Kala itu di jam istirahat pertama, Kenzo dan Vindreya tengah berada di kantin, duduk berhadapan dengan makanan dan minuman yang sudah berada di atas meja yang berada di tengah-tengah mereka.
Mungkin sudah ada 10 menit yang lalu Kenzo dan Vindreya berada di kantin. Namun, Vindreya tak kunjung menyentuh makanan dan minumannya sedikit pun melainkan hanya terus menopang dagunya di atas tangannya yang berdiri di atas meja sambil memperhatikan Kenzo yang sedang menyeruput jeruk hangatnya.
“Cepetan makan,” suruh Kenzo.
“Masih suka liat kamu. Gimana, dong?”
“Ya, nggak tau.”
“Sayang, senyum, dong.”
Alis Kenzo merapat. “Ngapain senyum?”
“Aku suka liat senyum kamu.”
Kenzo menghela napas panjang lalu mendekatkan posisi duduknya dengan Vindreya. “Ngerasa aneh nggak sih pake aku-kamu, hah?”
Vindreya mengg
Karena sebelumnya Hansa mengatakan ingin berbicara empat mata dengan Vindreya, maka untuk kali ini Kenzo tak pulang bersama Vindreya untuk memberikan waktu pada dua sahabat itu agar bisa bebas mengeluarkan keluh kesah mereka masing-masing.Angin berembus tidak terlalu kencang. Matahari siang itu juga cukup terik hingga membuat kulit terasa tersengat oleh panasnya. Sudah lebih dari 15 menit berjalan dengan langkah sangat pelan, tak ada satu pun di antara Vindreya dan Hansa yang membuka percakapan lebih dulu.Hansa menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. “Vin.”Vindreya langsung menoleh. Sejak tadi dia menunggu Hansa memanggilnya. “Iya, Han?”“Gue … gue juga cinta sama … Kenzo.”Vindreya tersentak, tetapi bukan karena kaget mengetahui ternyata sahabatnya itu juga menaruh hati pada Kenzo. Ya, Vin
Malam itu sekitar pukul tujuh, Vindreya duduk di atas sebuh kursi kayu ukir yang ada di teras rumahnya dengan tatapan kosong ke depan, memikirkan bagaimana perasaan Hansa dan permintaan anehnya sepulang sekolah tadi.“Oy, lagi mikirin apa, sih?” tanya seseorang.Vindreya tersadar dari lamunannya lalu menengok ke sisi kirinya. Matanya seketika membulat sempurna dan jantungnya berdegup dengan begitu kencang.“Huwaaa! Hantu!” teriak Vindreya histeris dan langsung beranjak dari kursinya kemudian lari terbirit-birit masuk ke rumahnya.Vindreya terus berlari sambil meneriaki hantu dan menyusuri tiap bagian di rumahnya untuk mencari tempat berlindung yang paling aman, apa lagi jika bukan tempat kerja Gavin.Bug!Vindreya membuka pintu ruang kerja Gavin dengan kuat sampai menghantam tembok yang berada di bel
Setelah kurang lebih satu jam bersama dengan Vindreya di teras rumahnya, walaupun sebagian besar dari waktu itu justru digunakan Vindreya untuk melamun, akhirnya Kenzo pamit pulang. Dia melangkah pelan sambil memikirkan tentang kemungkinan masalah yang ada di antara Vindreya dan Hansa.“Kenzo?” ucap Hansa agak pelan ketika baru saja kembali dari warung dan tanpa sengaja bertemu dengan Kenzo.Langkah Kenzo terhenti. Dia diam menatap Hansa agak lama sampai akhirnya menyadari bahwa ini adalah kesempatan untuknya untuk mencoba memperbaiki situasi sedikit saja.“Dari mana?” tanya Kenzo basa-basi, tidak lupa dengan sikap ketusnya.Hansa tersenyum kecil dan tampak agak malu-malu. “Dari warung.”Kenzo melangkah mendekati Hansa dan itu membuat Hansa terdiam kaku dengan jantung berdegup kencang sambil memikirkan, kira-kira a
