Freya menghela napas lega lalu masuk ke rumahnya dan mengunci pintunya. Di ruang keluarga, dia menemui Gavin yang sedang duduk anteng di sofa dan menonton TV.
“Vin, mereka beneran dateng,” kata Freya yang masih berdiri di sebelah sofa.
Gavin berhenti melihat pada TV dan berbalik fokus pada Freya. “Udah aku duga semuanya akan diproses secepat ini. Frey, gimana pun juga, kita harus lindungin Kenzo. Ya, dia memang bersalah atas kematian beberapa orang yang dia bunuh sebelumnya. Tapi, semua kebaikan dan pengorbanan dia selama ini, harusnya dia masih bisa selamat dari jeruji besi itu.”
Freya mengangguk paham. “Kita akan sama-sama lindungin dia. Ngomong-ngomong, Kenzo masih ada di sana, ‘kan? Vindreya juga masih belum tau mengenai keberadaan Kenzo sekarang, ‘kan?”
Kali ini giliran Gavin yang mengangguk. “Sampai detik ini, semuany
Elvano yang melihat ekspresi murung Vindreya juga tidak berani untuk terlalu banyak bicara dulu dengan gadis itu. Akhirnya, mau tidak mau dia harus rela dulu jika Vindreya masih saja sulit untuk didekati, bahkan di saat tidak ada Kenzo sekalipun.Vindreya menjatuhkan bokongnya di bangku Kenzo dan langsung menatap Hansa dengan raut murungnya. Hansa yang menyadari bahwa Vindreya sedang membutuhkan tempat untuk berkeluh kesah langsung memasukkan bukunya ke kolong meja lalu fokus pada sahabatnya itu.“Lo tau apa yang buat Kenzo sampe dipanggil ke ruang kepala sekolah, Vin?” tanya Hansa.Vindreya hanya menggeleng pelan.“Positive thingking aja, Vin. Mungkin dia udah ngelakuin sesuatu yang membanggakan. Lo ingat ‘kan waktu itu gue juga pernah dipanggil ke ruang kepala sekolah karena memenangkan olimpiade Biologi?”Vindreya han
Di sisi lain, Vindreya adalah satu-satunya siswi di kelas itu yang terlihat tenang. Dia masih betah duduk di sebelah Hansa sambil menatap kosong ke papan tulis, sementara Hansa beberapa kali menoleh pada Vindreya dengan tatapan bingung sambil menutup telinga.“Lho. Itu dia.” Samar-samar terdengar suara salah satu siswa.Lamunan Vindreya langsung buyar ketika dia merasa tangannya digenggam oleh seseorang. Gadis itu mendongakkan kepalanya ke sisi atas kirinya dan mendapati Kenzo sedang berdiri sambil memegang tangannya.“Ayo,” ucap Kenzo sambil menarik tangan Vindreya.Vindreya yang kaget sekaligus bingung menurut saja. Dia bangkit dari bangkunya dan berjalan mengikuti ke mana Kenzo membawanya.Duarrr!“Aaa! Mami! Vano takut!” teriak Elvano yang sejak tadi bersembunyi di bawah meja sambil m
Vindreya terisak. Kepalanya juga tertunduk semakin rendah. “Apa sesulit itu mempertankan kebahagiaan, Ken?”“Nggak tau. Yang gue tau, gue sayang sama lo.”Tanpa bisa melihat wajah Vindreya, Kenzo memegang dagu gadis itu lalu mengangkatnya perlahan hingga membuat wajah cantik Vindreya bisa kembali dilihat oleh Kenzo.Kenzo tersenyum sinis melihat mata sembab Vindreya. “Gue sendiri juga heran. Kenapa semua yang gue lakuin selalu nyiptain air mata lo? Gue jadi ragu. Sebenarnya lo bahagia atau nggak sih sama gue, hah?”“Ih!” Vindreya memukul lengan kiri Kenzo. “Ngapain nanya kayak gitu? Gue bahagia lah!”“Kalo lo bahagia, ya jangan nangis, Vin. Senyum, dong.”Vindreya menggeleng cepat dengan bibir manyunnya dan sesekali terisak.“
Lalu, samar-samar terdengar gemuruh dari langit dan membuat ketiga remaja yang tengah berada di tepi jalan itu kompak mendongak ke atas. Tampak langit kembali menghitam dan udara juga terasa semakin sejuk.“Udah mau hujan! Yuk, langsung masuk ke mobil gue aja!” ajak Elvano lagi.Vindreya melihat pada Kenzo sambil menggenggam erat tangan laki-laki itu. Dia tersenyum untuk meyakinkan Kenzo bahwa untuk hari ini tidak apa-apa jika mereka harus pulang bersama Elvano dulu.“Ayo, Ken,” ajak Vindreya lembut sambil menarik pelan tangan Kenzo.Kenzo menghela napas panjang lalu mengangguk sedikit. Elvano yang melihat itu langsung semringah dengan mata berbinar-binar.“Ayo-ayo!” Elvano bersemangat sambil mulai melangkah menuju mobilnya.…Di dalam mobil Elvano yang tengah
