“Selama om aku masih berkeliaran, dia bakal lakuin segala cara untuk lenyapin Om, termasuk melibatkan keluarga Om di dalamnya demi dapatin bayaran mahal atas kematian Om nantinya. Sekarang, Vindreya juga ikut jadi sasarannya. Untuk mastiin bahwa Om dan Vindreya aman, aku nggak bisa kalo minta kalian untuk selalu ngurung diri di dalam rumah. Aku sendiri juga sadar bahwa aku nggak selamanya bakal bisa lindungin kalian. Maka dari itu, untuk mengakhiri semua teror pada keluarga Sanjaya, Om harus memenjarakan om aku. Sebagai orang yang menjadi sasaran om aku, Om lah yang paling berhak untuk laporin dan memenjarakan pria jahat itu.”
“Nggak, Ken. Kita bisa lakuin cara lain. Ini terlalu berisiko.”
“Cara lain apa? Apa aku harus bunuh om aku? Nggak. Aku udah janji sama Vindreya bahwa aku nggak bakal jadi pembunuh lagi. Om, ini adalah satu-satunya cara terbaik untuk menghentikan setiap ancaman pembunuhan pada keluarg
Di kantor polisi, Aldo duduk dengan keadaan tangan masih diborgol. Di depannya duduk seorang polisi dan ada beberapa polisi lainnya yang berdiri di sekitar sana.“Pak, saya nggak salah!” teriak Aldo.“Bawa para saksi ke sini,” titah salah satu polisi.“Siap, Pak!” jawab polisi yang lain dengan tegas lalu pergi.Tak lama kemudian, polisi yang tadi pergi itu kini kembali dengan membawa semua mantan anak buah Aldo yang sebelumnya memberikan kesaksian mengenai semua kejahatan Aldo yang mereka ketahui.“Kamu kenal mereka, ‘kan?” tanya polisi yang duduk di depan Aldo pada Aldo.Aldo terdiam beberapa saat sampai akhirnya dia tertawa frustasi karena sadar bahwa percuma saja jika dia mencoba untuk mengelak sekarang.Aldo menatap enteng pada polisi di de
Freya menghela napas lega lalu masuk ke rumahnya dan mengunci pintunya. Di ruang keluarga, dia menemui Gavin yang sedang duduk anteng di sofa dan menonton TV.“Vin, mereka beneran dateng,” kata Freya yang masih berdiri di sebelah sofa.Gavin berhenti melihat pada TV dan berbalik fokus pada Freya. “Udah aku duga semuanya akan diproses secepat ini. Frey, gimana pun juga, kita harus lindungin Kenzo. Ya, dia memang bersalah atas kematian beberapa orang yang dia bunuh sebelumnya. Tapi, semua kebaikan dan pengorbanan dia selama ini, harusnya dia masih bisa selamat dari jeruji besi itu.”Freya mengangguk paham. “Kita akan sama-sama lindungin dia. Ngomong-ngomong, Kenzo masih ada di sana, ‘kan? Vindreya juga masih belum tau mengenai keberadaan Kenzo sekarang, ‘kan?”Kali ini giliran Gavin yang mengangguk. “Sampai detik ini, semuany
Elvano yang melihat ekspresi murung Vindreya juga tidak berani untuk terlalu banyak bicara dulu dengan gadis itu. Akhirnya, mau tidak mau dia harus rela dulu jika Vindreya masih saja sulit untuk didekati, bahkan di saat tidak ada Kenzo sekalipun.Vindreya menjatuhkan bokongnya di bangku Kenzo dan langsung menatap Hansa dengan raut murungnya. Hansa yang menyadari bahwa Vindreya sedang membutuhkan tempat untuk berkeluh kesah langsung memasukkan bukunya ke kolong meja lalu fokus pada sahabatnya itu.“Lo tau apa yang buat Kenzo sampe dipanggil ke ruang kepala sekolah, Vin?” tanya Hansa.Vindreya hanya menggeleng pelan.“Positive thingking aja, Vin. Mungkin dia udah ngelakuin sesuatu yang membanggakan. Lo ingat ‘kan waktu itu gue juga pernah dipanggil ke ruang kepala sekolah karena memenangkan olimpiade Biologi?”Vindreya han
