Byur!
Kenzo perlahan membuka matanya setelah seloyang air dengan sengaja disiram ke wajahnya. Air itu mengucur dari kepala dan wajah Kenzo bersamaan dengan sisa-sisa darah dari kepalanya.
Dengan pandangan yang masih agak buram, Kenzo melihat ke sekelilingnya dan mendapati tangannya sudah dalam kondisi terikat pada dua buah tiang besi yang berdiri kokoh di kanan dan kirinya.
Di depan Kenzo, tampak ada beberapa pria tengah berdiri sambil tersenyum sinis. Salah satu di antara mereka adalah paman Kenzo sendiri yang tampaknya adalah orang yang paling terlihat bahagia.
“Selamat pagi, keponakan tersayangku,” ucap paman Kenzo sambil tersenyum dan melipat kedua tangannya di depan dada.
Akhirnya penglihatan Kenzo kembali normal sehingga dia bisa dengan jelas melihat tampang menyebalkan pamannya.
“Kuat juga kamu, ya.
Siang itu pukul dua, Elvano turun dari mobil merah mengkilatnya. Tentu saja seperti biasa, mobil itu dikendarai oleh ibunya. Elvano yang masih mengenakan seragam putih abu-abu itu tampak terburu-buru. Dia melihat ke sekelilingnya. Tak ada garis polisi lagi di sana. Itu artinya, untuk saat ini masalahnya sudah selesai.“Sayang,” panggil Elvano dari dalam mobil sambil mengeluarkan kepalanya melalui jendela untuk melihat Elvano yang sudah berada di luar mobil.“Iya, Mi?” balas Elvano.“Mami mau langsung pulang, ya. Bentar lagi Mami mau arisan sama temen-temen Mami. Nanti kamu telepon aja Mami kalo udah selesai urusannya sama Vindreya, biar Mami jemput.”“Yah, Mami. Aku malu kalo sendirian di rumahnya Vindreya tanpa Mami.”“Ya, ampun. Kenapa harus malu sih, Sayang? Yang di dalam itu calon keluarga kam
Elvano tersenyum hangat lalu meletakkan tangan kanannya di atas punggung tangan kiri Vindreya. “Vin, kenapa lo harus pikirin itu? Yang penting ‘kan lo nggak berniat untuk main di belakang Kenzo. Vindreya, mulai detik ini gue adalah sahabat lo dan harusnya bukan pemandangan yang aneh kalo gue deket sama lo, ‘kan?”Alis Vindreya merapat dan dia langsung menarik tangan kirinya hingga tidak lagi dipegang oleh Elvano. “Tapi sahabat gue itu Hansa, bukan lo.”Elvano tertawa kecil. “Emangnya satu manusia hanya boleh punya satu sahabat?”“Ya, enggak, sih. Tapi ‘kan ….”“Ssstt.” Elvano tiba-tiba meletakkan telunjuk kanannya di bibir Vindreya dan itu spontan membuat Vindreya terdiam. “Pokoknya kita sahabatan. Yuk, nonton!”Elvano bangkit dari sofa lalu menarik tangan Vind
“Kenapa sih suka banget meluk, hah?” tanya Kenzo yang masih menempelkan telapak tangannya di dahi Vindreya.“Ih, gue kangen!” Vindreya juga masih terus berusaha untuk memeluk Kenzo.“Iya, tau. Tapi kenapa harus meluk? Sini, gue cium aja.” Kenzo menyingkirkan tangannya dari dahi Vindreya lalu mendekati gadis itu hingga membuat wajah mereka hanya berjarak sekian senti.Mata Vindreya membulat sempurna, sedangkan di sisi lain Kenzo membiarkan wajah mereka terpisah hanya dalam jarak sekitar dua senti, tetapi laki-laki itu tak kunjung mencium Vindreya.Kenzo tersenyum semakin lebar dan itu membuat wajahnya semakin indah untuk terus dipandang. “Nggak-nggak. Belum waktunya untuk meluk-meluk apalagi sampe ciuman.”“Eh?” Vindreya bingung dan sedikit kaget, juga kecewa. Padahal dia sudah begitu menanti