Di luar mobil, si supir menghampiri orang yang tadi ditabraknya. Orang itu sudah tak sadarkan diri dengan darah yang mengucur di pelipisnya.“Bawa ke rumah sakit, Pak! Aduh, gimana sih Bapak bawa mobilnya,” ucap salah satu warga.Si supir dengan sigap mengangkat tubuh korban, sementara salah satu warga membukakan pintu tengah taksi. Di sana, tampak Vindreya masih duduk terpaku karena kaget sekaligus takut.“Dek, keluar atau ke depan dulu. Korbannya mau ditaruh di sini,” suruh salah satu warga.Belum sempat Vindreya melakukan yang diminta oleh warga itu, si supir sudah datang dengan menggendong si korban. Mata Vindreya melotot melihat orang yang berada di sepanjang tangan supir itu.“Dek, ayo turun dulu. Atau Adek mau di situ dan megangin orang ini biar nggak jatuh pas mobil jalan?” tanya si warga.&nbs
Cukup lama tak terdengar balasan dari ibu Elvano. Di ruangan itu, hanya suara tangis Vindreya yang terdengar.“Vindreya, sini, Sayang. Liat Tante.” Akhirnya ibu Elvano mengucapkan sesuatu. Bahkan, dari nada bicaranya tak terkesan ada rasa marah sedikit pun.Vindreya kembali menyeka air matanya. Dia menarik napasnya dengan cukup dalam lalu mengembuskannya perlahan. Dia kemudian bangkit dan kembali berdiri tegap di sebelah ranjang.“Nggak apa-apa, Vin. Jangan terlalu merasa bersalah seperti itu. Siapapun pasti akan ngelakuin hal yang sama kayak yang kamu lakuin dengan minta supir taksi untuk mempercepat laju mobilnya supaya nggak telat. Nggak apa-apa, Sayang. Oke? Tante senang kamu berani mengakui perbuatan yang menurut kamu salah. Tante bangga sama Elvano karena dia benar-benar memilih gadis yang tepat untuk melabuhkan hatinya.”“Maaf, Tante.&rdquo
Kenzo tersenyum kecil. “Gue di sini. Kenapa lo selalu aja sulit nemuin gue?”“Lo yang selalu ngumpet,” balas Vindreya.Pelan-pelan senyum kecil Kenzo tadi pudar setelah melihat ada sesuatu yang tidak beres dengan wajah Vindreya. “Ada masalah apa? Ada hubungannya sama Elvano?”Vindreya menatap kaget pada Kenzo. Bagaimana Kenzo bisa menebak dengan benar seperti itu? Apa jangan-jangan sebenarnya laki-laki itu juga memiliki kemampuan khusus?“K—kok lo tau ini ada hubungannya sama Elvano?”Kenzo menurunkan tangannya dari pundak Vindreya. “Oh, bener ternyata tentang anak manja itu lagi.”“Lo tau dari mana, Ken?”“Tadi gue lewat di depan rumah lo dan liat lo dianter sama Elvano. Yah, bukannya mau mikir yang negatif. Tapi seinga
“Gue tadi buru-buru dan minta supir taksi untuk cepetin bawa mobilnya. Udah dicepetin, tapi gue masih minta lebih cepet lagi sampe akhirnya … akhirnya maminya Elvano ketabrak. Gue takut kalo harus naik taksi lagi, Ken. Gue takut hal yang sama bakal terulang. Gue emang ceroboh! Gue bego! Cuma karena takut kena marah pembina ekskul dance, gue sampe minta cepet-cepet tanpa mikirin keselamatan orang lain dan diri gue sendiri. Gue udah buat nyawa maminya Elvano dalam bahaya, Ken.”Tangis Vindreya kembali pecah dan kepalanya tertunduk lagi. Punggungnya sampai tampak naik-turun dengan isakan yang terdengar jelas.“Gue takut, Ken,” lanjut Vindreya.Kenzo terdiam menatap pucuk kepala Vindreya yang berada sedikit di bawahnya itu. “Nyokapnya Elvano tau kalo lo ada di dalam taksi yang nabrak dia?”Vindreya mengangguk. “Gue udah akui itu di