TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 37 – New GameBerbaring di ranjang yang sempit ini bersama pria dengan tubuh besar dan tinggi seperti Arthur ternyata tidak terlalu buruk, tapi juga tidak akan terasa nyaman dalam waktu yang lama. Helenina merasa seolah dirinya meleleh seperti krim keju setelah apa yang Arthur lakukan padanya tadi, sehingga kalau memang ada ketidaknyamanan, dia tidak akan sadar. Yang hanya ingin Helenina lakukan sekarang adalah berbaring di dalam pelukan Arthur dan tertidur. Tapi jauh di dalam benaknya, Helenina tahu bahwa dia tidak bisa melakukan hal tersebut.Helenina perlu diingatkan di mana dirinya berada sekarang.Ah ya, di rumah keluarganya, setelah menghadiri acara makan malam yang begitu canggung.Dan kemudian di sinilah Helenina sekarang, di kamarnya, di atas ranjang yang sempit, di dekapan erat suaminya dan dalam kondisi puas secara batin. Wajah Helenina memerah saat menyadari apa yang telah mereka lakukan tadi. Bagaimana dirinya bergetar di dalam peluka
Arthur berdiri di depan sebuah reruntuhan bangunan yang telah menghitam di mana-mana diakibatkan oleh asap api yang melahapnya beberapa tahun silam. Tempat ini tersembunyi di antara pepohonan yang dedaunannya telah rontok oleh musim. Dengan suasana yang gelap dan mencekam, tidak ada orang yang akan datang ke sini tanpa tujuan tertentu. Dan Arthur salah satunya. Dia tidak punya tujuan ataupun alasan kenapa dia mengunjungi tempat yang baginya sudah menjadi rongsokan ini.Apakah karena kenangan yang tersisa di sana? Arthur benci untuk mengakuinya, tapi mungkin saja.Dia mendapati dirinya berada dalam penerbangan selama dua jam menuju Italia, bahkan tanpa memberi tahu istrinya atau berpikir untuk melakukan itu. Pikiran Arthur menjadi kacau setelah dia mendengar bahwa John Delmon, ayahnya, telah dibebaskan dari penjara. Apa yang mungkin dirasakan seorang anak kepada ayah yang sudah lama tidak dia temui? Kerinduan? Tidak bagi Arthur. Yang dia rasakan dalam dadanya kini hanya segumpalan keb
TAMING THE DEVILISH HUSBAND chapter 39 – Slowly“Nina, aku janji akan melakukannya dengan lembut kali ini.”Helenina mengangguk, memercayai ucapan Arthur dengan sangat mudah seolah seperti membalikkan telapak tangan. Arthur membuka seluruh pakaian yang Helenina kenakan. Udara dingin berembus mengenai kulitnya, membuat dia sedikit gemetaran. Kemudian Arthur membuka kemejanya sendiri dengan tergesa-gesa dan hanya meninggalkan celana hitam yang sabuknya telah dilonggarkan.Arthur kemudian berbaring di samping Helenina, menyusupkan lengan ke balik punggung Helenina dan membawanya mendekat. Helenina pasrah saja, pada apa pun yang akan Arthur lakukan padanya. Tapi Helenina juga tidak bisa berbohong bahwa perlakuan Arthur saat ini membuat jantungnya berdebar dengan sangat kencang.Setengah dalam diri Helenina merasa takut, setengahnya lagi dipenuhi antisipasi menyenangkan. “Rileks, Nina,” bisik Arthur tepat di dekat telinganya. Napas pria itu berembus dan menerpa kulitnya yang begitu sensit
Malam terasa lebih hangat, dan udara di dalam kamar terasa lebih menenangkan. Musim dingin sepertinya akan segera berakhir, atau ini semata-mata karena aktivitas panas yang baru saja mereka lakukan dan sensasinya masih belum sepenuhnya pudar. Helenina merasa lemas, dia jatuh tertidur tidak lama setelah Arthur berbaring di sampingnya dan menariknya ke dalam pelukan.Sekarang Helenina terbangun, tidak tahu pada pukul berapa, tapi yang pasti di luar sudah terang. Helenina sempat mengira bahwa dia terbangun sehari setelahnya seperti pada saat pertama kali mereka melakukan hubungan ini, tapi kemudian dia menyadari bahwa tubuhnya masih polos tanpa sehelai benang pun, begitu pun juga dengan Arthur.Sepasang lengan yang kokoh memeluk Helenina dengan erat, seolah membuainya untuk kembali tertidur. Tapi pikiran Helenina tidak mengizinkan. Dia kepikiran dengan kejadian sebelumnya. Saat Arthur pulang tadi, Helenina yakin bahwa Arthur sedang marah. Dan tiba-tiba, dia menggoda Helenina untuk melaku
