Siang itu pukul dua, Elvano turun dari mobil merah mengkilatnya. Tentu saja seperti biasa, mobil itu dikendarai oleh ibunya. Elvano yang masih mengenakan seragam putih abu-abu itu tampak terburu-buru. Dia melihat ke sekelilingnya. Tak ada garis polisi lagi di sana. Itu artinya, untuk saat ini masalahnya sudah selesai.
“Sayang,” panggil Elvano dari dalam mobil sambil mengeluarkan kepalanya melalui jendela untuk melihat Elvano yang sudah berada di luar mobil.
“Iya, Mi?” balas Elvano.
“Mami mau langsung pulang, ya. Bentar lagi Mami mau arisan sama temen-temen Mami. Nanti kamu telepon aja Mami kalo udah selesai urusannya sama Vindreya, biar Mami jemput.”
“Yah, Mami. Aku malu kalo sendirian di rumahnya Vindreya tanpa Mami.”
“Ya, ampun. Kenapa harus malu sih, Sayang? Yang di dalam itu calon keluarga kam
Elvano tersenyum hangat lalu meletakkan tangan kanannya di atas punggung tangan kiri Vindreya. “Vin, kenapa lo harus pikirin itu? Yang penting ‘kan lo nggak berniat untuk main di belakang Kenzo. Vindreya, mulai detik ini gue adalah sahabat lo dan harusnya bukan pemandangan yang aneh kalo gue deket sama lo, ‘kan?”Alis Vindreya merapat dan dia langsung menarik tangan kirinya hingga tidak lagi dipegang oleh Elvano. “Tapi sahabat gue itu Hansa, bukan lo.”Elvano tertawa kecil. “Emangnya satu manusia hanya boleh punya satu sahabat?”“Ya, enggak, sih. Tapi ‘kan ….”“Ssstt.” Elvano tiba-tiba meletakkan telunjuk kanannya di bibir Vindreya dan itu spontan membuat Vindreya terdiam. “Pokoknya kita sahabatan. Yuk, nonton!”Elvano bangkit dari sofa lalu menarik tangan Vind
“Kenapa sih suka banget meluk, hah?” tanya Kenzo yang masih menempelkan telapak tangannya di dahi Vindreya.“Ih, gue kangen!” Vindreya juga masih terus berusaha untuk memeluk Kenzo.“Iya, tau. Tapi kenapa harus meluk? Sini, gue cium aja.” Kenzo menyingkirkan tangannya dari dahi Vindreya lalu mendekati gadis itu hingga membuat wajah mereka hanya berjarak sekian senti.Mata Vindreya membulat sempurna, sedangkan di sisi lain Kenzo membiarkan wajah mereka terpisah hanya dalam jarak sekitar dua senti, tetapi laki-laki itu tak kunjung mencium Vindreya.Kenzo tersenyum semakin lebar dan itu membuat wajahnya semakin indah untuk terus dipandang. “Nggak-nggak. Belum waktunya untuk meluk-meluk apalagi sampe ciuman.”“Eh?” Vindreya bingung dan sedikit kaget, juga kecewa. Padahal dia sudah begitu menanti
“Huwa! Aku setuju, Pa!” teriak Vindreya dengan semangat, “Ini demi kebaikan Kenzo plus demi kebaikan hubungan kami. Hihihi.”Kenzo menatap sinis pada Vindreya. Ingin sekali rasanya tangan kanannya memukul dahi Vindreya seperti yang biasa dia lakukan karena kesal, tetapi dia terpaksa menahannya karena ada Gavin dan Freya di sana. Mungkin pria dan wanita yang sudah berusia matang itu tidak akan suka melihat anak mereka diperlakukan seperti itu.“Gimana, Kenzo? Kamu mau ‘kan terima tawaran Om?” tanya Gavin.“Ya, maulah, Pa!” Ah, Vindreya lagi-lagi berulah dan membuat Kenzo semakin kesal. “Ngapain juga Kenzo harus nolak? Mending sekarang Papa langsung hubungi aja pemilik kostnya dan suruh dia untuk nyiapin satu kamar istimewa untuk calon menantu Papa yang tamvan ini.”“Idih.” Kenzo menatap sinis melihat
“Hah?” Alis Kenzo merapat semakin hebat hingga membuatnya hampir bertaut. Bukannya mendapat jawaban pasti yang akan membuatnya lega, Vindreya justru membuat laki-laki itu merasa semakin bingung atas jawaban yang tadi dia berikan.Mata Vindreya tiba-tiba berkaca-kaca dan gadis itu langsung memeluk Kenzo dengan erat. “Gue benci perubahan, Ken. Gue udah bahagia sekarang dan nggak pingin ada yang berubah.”Kenzo melihat bingung pada pucuk kepala Vindreya. “Perubahan apa yang lo maksud?”Vindreya menggelengkan kepalanya berkali-kali. Dia terus menyembunyikan wajahnya di depan dada Kenzo dan membuat seragam laki-laki itu basah karena air mata.“Gue nggak tau. Gue nggak ngerti dan gue benci ini. Gue takut nggak akan bisa lewatin ini semua nantinya, Ken,” kata Vindreya.Kenzo menepuk-nepuk pelan pucuk kepala Vi