“Huwa! Aku setuju, Pa!” teriak Vindreya dengan semangat, “Ini demi kebaikan Kenzo plus demi kebaikan hubungan kami. Hihihi.”Kenzo menatap sinis pada Vindreya. Ingin sekali rasanya tangan kanannya memukul dahi Vindreya seperti yang biasa dia lakukan karena kesal, tetapi dia terpaksa menahannya karena ada Gavin dan Freya di sana. Mungkin pria dan wanita yang sudah berusia matang itu tidak akan suka melihat anak mereka diperlakukan seperti itu.“Gimana, Kenzo? Kamu mau ‘kan terima tawaran Om?” tanya Gavin.“Ya, maulah, Pa!” Ah, Vindreya lagi-lagi berulah dan membuat Kenzo semakin kesal. “Ngapain juga Kenzo harus nolak? Mending sekarang Papa langsung hubungi aja pemilik kostnya dan suruh dia untuk nyiapin satu kamar istimewa untuk calon menantu Papa yang tamvan ini.”“Idih.” Kenzo menatap sinis melihat
“Hah?” Alis Kenzo merapat semakin hebat hingga membuatnya hampir bertaut. Bukannya mendapat jawaban pasti yang akan membuatnya lega, Vindreya justru membuat laki-laki itu merasa semakin bingung atas jawaban yang tadi dia berikan.Mata Vindreya tiba-tiba berkaca-kaca dan gadis itu langsung memeluk Kenzo dengan erat. “Gue benci perubahan, Ken. Gue udah bahagia sekarang dan nggak pingin ada yang berubah.”Kenzo melihat bingung pada pucuk kepala Vindreya. “Perubahan apa yang lo maksud?”Vindreya menggelengkan kepalanya berkali-kali. Dia terus menyembunyikan wajahnya di depan dada Kenzo dan membuat seragam laki-laki itu basah karena air mata.“Gue nggak tau. Gue nggak ngerti dan gue benci ini. Gue takut nggak akan bisa lewatin ini semua nantinya, Ken,” kata Vindreya.Kenzo menepuk-nepuk pelan pucuk kepala Vi
Siang itu di jam istirahat, Kenzo baru saja kembali dari toilet dan sekarang tengah berjalan di koridor untuk menuju kelasnya. Sesampainya di kelas, lagi-lagi dia mendapati Elvano sedang mendekati Vindreya. Kenzo menghela napas panjang lalu mempercepat langkahnya menuju meja di pojok kanan depan itu.Buk!Kenzo memukul meja Elvano hingga membuat si pangeran putih itu tersentak kaget. Dia mengusap-usap dadanya lalu menatap kesal pada Kenzo yang sedang berdiri di sebelahnya.“Apaan lagi?” kesal Elvano.“Awas. Gue mau ngomong sama pacar gue,” kata Kenzo.“Semua orang juga udah tau kalo Vindreya itu pacar lo. Sebut aja namanya.”Kenzo memalingkan wajahnya dengan ketus dari Elvano lalu berbalik melihat pada Vindreya. “Vin, keluar, yuk. Gue mau ngomong.”&
Hansa akhirnya mengangkat wajahnya. Dia melihat pada layar sisa waktu dan papan skor, memang benar yang dikatakan oleh Vindreya tadi.“Argh! Jangan sampe kalah …!” teriak Rega di tengah lapangan. Ya, akan sangat memalukan memang jika Rega dan timnya kalah karena mereka adalah tuan rumah dan telah dikenal sebagai salah satu tim basket yang sulit untuk dikalahkan.Melihat pemandangan di depannya itu membuat Hansa menjadi ikut tegang dan geregetan. Tiba-tiba, gadis itu berdiri. “Rega!”Entah mengapa suasana mendadak sunyi bagi Rega begitu dia mendengar untuk pertama kalinya Hansa meneriaki namanya sekencang itu. Laki-laki itu berhenti berlari dan melihat pada Hansa dengan tampang terkejut.Hansa menarik napasnya dalam-dalam. “Rega! Semangat! Pokoknya lo harus menang! Gue nggak mau tau pokoknya lo harus menang, Ga!”
