Cukup lama tak terdengar balasan dari ibu Elvano. Di ruangan itu, hanya suara tangis Vindreya yang terdengar.
“Vindreya, sini, Sayang. Liat Tante.” Akhirnya ibu Elvano mengucapkan sesuatu. Bahkan, dari nada bicaranya tak terkesan ada rasa marah sedikit pun.
Vindreya kembali menyeka air matanya. Dia menarik napasnya dengan cukup dalam lalu mengembuskannya perlahan. Dia kemudian bangkit dan kembali berdiri tegap di sebelah ranjang.
“Nggak apa-apa, Vin. Jangan terlalu merasa bersalah seperti itu. Siapapun pasti akan ngelakuin hal yang sama kayak yang kamu lakuin dengan minta supir taksi untuk mempercepat laju mobilnya supaya nggak telat. Nggak apa-apa, Sayang. Oke? Tante senang kamu berani mengakui perbuatan yang menurut kamu salah. Tante bangga sama Elvano karena dia benar-benar memilih gadis yang tepat untuk melabuhkan hatinya.”
“Maaf, Tante.&rdquo
Kenzo tersenyum kecil. “Gue di sini. Kenapa lo selalu aja sulit nemuin gue?”“Lo yang selalu ngumpet,” balas Vindreya.Pelan-pelan senyum kecil Kenzo tadi pudar setelah melihat ada sesuatu yang tidak beres dengan wajah Vindreya. “Ada masalah apa? Ada hubungannya sama Elvano?”Vindreya menatap kaget pada Kenzo. Bagaimana Kenzo bisa menebak dengan benar seperti itu? Apa jangan-jangan sebenarnya laki-laki itu juga memiliki kemampuan khusus?“K—kok lo tau ini ada hubungannya sama Elvano?”Kenzo menurunkan tangannya dari pundak Vindreya. “Oh, bener ternyata tentang anak manja itu lagi.”“Lo tau dari mana, Ken?”“Tadi gue lewat di depan rumah lo dan liat lo dianter sama Elvano. Yah, bukannya mau mikir yang negatif. Tapi seinga
“Gue tadi buru-buru dan minta supir taksi untuk cepetin bawa mobilnya. Udah dicepetin, tapi gue masih minta lebih cepet lagi sampe akhirnya … akhirnya maminya Elvano ketabrak. Gue takut kalo harus naik taksi lagi, Ken. Gue takut hal yang sama bakal terulang. Gue emang ceroboh! Gue bego! Cuma karena takut kena marah pembina ekskul dance, gue sampe minta cepet-cepet tanpa mikirin keselamatan orang lain dan diri gue sendiri. Gue udah buat nyawa maminya Elvano dalam bahaya, Ken.”Tangis Vindreya kembali pecah dan kepalanya tertunduk lagi. Punggungnya sampai tampak naik-turun dengan isakan yang terdengar jelas.“Gue takut, Ken,” lanjut Vindreya.Kenzo terdiam menatap pucuk kepala Vindreya yang berada sedikit di bawahnya itu. “Nyokapnya Elvano tau kalo lo ada di dalam taksi yang nabrak dia?”Vindreya mengangguk. “Gue udah akui itu di
Vindreya menarik napas dan sudah membuka mulutnya, bersiap mengucapkan sesuatu, tetapi ibu Elvano lebih dulu melanjutkan kalimatnya.“Iya, Vindreya. Tante tau kamu udah punya pacar. Vano udah cerita semua tentang kamu, termasuk tentang pacar kamu. Tapi Vindreya, kamu percaya pada yang namanya takdir dan jodoh yang telah sejak manusia lahir ke dunia udah ditetapkan oleh Tuhan, ‘kan? Jadi, jangan takut bahwa permintaan Tante ini akan misahin kamu sama pacar kamu. Kalau memang kalian berjodoh, sekuat apapun Tante minta kamu untuk menjadi milik Vano, pada akhirnya kamu tetap akan kembali pada dia yang menjadi takdir kamu. Jadi, nggak ada yang perlu dicemaskan ‘kan, Sayang?”“Aku nggak bisa, Tante.” Akhirnya beberapa tetes air mata Vindreya berjatuhan membasahi bantal.“Tolong Tante, Sayang. Tolong bantu Tante untuk bahagiain Vano dan tolong percayalah pada takdir Tu