Di sisi lain, Vindreya adalah satu-satunya siswi di kelas itu yang terlihat tenang. Dia masih betah duduk di sebelah Hansa sambil menatap kosong ke papan tulis, sementara Hansa beberapa kali menoleh pada Vindreya dengan tatapan bingung sambil menutup telinga.“Lho. Itu dia.” Samar-samar terdengar suara salah satu siswa.Lamunan Vindreya langsung buyar ketika dia merasa tangannya digenggam oleh seseorang. Gadis itu mendongakkan kepalanya ke sisi atas kirinya dan mendapati Kenzo sedang berdiri sambil memegang tangannya.“Ayo,” ucap Kenzo sambil menarik tangan Vindreya.Vindreya yang kaget sekaligus bingung menurut saja. Dia bangkit dari bangkunya dan berjalan mengikuti ke mana Kenzo membawanya.Duarrr!“Aaa! Mami! Vano takut!” teriak Elvano yang sejak tadi bersembunyi di bawah meja sambil m
Vindreya terisak. Kepalanya juga tertunduk semakin rendah. “Apa sesulit itu mempertankan kebahagiaan, Ken?”“Nggak tau. Yang gue tau, gue sayang sama lo.”Tanpa bisa melihat wajah Vindreya, Kenzo memegang dagu gadis itu lalu mengangkatnya perlahan hingga membuat wajah cantik Vindreya bisa kembali dilihat oleh Kenzo.Kenzo tersenyum sinis melihat mata sembab Vindreya. “Gue sendiri juga heran. Kenapa semua yang gue lakuin selalu nyiptain air mata lo? Gue jadi ragu. Sebenarnya lo bahagia atau nggak sih sama gue, hah?”“Ih!” Vindreya memukul lengan kiri Kenzo. “Ngapain nanya kayak gitu? Gue bahagia lah!”“Kalo lo bahagia, ya jangan nangis, Vin. Senyum, dong.”Vindreya menggeleng cepat dengan bibir manyunnya dan sesekali terisak.“
Lalu, samar-samar terdengar gemuruh dari langit dan membuat ketiga remaja yang tengah berada di tepi jalan itu kompak mendongak ke atas. Tampak langit kembali menghitam dan udara juga terasa semakin sejuk.“Udah mau hujan! Yuk, langsung masuk ke mobil gue aja!” ajak Elvano lagi.Vindreya melihat pada Kenzo sambil menggenggam erat tangan laki-laki itu. Dia tersenyum untuk meyakinkan Kenzo bahwa untuk hari ini tidak apa-apa jika mereka harus pulang bersama Elvano dulu.“Ayo, Ken,” ajak Vindreya lembut sambil menarik pelan tangan Kenzo.Kenzo menghela napas panjang lalu mengangguk sedikit. Elvano yang melihat itu langsung semringah dengan mata berbinar-binar.“Ayo-ayo!” Elvano bersemangat sambil mulai melangkah menuju mobilnya.…Di dalam mobil Elvano yang tengah
Di luar mobil, si supir menghampiri orang yang tadi ditabraknya. Orang itu sudah tak sadarkan diri dengan darah yang mengucur di pelipisnya.“Bawa ke rumah sakit, Pak! Aduh, gimana sih Bapak bawa mobilnya,” ucap salah satu warga.Si supir dengan sigap mengangkat tubuh korban, sementara salah satu warga membukakan pintu tengah taksi. Di sana, tampak Vindreya masih duduk terpaku karena kaget sekaligus takut.“Dek, keluar atau ke depan dulu. Korbannya mau ditaruh di sini,” suruh salah satu warga.Belum sempat Vindreya melakukan yang diminta oleh warga itu, si supir sudah datang dengan menggendong si korban. Mata Vindreya melotot melihat orang yang berada di sepanjang tangan supir itu.“Dek, ayo turun dulu. Atau Adek mau di situ dan megangin orang ini biar nggak jatuh pas mobil jalan?” tanya si warga.&nbs
Cukup lama tak terdengar balasan dari ibu Elvano. Di ruangan itu, hanya suara tangis Vindreya yang terdengar.“Vindreya, sini, Sayang. Liat Tante.” Akhirnya ibu Elvano mengucapkan sesuatu. Bahkan, dari nada bicaranya tak terkesan ada rasa marah sedikit pun.Vindreya kembali menyeka air matanya. Dia menarik napasnya dengan cukup dalam lalu mengembuskannya perlahan. Dia kemudian bangkit dan kembali berdiri tegap di sebelah ranjang.“Nggak apa-apa, Vin. Jangan terlalu merasa bersalah seperti itu. Siapapun pasti akan ngelakuin hal yang sama kayak yang kamu lakuin dengan minta supir taksi untuk mempercepat laju mobilnya supaya nggak telat. Nggak apa-apa, Sayang. Oke? Tante senang kamu berani mengakui perbuatan yang menurut kamu salah. Tante bangga sama Elvano karena dia benar-benar memilih gadis yang tepat untuk melabuhkan hatinya.”“Maaf, Tante.&rdquo