Kenzo menghela napas panjang. “Vindreya, pertama, jangan nyebut aku-kamu lagi. Aneh banget tau nggak rasanya. Kedua, udah gue bilang hari ini gue ke rumah sakit untuk persiapan amputasi. Setelah semuanya berhasil sampai akhirnya gue bisa jalan normal lagi, ingetin gue untuk gendong lo lagi.”Vindreya mengangguk dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. “Jangan lama-lama ya di rumah sakit.”Kenzo menepuk-nepuk pucuk kepala Vindreya lagi sambil tersenyum. “Iya, Sayang. Gue pergi sekarang.”Hap!Vindreya tiba-tiba memeluk Kenzo. Kenzo menghela napas panjang sambil melihat ke sekelilingnya. Mereka berada di gerbang sekolah di mana ada banyak siswa yang berdatangan dan parahnya lagi bapak penjaga sekolah malah dengan asyiknya menyandarkan kepalanya di besi gerbang sambil tersenyum gemas memandangi Kenzo dan Vindreya. Ah, malu sekali rasanya Kenzo. Jangan tanya
Di luar kelas, Vindreya sejak tadi mengintip dari balik jendela, berusaha untuk mengetahui apa saja yang dilakukan Rega dan Hansa di dalam kelas.“Vin.” Elvano menepuk pelan pundak Vindreya.Vindreya berhenti mengintip lalu berbalik melihat Elvano. “Iya, El?”“Ke kantin, yuk! Gue traktir.”Vindreya tersenyum kaku. “Ada siapa lagi selain kita berdua?”Elvano menggeleng. “Cuma lo dan gue.”“Em … kayaknya nggak bisa deh kalo berdua aja, El. Lo tau sendiri gue udah punya pacar dan nggak etis rasanya kalo gue berduaan sama cowok lain. Apalagi, Kenzo nggak ada sekarang. Orang-orang pasti mikir gue ada main di belakang Kenzo.”Elvano menggeleng cepat. “Nggak akan ada yang mikir gitu kok, Vin. Tenang aja. Yuk, ke kantin!&
Gavin dan Vindreya berjalan beriringan menyusuri koridor rumah sakit. Beberapa kali Vindreya tampak sibuk menoleh ke kanan dan kiri, berharap akan segera bertemu dengan Kenzo. Ah, dia benar-benar merindukan pangeran hitamnya itu.Setelah lebih dari lima menit menyusuri koridor hingga menaiki lift, akhirnya Gavin dan Vindreya berhenti di depan sebuah ruangan.Vindreya mendongakkan kepalanya ke sebelah kirinya untuk melihat Gavin. “Ini ruangan Kenzo?”“Kamu liat aja nanti,” jawab Gavin.“Ah, Papa.”Ceklek.Gavin memegang gagang pintu lalu membukanya. Dia kemudian masuk ke ruangan dengan nuansa putih dan beraroma obat itu dengan diikuti Vindreya. Di dalam sana, tampak seorang wanita paruh baya tengah duduk bersandar di atas ranjangnya seorang diri.Vindreya melihat Gavin
Vindreya kaget bukan main. “Lho. Kenapa? Ken, bokap gue nggak salah. Foto yang waktu itu lo kasih cuma editan. Temen bokap gue udah bantu buktiin itu.”“Percuma, Vin. Nggak ada gunanya foto itu mau asli atau hasil editan. Om gue tetep pingin lenyapin bokap lo.”“Kenapa?”“Bayarannya gede. Client yang waktu itu minta agar bokap lo dilenyapin, sekarag datang lagi dengan nawarin uang yang lebih gede dan itu buat Om gue tergiur. Itu yang berhasil gue tau pas datang ke rumah tadi dan denger obrolan Om gue sama clientnya di telepon.”Vindreya mendadak khawatir. Wajahnya tampak begitu takut. “Kenapa ada orang yang sekekeuh itu pingin bokap gue mati?”“Biasalah, Vin. Namanya juga persaingan bisnis. Apalagi bokap lo itu pebisnis terkenal. Pastinya punya banyak saingan di mana-mana.”
Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 malam, sementara Vindreya bersama kedua orang tuanya masih belum tidur. Kala itu mereka sedang berdiri di teras untuk melihat beberapa teman Gavin yang memang ahli IT sedang memasang CCTV di seluruh penjuru rumah.Ya, Vindreya pastinya tidak lupa memberitahu Gavin dan Freya tentang rencana jahat paman Kenzo. Inginnya Gavin melaporkan paman Kenzo ke polisi. Namun, rupanya tidak segampang itu untuk mencari tahu mengenai identitas dan bukti kejahatan dari pria keji itu. Tampaknya dia begitu pintar dan hebat dalam menyembunyikan identitas asli dan jejak kejahatannya. Selain itu, jika Gavin membawa kasus ini ke polisi, maka Kenzo juga pasti akan terseret. Jadi, untuk sementara ini, memang hanya dengan memasang CCTV seperti inilah yang bisa keluarga Sanjaya itu lakukan.“Pa, kalo orang-orang suruhan omnya Kenzo datang, apa yang bakal kita lakuin? Memangnya siapa yang mau ngawasin semua CCTV ini s
Sekitar lima menit kemudian akhirnya pengucapan janji suci pernikahan selesai. Kini tiba saatnya pemasangan cincin. Kenzo sedikit mengarahkan badannya ke kiri untuk mengambil cincin yang sejak tadi berada di atas meja di dekatnya dengan peti kecil nan indah sebagai bantalannya.Begitu cincin telah dia pegang, Kenzo kemudian kembali meluruskan posisi badannya menghadap Vindreya lalu memakaikan cincin itu di jari manis Vindreya. Sekarang giliran Vindreya yang mengambil cincin kemudian memakaikannya di jari manis Kenzo.“Sekarang, masing-masing mempelai silakan ucapkan sesuatu yang selama ini begitu ingin diungkapkan pada pasangannya,” ucap penghulu.“Vindreya Sanjaya,” ucap Kenzo sambil menatap dalam pada Vindreya. “Terima kasih karena sudah sangat membantuku untuk berada di jalan yang benar dan meninggalkan dunia kelam dan kejam itu. Terima kasih karena sudah mengajarkanku m
“Heh!” Freya dan Vindreya kompak sambil menatap tajam pada Gavin.“Eh, maaf. Salah ngomong saking bahagianya.”Vindreya mendengus kesal lalu mererat rangkulan tangannya di lengan Kenzo. Entah kenapa semakin banyak orang yang mengagumi Kenzo sekarang dan ini membuat Vindreya merasa posisinya sebagai calon istri Kenzo terancam.“Selamat datang, Kenzo. Tante seneng banget akhirnya bisa liat kamu lagi,” kata Freya dengan mata berkaca-kaca.Kenzo tersenyum hangat lalu mengangguk. “Iya, Om, Tante. Aku juga seneng banget bisa kembali ke sini. Makasih karena udah bersabar nunggu aku dan percaya bahwa aku akan kembali.”“Aaa, Kak Kenzo!” Rega tiba-tiba keluar dari barisan, berlari menuju teras dan memeluk Kenzo. “Astaga. Betapa kangennya aku sama salah satu makcomblang aku yang udah bantu aku n
Mata Freya seketika membulat. “Ke—Kenzo bakal datang? Vindreya bener-bener nemuin dia?” Freya diam sejenak dengan pikiran kosong sebelum akhirnya berteriak seperti orang gila. “Yuhuuu! Hei-hei! Calon menantu aku udah mau datang!”Butik seketika heboh karena teriakan Freya, juga para karyawannya yang langsung meninggalkan pekerjaan mereka dan berlari kecil menghampiri Freya. Wajar saja. Selama ini Freya memang selalu menceritakan tentang Kenzo kepada karyawannya, termasuk mengenai hilangnya Kenzo selama empat tahun ini.“Calon menantu yang Ibu maksud itu Kenzo, ‘kan?” tanya salah satu karyawan.Freya mengangguk dengan bersemangat dan senyum lebar.“Wah!” Para karyawannya ikut semringah.“Ssstt. Diem dulu. Aku mau telepon suami aku,” ucap Freya dan membuat seluruh karyawannya langs
Kenzo dan Vindreya berjalan beriringan masuk ke gedung kantor dan langsung menuju ke ruangan ayahnya Medika. Di sepanjang perjalanan, Vindreya begitu risau, takut jika ini semua tidak akan berjalan lancar.Tiba-tiba langkah kaki Vindreya terhenti sembari tangannya menarik lengan kanan Kenzo. Kenzo ikut berhenti dan menatap kekasihnya itu.“Kenapa?” tanya Kenzo.“Aku takut kalo ayahnya Medika nggak izinin kamu pergi. Aku takut kalo dia justru berpikir bahwa aku yang hasut kamu untuk ninggalin Bandung dan kembali ke Jakarta.”Kenzo tersenyum kecil dan paham ketakutan yang tengah dirasakan oleh Vindreya. “Kamu bilang, sekarang aku udah jadi lebih hangat dan lembut, ‘kan? Kemarin kamu juga udah ketemu dan ngobrol banyak sama Medika, ‘kan? Nah, sifat ayahnya Medika juga kurang lebih kayak gitu.”“Kamu