John Delmon, menatap pada sebuah mobil hitam yang melaju menjauhi area hutan. Salju turun dengan perlahan dari langit, membasahi permukaan rumput yang dia pijak. Saat cahaya lampu belakang dari mobil itu sudah tidak lagi dalam pandangan, John menjauhi batang pohon lembab tempatnya bersandar.“Mereka sudah pergi,” ucapnya.Beberapa pria keluar dari balik batang pohon yang lain, jumlahnya ada tujuh. Mereka berwajah sangar, beberapa lahir karenanya dan beberapa lagi karena ditempa kehidupan yang keras. Pakaian mereka lusuh dan bernoda, namun itu tampaknya sama sekali tidak mengganggu mereka. Ketegangan perlahan mengendur saat wajah-wajah itu muncul ke dalam cahaya bulan.John Delmon mendongak ke atas, pada langit malam yang cerah. Setengah wajahnya berparut dan kulitnya mengendur dengan sangat mengerikan, matanya memerah dan berair. Terkadang, luka bakar yang sudah lama ini masih terasa sakit, dan serta merta menimbulkan kembali ingatan tentang kebenciannya.Delapan pria itu pun melangka
“Ke-kenapa kau melakukan ini? Ini ... ini hanya tatapan! Orang lain ....”“Kenapa dengan orang lain?”“Banyak orang yang menatapmu.”“Ya, tapi tidak ada yang bisa melihatku sebaik dirimu, Nina.”“...!”“Dua menit. Lihat aku! Hanya dua menit saja. Setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi.”Helenina merasa begitu buruk dan marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan hal sesepele ini. Apakah dia adalah istri yang durhaka? Arthur pastinya berpikir demikian. Banyak orang yang merasa tersinggung saat lawan bicaranya tidak membalas tatapannya. Sejak awal Arthur sudah mempertegas bahwa dia adalah salah satu dari banyak orang itu.Namun Helenina tidak tahan. Dia takut Arthur bisa melihat ke dalam jiwanya, bisa menebak apa yang dia pikirkan, bisa menemui sosok Helenina Baron yang begitu menyedihkan.Kata orang, mata adalah jendela kejujuran. Dan saat lidah sangat pandai berkelit, mata tidak bisa berbohong.“Kita tidak akan bertemu dalam dua minggu ke depan,” kata Arthur tiba-tiba
Helenina terbangun dari tidurnya karena suara getaran yang terdengar begitu mengganggu. Dia melihat cahaya berpendar di atas nakas, berasal dari ponselnya. Helenina pun mengambil benda itu, dahinya mengernyit saat membaca nama pemanggil yang tertera di sana.‘Husband’Pernahkah Helenina memasukkan nomor Arthur ke ponselnya dan menamainya seperti itu? Helenina tidak ingat. Tapi tanpa berpikir lebih panjang dia langsung mengangkat panggilan itu. Dia mengucek matanya yang terasa berat oleh kantuk dan menggumamkan sebuah halo.“Nina, Manisku. Maaf membangunkanmu.” Terdengar suara berat Arthur dari seberang telepon.Manisku? Helenina mengerjapkan mata saat mendengar sebuah panggilan asing itu. Arthur tidak pernah memanggilnya seperti itu sebelumnya. Kecuali saat mereka ... bercinta.Ataukah ini bukan suaminya dan hanya orang iseng?Helenina melihat sekali lagi ke layar ponselnya dan suara Arthur kembali terdengar.“Nina, apa yang sedang kau lakukan sekarang?”Sekarang? Nina bingung harus m
Arthur telah pergi selama dua minggu. Dua minggu yang dipenuhi obrolan malam dan cerita sebelum tidur bagi Helenina. Ya, Arthur selalu meneleponnya dan memintanya membaca sesuatu; sebuah dongeng sebelum tidur yang sebelumnya pria itu pandang kekanakkan. Tapi di sisi lain, Arthur selalu memastikan bahwa Helenina tidur tidak terlalu malam. Dan Helenina menikmati momen-momen itu dengan sangat baik, bahkan terkadang dia begitu menantikannya.Hari yang dia lewati juga tidak seberat yang dia pikirkan. Sesi belajarnya terasa menyenangkan dengan seorang tutor yang baik dan kompeten juga sangat penyabar sampai Helenina sendiri merasa tidak enak hati ketika dia belum mengerti dan meminta untuk dijelaskan dua kali.Saat ini, dia dengan sang tutor sedang berada di perpustakaan. Simon Lowell namanya, pria itu sebelumnya adalah seorang kepala pelayan. Dia dan keluarganya telah mengabdi di rumah keluarga bangsawan selama puluhan tahun, tapi Simon memutuskan untuk berhenti setelah cedera yang dia ala