Sekitar lima menit kemudian akhirnya pengucapan janji suci pernikahan selesai. Kini tiba saatnya pemasangan cincin. Kenzo sedikit mengarahkan badannya ke kiri untuk mengambil cincin yang sejak tadi berada di atas meja di dekatnya dengan peti kecil nan indah sebagai bantalannya.Begitu cincin telah dia pegang, Kenzo kemudian kembali meluruskan posisi badannya menghadap Vindreya lalu memakaikan cincin itu di jari manis Vindreya. Sekarang giliran Vindreya yang mengambil cincin kemudian memakaikannya di jari manis Kenzo.“Sekarang, masing-masing mempelai silakan ucapkan sesuatu yang selama ini begitu ingin diungkapkan pada pasangannya,” ucap penghulu.“Vindreya Sanjaya,” ucap Kenzo sambil menatap dalam pada Vindreya. “Terima kasih karena sudah sangat membantuku untuk berada di jalan yang benar dan meninggalkan dunia kelam dan kejam itu. Terima kasih karena sudah mengajarkanku m
“Heh!” Freya dan Vindreya kompak sambil menatap tajam pada Gavin.“Eh, maaf. Salah ngomong saking bahagianya.”Vindreya mendengus kesal lalu mererat rangkulan tangannya di lengan Kenzo. Entah kenapa semakin banyak orang yang mengagumi Kenzo sekarang dan ini membuat Vindreya merasa posisinya sebagai calon istri Kenzo terancam.“Selamat datang, Kenzo. Tante seneng banget akhirnya bisa liat kamu lagi,” kata Freya dengan mata berkaca-kaca.Kenzo tersenyum hangat lalu mengangguk. “Iya, Om, Tante. Aku juga seneng banget bisa kembali ke sini. Makasih karena udah bersabar nunggu aku dan percaya bahwa aku akan kembali.”“Aaa, Kak Kenzo!” Rega tiba-tiba keluar dari barisan, berlari menuju teras dan memeluk Kenzo. “Astaga. Betapa kangennya aku sama salah satu makcomblang aku yang udah bantu aku n
Mata Freya seketika membulat. “Ke—Kenzo bakal datang? Vindreya bener-bener nemuin dia?” Freya diam sejenak dengan pikiran kosong sebelum akhirnya berteriak seperti orang gila. “Yuhuuu! Hei-hei! Calon menantu aku udah mau datang!”Butik seketika heboh karena teriakan Freya, juga para karyawannya yang langsung meninggalkan pekerjaan mereka dan berlari kecil menghampiri Freya. Wajar saja. Selama ini Freya memang selalu menceritakan tentang Kenzo kepada karyawannya, termasuk mengenai hilangnya Kenzo selama empat tahun ini.“Calon menantu yang Ibu maksud itu Kenzo, ‘kan?” tanya salah satu karyawan.Freya mengangguk dengan bersemangat dan senyum lebar.“Wah!” Para karyawannya ikut semringah.“Ssstt. Diem dulu. Aku mau telepon suami aku,” ucap Freya dan membuat seluruh karyawannya langs
Kenzo dan Vindreya berjalan beriringan masuk ke gedung kantor dan langsung menuju ke ruangan ayahnya Medika. Di sepanjang perjalanan, Vindreya begitu risau, takut jika ini semua tidak akan berjalan lancar.Tiba-tiba langkah kaki Vindreya terhenti sembari tangannya menarik lengan kanan Kenzo. Kenzo ikut berhenti dan menatap kekasihnya itu.“Kenapa?” tanya Kenzo.“Aku takut kalo ayahnya Medika nggak izinin kamu pergi. Aku takut kalo dia justru berpikir bahwa aku yang hasut kamu untuk ninggalin Bandung dan kembali ke Jakarta.”Kenzo tersenyum kecil dan paham ketakutan yang tengah dirasakan oleh Vindreya. “Kamu bilang, sekarang aku udah jadi lebih hangat dan lembut, ‘kan? Kemarin kamu juga udah ketemu dan ngobrol banyak sama Medika, ‘kan? Nah, sifat ayahnya Medika juga kurang lebih kayak gitu.”“Kamu
Kenzo menghela napas panjang. “Pantasan waktu itu kamu keliatan kaget dan bingung sama aku yang sekarang.”“Iya, karena kamu udah berubah jauh lebih baik, Ken. Kamu udah ada di titik terbaik dalam hidup kamu sekarang. Lupain aja masa lalu kamu. Kamu udah terlalu menderita selama ini dan ini waktunya kamu menikmati semua hasil perbuatan baik dan pengorbanan yang kamu lakuin di waktu itu.”Kenzo agak lama tak menjawab hingga akhirnya dia mengangguk pasrah dan tersenyum tipis. Tampak jelas dia sedang sangat berusaha untuk berdamai dengan masa lalunya.“Ayo.” Kenzo meraih tangan Vindreya lalu mereka kembali berjalan menuju restoran.…Di restoran, di atas meja Kenzo dan Vindreya sudah tersaji makanan dan minuman yang mereka pesan hampir 10 menit yang lalu. Vindreya tampak sangat menikmati makanannya. Beberapa kali dia