Pagi itu Kenzo baru saja tiba di kelasnya. Dia terus melangkah tanpa mempedulikan tiap pasang mata yang memandang aneh ke arahnya. Dengan tatapan datarnya, Kenzo memilih untuk tidak ambil pusing hingga akhirnya dia duduk di bangkunya dan di sampingnya juga sudah ada Hansa yang lebih dulu datang.“Tumben dia sendirian,” bisik salah satu siswi.“Vindreya ke mana, ya?” tanya yang lain.“Apa jangan-jangan mereka berantem?”“Bisa jadi.”Buk!“Aaa!” teriak para siswi yang mejanya tiba-tiba dipukul oleh Dimas yang baru saja datang.“Ahahaha! Kaget, ya? Kasian deh lo. Maaf, ya. Gue sengaja.” Dimas melepas tas di punggungnya dan meletakkan di mejanya yang memang kebetulan berada di dekat meja yang baru saja dia pukul.&nbs
Waktu berjalan dengan sangat lambat. Hari baru kembali hadir dan pagi yang cerah kembali menyapa. Kenzo juga kini telah kembali berdiri di depan gerbang rumah Vindreya. Untunglah kali ini gerbangnya tidak lagi terkunci. Laki-laki itu kemudian membuka gerbang lalu masuk menuju pintu utama.Ting nung!Tak butuh waktu lama, pintu langsung dibuka oleh Freya. Wanita cantik itu tampak senang melihat kedatangan Kenzo.“Eh, Kenzo. Selamat pagi,” ucap Freya dengan ramah.“Pagi, Tante. Vindreyanya ada, Tan?” tanya Kenzo to the point.“Dia di rumahnya Elvano, Ken.”“Dia nggak pulang-pulang? Dia nginap di sana?”Freya tertawa kecil. “Ya, enggak dong, Ken. Tadi malam sekitar jam sembilan kami udah pulang. Tapi tadi pagi-pagi banget, Vindreya udah balik lagi ke ru
“Gue nggak marah sama lo. Gue bingung aja kenapa lo tiba-tiba seolah-olah menghilang tanpa jejak. Oke, gue tau lo ke mana. Gue tau apa yang lo lakuin. Gue tau ini ada hubungannya sama apa yang nyokapnya Elvano minta ke lo malam itu di rumah sakit. Gue tau semuanya tapi tetap aja gue pingin denger langsung dari mulut lo, Vin,” kata Kenzo.Kepala Vindreya semakin tertunduk. “Maaf, Ken. Gue tau gue salah. Gue … gue cuma terlalu takut liat gimana ekspresi lo saat gue ceritain semua itu, dan Elvano juga selalu maksa gue untuk selalu ada di dekatnya.”“Jangan salahin Elvano, Vin. Kalo gue ada di posisinya, mungkin gue juga bakal minta hal yang sama. Nggak peduli jika lo adalah pacar orang lain, tetap aja Elvano butuh lo ada di dekatnya di saat-saat kayak gini. Emangnya siapa yang nggak pingin selalu ada di dekat orang yang kita cintai?” Kenzo mengakhiri perkataannya dengan tawa kecil.
“Ngelukis lagi dong, El. Kalo boleh, lukis wajah gue. Hehehe. Gue bayar, kok. Asalkan, setelah itu lukisannya boleh gue bawa pulang dan pajang di kamar gue. Ingat ya, lukisannya harus indah dan menawan, tapi tetep aja nggak boleh lebih cantik dari gue,” kata salah satu siswi.“Huh! Dasar lo. Banyak banget maunya,” celetuk Dimas.“Ye! Biarin! ‘Kan gue bayar.”Elvano tersenyum kecil. “Iya, nanti gue lukis.”“Yey! Elvano baik, deh. Kalo udah nggak cinta sama Vindreya, langsung dateng ke gue aja, ya. Hehehe.”“Huuu!” sorak para siswa pada siswi tadi.“Ih, apa sih?! Sirik aja lo semua!”Tap tap tap.Samar-samar terdengar langkah kaki hingga akhirnya si pemilik langkah memasuki kelas dan
“Oh, belakang ya!” teriak Kenzo yang ingin memanas-manasi sekaligus menakut-nakuti Elvano. “Liat ke papan tulis sekarang biar gue bisa lebih gampang ngelemparnya.”Elvano lagi-lagi menghentakkan kakinya dengan kesal. “Ih, lo!”Kenzo mengambil kotak pensil Hansa dan siap melemparnya pada Elvano. “Geser bangku lo atau gue lempar sekarang?”“Argh!” kesal Elvano lalu menggeser bangkunya menjauhi Vindreya. “Nih! Udah!”Kenzo tersenyum sinis lalu mengacungkan jempolnya pada Elvano. Elvano mendengus kesal kemudian kembali fokus pada bukunya sambil terus mengumpat tak jelas.Kenzo dan Hansa saling bertatapan lalu melakukan tos tangan sambil tersenyum penuh kemenangan. Ya, tidak ada yang tahu memang bagaimana Tuhan menggariskan takdir untuk kita. Kenzo yang awalnya suka mengata-ngatai Han