur sedang menatap ke sekitar, lalu matanya bertemu dengan Helenina, sebentar sebelum Helenina kembali mengalihkan pandang. “A-Ada apa?” kata Helenina terbata, dia berusaha agar suaranya
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 36 – Finger Helenina mengangkat pandangannya, memberikan Arthur tatapan memohon. “Apa yang kau inginkan?” tanya Arthur, tersenyum tipis penuh arti. “....” Helenina terhenyak, karena tidak mungkin dia bisa menjawab. “Aku tidak akan tahu kalau kau tidak memberitahuku, Nina.” Dengan wajah memerah padam, Nina pun memberanikan diri mengucapkannya. “Ci-cium.” “Hm? Apa?” “Cium.” Helenina menghindari tatapan Arthur dan mengucapkannya dengan suara yang lebih pelan. Senyum di bibir Arthur melebar menjadi sebuah seringaian. “Kau bilang cium? Bagian mana yang kau ingin aku cium, Nina?” Ya ampun, Helenina mulai merasa kepalanya berkunang-kunang. Bagaimana dia bisa menjawab? Tidak bisakah Arthur melakukannya langsung tanpa harus bertanya-tanya terlebih dahulu seperti pada malam itu? Arthur menangkup wajah Helenina, menghapus air matanya. “Ekspresi ini ...,” dia menggumam, “kau paham bahwa dengan menatapku dengan air mata memelas seperti ini hanya akan m
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 37 – New GameBerbaring di ranjang yang sempit ini bersama pria dengan tubuh besar dan tinggi seperti Arthur ternyata tidak terlalu buruk, tapi juga tidak akan terasa nyaman dalam waktu yang lama. Helenina merasa seolah dirinya meleleh seperti krim keju setelah apa yang Arthur lakukan padanya tadi, sehingga kalau memang ada ketidaknyamanan, dia tidak akan sadar. Yang hanya ingin Helenina lakukan sekarang adalah berbaring di dalam pelukan Arthur dan tertidur. Tapi jauh di dalam benaknya, Helenina tahu bahwa dia tidak bisa melakukan hal tersebut.Helenina perlu diingatkan di mana dirinya berada sekarang.Ah ya, di rumah keluarganya, setelah menghadiri acara makan malam yang begitu canggung.Dan kemudian di sinilah Helenina sekarang, di kamarnya, di atas ranjang yang sempit, di dekapan erat suaminya dan dalam kondisi puas secara batin. Wajah Helenina memerah saat menyadari apa yang telah mereka lakukan tadi. Bagaimana dirinya bergetar di dalam peluka
Arthur berdiri di depan sebuah reruntuhan bangunan yang telah menghitam di mana-mana diakibatkan oleh asap api yang melahapnya beberapa tahun silam. Tempat ini tersembunyi di antara pepohonan yang dedaunannya telah rontok oleh musim. Dengan suasana yang gelap dan mencekam, tidak ada orang yang akan datang ke sini tanpa tujuan tertentu. Dan Arthur salah satunya. Dia tidak punya tujuan ataupun alasan kenapa dia mengunjungi tempat yang baginya sudah menjadi rongsokan ini.Apakah karena kenangan yang tersisa di sana? Arthur benci untuk mengakuinya, tapi mungkin saja.Dia mendapati dirinya berada dalam penerbangan selama dua jam menuju Italia, bahkan tanpa memberi tahu istrinya atau berpikir untuk melakukan itu. Pikiran Arthur menjadi kacau setelah dia mendengar bahwa John Delmon, ayahnya, telah dibebaskan dari penjara. Apa yang mungkin dirasakan seorang anak kepada ayah yang sudah lama tidak dia temui? Kerinduan? Tidak bagi Arthur. Yang dia rasakan dalam dadanya kini hanya segumpalan keb
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 39 – Slowly“Nina, aku janji akan melakukannya dengan lembut kali ini.”Helenina mengangguk, memercayai ucapan Arthur dengan sangat mudah seolah seperti membalikkan telapak tangan. Arthur membuka seluruh pakaian yang Helenina kenakan. Udara dingin berembus mengenai kulitnya, membuat dia sedikit gemetaran. Kemudian Arthur membuka kemejanya sendiri dengan tergesa-gesa dan hanya meninggalkan celana hitam yang sabuknya telah dilonggarkan.Arthur kemudian berbaring di samping Helenina, menyusupkan lengan ke balik punggung Helenina dan membawanya mendekat. Helenina pasrah saja, pada apa pun yang akan Arthur lakukan padanya. Tapi Helenina juga tidak bisa berbohong bahwa perlakuan Arthur saat ini membuat jantungnya berdebar dengan sangat kencang.Setengah dalam diri Helenina merasa takut, setengahnya lagi dipenuhi antisipasi menyenangkan. “Rileks, Nina,” bisik Arthur tepat di dekat telinganya. Napas pria itu berembus dan menerpa kulitnya yang begitu sensit
Malam terasa lebih hangat, dan udara di dalam kamar terasa lebih menenangkan. Musim dingin sepertinya akan segera berakhir, atau ini semata-mata karena aktivitas panas yang baru saja mereka lakukan dan sensasinya masih belum sepenuhnya pudar. Helenina merasa lemas, dia jatuh tertidur tidak lama setelah Arthur berbaring di sampingnya dan menariknya ke dalam pelukan.Sekarang Helenina terbangun, tidak tahu pada pukul berapa, tapi yang pasti di luar sudah terang. Helenina sempat mengira bahwa dia terbangun sehari setelahnya seperti pada saat pertama kali mereka melakukan hubungan ini, tapi kemudian dia menyadari bahwa tubuhnya masih polos tanpa sehelai benang pun, begitu pun juga dengan Arthur.Sepasang lengan yang kokoh memeluk Helenina dengan erat, seolah membuainya untuk kembali tertidur. Tapi pikiran Helenina tidak mengizinkan. Dia kepikiran dengan kejadian sebelumnya. Saat Arthur pulang tadi, Helenina yakin bahwa Arthur sedang marah. Dan tiba-tiba, dia menggoda Helenina untuk melaku
John Delmon, menatap pada sebuah mobil hitam yang melaju menjauhi area hutan. Salju turun dengan perlahan dari langit, membasahi permukaan rumput yang dia pijak. Saat cahaya lampu belakang dari mobil itu sudah tidak lagi dalam pandangan, John menjauhi batang pohon lembab tempatnya bersandar.“Mereka sudah pergi,” ucapnya.Beberapa pria keluar dari balik batang pohon yang lain, jumlahnya ada tujuh. Mereka berwajah sangar, beberapa lahir karenanya dan beberapa lagi karena ditempa kehidupan yang keras. Pakaian mereka lusuh dan bernoda, namun itu tampaknya sama sekali tidak mengganggu mereka. Ketegangan perlahan mengendur saat wajah-wajah itu muncul ke dalam cahaya bulan.John Delmon mendongak ke atas, pada langit malam yang cerah. Setengah wajahnya berparut dan kulitnya mengendur dengan sangat mengerikan, matanya memerah dan berair. Terkadang, luka bakar yang sudah lama ini masih terasa sakit, dan serta merta menimbulkan kembali ingatan tentang kebenciannya.Delapan pria itu pun melangka