Medika menggeleng pelan. “Aku dan ayah aku udah sama-sama nyaman dengan hadirnya Leo di dalam keluarga kami. Leo adalah orang yang mampu buat aku nggak frustasi lagi sama hidup aku. Dia sembuhin hati aku dan buat aku ngerasa bahwa cinta pada orang yang tepat itu benar-benar indah. Dia juga berjasa banget dalam membangun dan memajukan perusahaan ayah aku. Dia cepat belajar dan memahami semuanya dengan baik.”Setelah mendengar penjelasan dari Medika, mendadak Vindreya menjadi takut dan khawatir soal kelanjutan hubungannya dengan Kenzo. Jika Medika dan ayahnya sudah sesayang dan senyaman itu dengan Kenzo, lalu bagaimana caranya Vindreya untuk membawa Kenzo kembali ke Jakarta?Medika kembali menegakkan arah pandang wajahnya lalu melihat pada Vindreya yang tampak sedang memikirkan sesuatu dengan tatapan kosong. Medika paham. Sebagai sesama perempuan, Medika tahu apa yang akan menjadi ketakutan Vindreya setelah mendengar semua pe
Vindreya mengambil tasnya yang tergeletak di atas tempat tidurnya lalu berlari kecil keluar rumahnya. Di luar sana, dia melihat Kenzo berdiri di depan mobil sambil tersenyum menatapnya. Vindreya ikut tersenyum lalu mengunci pintu rumahnya kemudian bergegas menghampiri Kenzo.“Pagi, Vin,” salam Kenzo.“Pagi, Ken,” balas Vindreya. Perhatiannya lalu teralihkan pada kursi depan di bagian penumpang. Ada seseorang di sana --- Medika.Kenzo ikut menoleh ke belakang, ke arah Medika. Laki-laki itu tersenyum setelah paham apa yang sedang dipikirkan oleh Vindreya.“Aku tinggal serumah bareng Medika. Itu sebabnya kami pulang-pergi kantor bareng,” kata Kenzo.“Eh?” Vindreya kaget. “Terus beberapa hari ini kamu selalu ke rumah aku tiap kali kamu selesai kerja. Itu ….”“Ak
“Dia cantik,” ucap Medika pelan.Vindreya yang bisa tahu bahwa Medika sedang merasa cemburu dengan melihat matanya hanya tersenyum kecil dengan sedikit perasaan tidak enak. “Makasih.”“Kalian mau ngobrol dulu biar lebih mengenal satu sama lain dan jadi akrab?” tanya Kenzo.“Em, mungkin nanti, Leo. Ini aku bawa beberapa berkas yang harus kamu periksa.” Medika menyerahkan beberapa berkas bermap kuning pada Kenzo.Kenzo menerima berkas itu. “Kapan deadlinenya?”“Jam 2 siang ini.”“Eh? Secepat itu?”“Iya. Berkasnya harus dipakai untuk rapat bersama pemimpin dari perusahaan lain hari ini.”Vindreya memegang lengan Kenzo lalu mereka saling bertatapan.“Nggak apa-apa, Ken. Kamu selesaiin aja dulu itu. Jalan-jalannya bisa nanti,” kata Vindreya yang tahu bahwa Kenzo ragu
“Salah satu orang yang nyelamatin aku itu adalah orang yang nabrak aku, Vin. Namanya Medika. Katanya, waktu itu dia lagi ada urusan di Jakarta. Dia bawa mobil dalam kondisi frustasi dan nggak sengaja nabrak aku. Sebagai permintaan maafnya, dia dan ayahnya yang ngerawat aku.”“Mereka ngerawat kamu di Bandung?”“Iya karena mereka emang asal Bandung.”“Ini masih aneh, Ken. Kalo Medika nabrak kamu di Jakarta, kenapa dia malah ngerawat kamu di Bandung? Kenapa dia nggak berusaha untuk nyari kenalan kamu di Jakarta dulu?”Kenzo mengangkat lalu menurunkan bahunya sebagai isyarat jawaban ‘tidak tahu’. “Kamu teliti banget sampe nanya sedalam itu. Intinya waktu itu karena aku juga nggak ingat banyak tentang identitas lengkap aku, jadinya aku ngikut aja pas mereka mutusin untuk bawa aku ke Bandung. Kalo kamu masih pingin banget t