Bukan hal yang aneh jika orang Indonesia dengan sengaja tidak menutup pintu rumah atau tempat tinggalnya ketika sang pemilik sedang berada di sana. Itu juga yang sedang dilakukan Kenzo sekarang. Dia membiarkan pintu kostnya terbuka, sementara dia sedang duduk di dalamnya sambil mengerjakan beberapa tugas sekolahnya.“Wah, ketemu,” ucap seseorang yang tiba-tiba masuk ke kost Kenzo.Kenzo mendongakkan kepalanya dan melihat dengan tatapan tanpa ekspresi pada orang yang sekarang tengah berdiri di depannya.Ceklek.Orang itu menutup pintu tanpa meminta izin terlebih dulu pada Kenzo yang jelas-jelas adalah si pemilik kamar.“Nggak susah ternyata nyari tau di mana tempat tinggal baru kamu,” kata orang itu lagi.Kenzo menghela napas sedikit lalu kembali mengerjakan tugasnya. “Aku emang nggak berniat se
Sekitar lima menit kemudian akhirnya pengucapan janji suci pernikahan selesai. Kini tiba saatnya pemasangan cincin. Kenzo sedikit mengarahkan badannya ke kiri untuk mengambil cincin yang sejak tadi berada di atas meja di dekatnya dengan peti kecil nan indah sebagai bantalannya.Begitu cincin telah dia pegang, Kenzo kemudian kembali meluruskan posisi badannya menghadap Vindreya lalu memakaikan cincin itu di jari manis Vindreya. Sekarang giliran Vindreya yang mengambil cincin kemudian memakaikannya di jari manis Kenzo.“Sekarang, masing-masing mempelai silakan ucapkan sesuatu yang selama ini begitu ingin diungkapkan pada pasangannya,” ucap penghulu.“Vindreya Sanjaya,” ucap Kenzo sambil menatap dalam pada Vindreya. “Terima kasih karena sudah sangat membantuku untuk berada di jalan yang benar dan meninggalkan dunia kelam dan kejam itu. Terima kasih karena sudah mengajarkanku m
“Heh!” Freya dan Vindreya kompak sambil menatap tajam pada Gavin.“Eh, maaf. Salah ngomong saking bahagianya.”Vindreya mendengus kesal lalu mererat rangkulan tangannya di lengan Kenzo. Entah kenapa semakin banyak orang yang mengagumi Kenzo sekarang dan ini membuat Vindreya merasa posisinya sebagai calon istri Kenzo terancam.“Selamat datang, Kenzo. Tante seneng banget akhirnya bisa liat kamu lagi,” kata Freya dengan mata berkaca-kaca.Kenzo tersenyum hangat lalu mengangguk. “Iya, Om, Tante. Aku juga seneng banget bisa kembali ke sini. Makasih karena udah bersabar nunggu aku dan percaya bahwa aku akan kembali.”“Aaa, Kak Kenzo!” Rega tiba-tiba keluar dari barisan, berlari menuju teras dan memeluk Kenzo. “Astaga. Betapa kangennya aku sama salah satu makcomblang aku yang udah bantu aku n
Mata Freya seketika membulat. “Ke—Kenzo bakal datang? Vindreya bener-bener nemuin dia?” Freya diam sejenak dengan pikiran kosong sebelum akhirnya berteriak seperti orang gila. “Yuhuuu! Hei-hei! Calon menantu aku udah mau datang!”Butik seketika heboh karena teriakan Freya, juga para karyawannya yang langsung meninggalkan pekerjaan mereka dan berlari kecil menghampiri Freya. Wajar saja. Selama ini Freya memang selalu menceritakan tentang Kenzo kepada karyawannya, termasuk mengenai hilangnya Kenzo selama empat tahun ini.“Calon menantu yang Ibu maksud itu Kenzo, ‘kan?” tanya salah satu karyawan.Freya mengangguk dengan bersemangat dan senyum lebar.“Wah!” Para karyawannya ikut semringah.“Ssstt. Diem dulu. Aku mau telepon suami aku,” ucap Freya dan membuat seluruh karyawannya langs
Kenzo dan Vindreya berjalan beriringan masuk ke gedung kantor dan langsung menuju ke ruangan ayahnya Medika. Di sepanjang perjalanan, Vindreya begitu risau, takut jika ini semua tidak akan berjalan lancar.Tiba-tiba langkah kaki Vindreya terhenti sembari tangannya menarik lengan kanan Kenzo. Kenzo ikut berhenti dan menatap kekasihnya itu.“Kenapa?” tanya Kenzo.“Aku takut kalo ayahnya Medika nggak izinin kamu pergi. Aku takut kalo dia justru berpikir bahwa aku yang hasut kamu untuk ninggalin Bandung dan kembali ke Jakarta.”Kenzo tersenyum kecil dan paham ketakutan yang tengah dirasakan oleh Vindreya. “Kamu bilang, sekarang aku udah jadi lebih hangat dan lembut, ‘kan? Kemarin kamu juga udah ketemu dan ngobrol banyak sama Medika, ‘kan? Nah, sifat ayahnya Medika juga kurang lebih kayak gitu.”“Kamu