Siang itu di jam istirahat, Kenzo baru saja kembali dari toilet dan sekarang tengah berjalan di koridor untuk menuju kelasnya. Sesampainya di kelas, lagi-lagi dia mendapati Elvano sedang mendekati Vindreya. Kenzo menghela napas panjang lalu mempercepat langkahnya menuju meja di pojok kanan depan itu.Buk!Kenzo memukul meja Elvano hingga membuat si pangeran putih itu tersentak kaget. Dia mengusap-usap dadanya lalu menatap kesal pada Kenzo yang sedang berdiri di sebelahnya.“Apaan lagi?” kesal Elvano.“Awas. Gue mau ngomong sama pacar gue,” kata Kenzo.“Semua orang juga udah tau kalo Vindreya itu pacar lo. Sebut aja namanya.”Kenzo memalingkan wajahnya dengan ketus dari Elvano lalu berbalik melihat pada Vindreya. “Vin, keluar, yuk. Gue mau ngomong.”&
Hansa akhirnya mengangkat wajahnya. Dia melihat pada layar sisa waktu dan papan skor, memang benar yang dikatakan oleh Vindreya tadi.“Argh! Jangan sampe kalah …!” teriak Rega di tengah lapangan. Ya, akan sangat memalukan memang jika Rega dan timnya kalah karena mereka adalah tuan rumah dan telah dikenal sebagai salah satu tim basket yang sulit untuk dikalahkan.Melihat pemandangan di depannya itu membuat Hansa menjadi ikut tegang dan geregetan. Tiba-tiba, gadis itu berdiri. “Rega!”Entah mengapa suasana mendadak sunyi bagi Rega begitu dia mendengar untuk pertama kalinya Hansa meneriaki namanya sekencang itu. Laki-laki itu berhenti berlari dan melihat pada Hansa dengan tampang terkejut.Hansa menarik napasnya dalam-dalam. “Rega! Semangat! Pokoknya lo harus menang! Gue nggak mau tau pokoknya lo harus menang, Ga!”
Bukan hal yang aneh jika orang Indonesia dengan sengaja tidak menutup pintu rumah atau tempat tinggalnya ketika sang pemilik sedang berada di sana. Itu juga yang sedang dilakukan Kenzo sekarang. Dia membiarkan pintu kostnya terbuka, sementara dia sedang duduk di dalamnya sambil mengerjakan beberapa tugas sekolahnya.“Wah, ketemu,” ucap seseorang yang tiba-tiba masuk ke kost Kenzo.Kenzo mendongakkan kepalanya dan melihat dengan tatapan tanpa ekspresi pada orang yang sekarang tengah berdiri di depannya.Ceklek.Orang itu menutup pintu tanpa meminta izin terlebih dulu pada Kenzo yang jelas-jelas adalah si pemilik kamar.“Nggak susah ternyata nyari tau di mana tempat tinggal baru kamu,” kata orang itu lagi.Kenzo menghela napas sedikit lalu kembali mengerjakan tugasnya. “Aku emang nggak berniat se
“Selama om aku masih berkeliaran, dia bakal lakuin segala cara untuk lenyapin Om, termasuk melibatkan keluarga Om di dalamnya demi dapatin bayaran mahal atas kematian Om nantinya. Sekarang, Vindreya juga ikut jadi sasarannya. Untuk mastiin bahwa Om dan Vindreya aman, aku nggak bisa kalo minta kalian untuk selalu ngurung diri di dalam rumah. Aku sendiri juga sadar bahwa aku nggak selamanya bakal bisa lindungin kalian. Maka dari itu, untuk mengakhiri semua teror pada keluarga Sanjaya, Om harus memenjarakan om aku. Sebagai orang yang menjadi sasaran om aku, Om lah yang paling berhak untuk laporin dan memenjarakan pria jahat itu.”“Nggak, Ken. Kita bisa lakuin cara lain. Ini terlalu berisiko.”“Cara lain apa? Apa aku harus bunuh om aku? Nggak. Aku udah janji sama Vindreya bahwa aku nggak bakal jadi pembunuh lagi. Om, ini adalah satu-satunya cara terbaik untuk menghentikan setiap ancaman pembunuhan pada keluarg