Kenzo menghela napas panjang. “Pantasan waktu itu kamu keliatan kaget dan bingung sama aku yang sekarang.”“Iya, karena kamu udah berubah jauh lebih baik, Ken. Kamu udah ada di titik terbaik dalam hidup kamu sekarang. Lupain aja masa lalu kamu. Kamu udah terlalu menderita selama ini dan ini waktunya kamu menikmati semua hasil perbuatan baik dan pengorbanan yang kamu lakuin di waktu itu.”Kenzo agak lama tak menjawab hingga akhirnya dia mengangguk pasrah dan tersenyum tipis. Tampak jelas dia sedang sangat berusaha untuk berdamai dengan masa lalunya.“Ayo.” Kenzo meraih tangan Vindreya lalu mereka kembali berjalan menuju restoran.…Di restoran, di atas meja Kenzo dan Vindreya sudah tersaji makanan dan minuman yang mereka pesan hampir 10 menit yang lalu. Vindreya tampak sangat menikmati makanannya. Beberapa kali dia
Medika menggeleng pelan. “Aku dan ayah aku udah sama-sama nyaman dengan hadirnya Leo di dalam keluarga kami. Leo adalah orang yang mampu buat aku nggak frustasi lagi sama hidup aku. Dia sembuhin hati aku dan buat aku ngerasa bahwa cinta pada orang yang tepat itu benar-benar indah. Dia juga berjasa banget dalam membangun dan memajukan perusahaan ayah aku. Dia cepat belajar dan memahami semuanya dengan baik.”Setelah mendengar penjelasan dari Medika, mendadak Vindreya menjadi takut dan khawatir soal kelanjutan hubungannya dengan Kenzo. Jika Medika dan ayahnya sudah sesayang dan senyaman itu dengan Kenzo, lalu bagaimana caranya Vindreya untuk membawa Kenzo kembali ke Jakarta?Medika kembali menegakkan arah pandang wajahnya lalu melihat pada Vindreya yang tampak sedang memikirkan sesuatu dengan tatapan kosong. Medika paham. Sebagai sesama perempuan, Medika tahu apa yang akan menjadi ketakutan Vindreya setelah mendengar semua pe
Vindreya mengambil tasnya yang tergeletak di atas tempat tidurnya lalu berlari kecil keluar rumahnya. Di luar sana, dia melihat Kenzo berdiri di depan mobil sambil tersenyum menatapnya. Vindreya ikut tersenyum lalu mengunci pintu rumahnya kemudian bergegas menghampiri Kenzo.“Pagi, Vin,” salam Kenzo.“Pagi, Ken,” balas Vindreya. Perhatiannya lalu teralihkan pada kursi depan di bagian penumpang. Ada seseorang di sana --- Medika.Kenzo ikut menoleh ke belakang, ke arah Medika. Laki-laki itu tersenyum setelah paham apa yang sedang dipikirkan oleh Vindreya.“Aku tinggal serumah bareng Medika. Itu sebabnya kami pulang-pergi kantor bareng,” kata Kenzo.“Eh?” Vindreya kaget. “Terus beberapa hari ini kamu selalu ke rumah aku tiap kali kamu selesai kerja. Itu ….”“Ak
“Dia cantik,” ucap Medika pelan.Vindreya yang bisa tahu bahwa Medika sedang merasa cemburu dengan melihat matanya hanya tersenyum kecil dengan sedikit perasaan tidak enak. “Makasih.”“Kalian mau ngobrol dulu biar lebih mengenal satu sama lain dan jadi akrab?” tanya Kenzo.“Em, mungkin nanti, Leo. Ini aku bawa beberapa berkas yang harus kamu periksa.” Medika menyerahkan beberapa berkas bermap kuning pada Kenzo.Kenzo menerima berkas itu. “Kapan deadlinenya?”“Jam 2 siang ini.”“Eh? Secepat itu?”“Iya. Berkasnya harus dipakai untuk rapat bersama pemimpin dari perusahaan lain hari ini.”Vindreya memegang lengan Kenzo lalu mereka saling bertatapan.“Nggak apa-apa, Ken. Kamu selesaiin aja dulu itu. Jalan-jalannya bisa nanti,” kata Vindreya yang tahu bahwa Kenzo ragu
“Salah satu orang yang nyelamatin aku itu adalah orang yang nabrak aku, Vin. Namanya Medika. Katanya, waktu itu dia lagi ada urusan di Jakarta. Dia bawa mobil dalam kondisi frustasi dan nggak sengaja nabrak aku. Sebagai permintaan maafnya, dia dan ayahnya yang ngerawat aku.”“Mereka ngerawat kamu di Bandung?”“Iya karena mereka emang asal Bandung.”“Ini masih aneh, Ken. Kalo Medika nabrak kamu di Jakarta, kenapa dia malah ngerawat kamu di Bandung? Kenapa dia nggak berusaha untuk nyari kenalan kamu di Jakarta dulu?”Kenzo mengangkat lalu menurunkan bahunya sebagai isyarat jawaban ‘tidak tahu’. “Kamu teliti banget sampe nanya sedalam itu. Intinya waktu itu karena aku juga nggak ingat banyak tentang identitas lengkap aku, jadinya aku ngikut aja pas mereka mutusin untuk bawa aku ke Bandung. Kalo kamu masih pingin banget t