Kenzo menghela napas panjang. “Pantasan waktu itu kamu keliatan kaget dan bingung sama aku yang sekarang.”“Iya, karena kamu udah berubah jauh lebih baik, Ken. Kamu udah ada di titik terbaik dalam hidup kamu sekarang. Lupain aja masa lalu kamu. Kamu udah terlalu menderita selama ini dan ini waktunya kamu menikmati semua hasil perbuatan baik dan pengorbanan yang kamu lakuin di waktu itu.”Kenzo agak lama tak menjawab hingga akhirnya dia mengangguk pasrah dan tersenyum tipis. Tampak jelas dia sedang sangat berusaha untuk berdamai dengan masa lalunya.“Ayo.” Kenzo meraih tangan Vindreya lalu mereka kembali berjalan menuju restoran.…Di restoran, di atas meja Kenzo dan Vindreya sudah tersaji makanan dan minuman yang mereka pesan hampir 10 menit yang lalu. Vindreya tampak sangat menikmati makanannya. Beberapa kali dia
Medika menggeleng pelan. “Aku dan ayah aku udah sama-sama nyaman dengan hadirnya Leo di dalam keluarga kami. Leo adalah orang yang mampu buat aku nggak frustasi lagi sama hidup aku. Dia sembuhin hati aku dan buat aku ngerasa bahwa cinta pada orang yang tepat itu benar-benar indah. Dia juga berjasa banget dalam membangun dan memajukan perusahaan ayah aku. Dia cepat belajar dan memahami semuanya dengan baik.”Setelah mendengar penjelasan dari Medika, mendadak Vindreya menjadi takut dan khawatir soal kelanjutan hubungannya dengan Kenzo. Jika Medika dan ayahnya sudah sesayang dan senyaman itu dengan Kenzo, lalu bagaimana caranya Vindreya untuk membawa Kenzo kembali ke Jakarta?Medika kembali menegakkan arah pandang wajahnya lalu melihat pada Vindreya yang tampak sedang memikirkan sesuatu dengan tatapan kosong. Medika paham. Sebagai sesama perempuan, Medika tahu apa yang akan menjadi ketakutan Vindreya setelah mendengar semua pe
Vindreya mengambil tasnya yang tergeletak di atas tempat tidurnya lalu berlari kecil keluar rumahnya. Di luar sana, dia melihat Kenzo berdiri di depan mobil sambil tersenyum menatapnya. Vindreya ikut tersenyum lalu mengunci pintu rumahnya kemudian bergegas menghampiri Kenzo.“Pagi, Vin,” salam Kenzo.“Pagi, Ken,” balas Vindreya. Perhatiannya lalu teralihkan pada kursi depan di bagian penumpang. Ada seseorang di sana --- Medika.Kenzo ikut menoleh ke belakang, ke arah Medika. Laki-laki itu tersenyum setelah paham apa yang sedang dipikirkan oleh Vindreya.“Aku tinggal serumah bareng Medika. Itu sebabnya kami pulang-pergi kantor bareng,” kata Kenzo.“Eh?” Vindreya kaget. “Terus beberapa hari ini kamu selalu ke rumah aku tiap kali kamu selesai kerja. Itu ….”“Ak
“Dia cantik,” ucap Medika pelan.Vindreya yang bisa tahu bahwa Medika sedang merasa cemburu dengan melihat matanya hanya tersenyum kecil dengan sedikit perasaan tidak enak. “Makasih.”“Kalian mau ngobrol dulu biar lebih mengenal satu sama lain dan jadi akrab?” tanya Kenzo.“Em, mungkin nanti, Leo. Ini aku bawa beberapa berkas yang harus kamu periksa.” Medika menyerahkan beberapa berkas bermap kuning pada Kenzo.Kenzo menerima berkas itu. “Kapan deadlinenya?”“Jam 2 siang ini.”“Eh? Secepat itu?”“Iya. Berkasnya harus dipakai untuk rapat bersama pemimpin dari perusahaan lain hari ini.”Vindreya memegang lengan Kenzo lalu mereka saling bertatapan.“Nggak apa-apa, Ken. Kamu selesaiin aja dulu itu. Jalan-jalannya bisa nanti,” kata Vindreya yang tahu bahwa Kenzo ragu
“Salah satu orang yang nyelamatin aku itu adalah orang yang nabrak aku, Vin. Namanya Medika. Katanya, waktu itu dia lagi ada urusan di Jakarta. Dia bawa mobil dalam kondisi frustasi dan nggak sengaja nabrak aku. Sebagai permintaan maafnya, dia dan ayahnya yang ngerawat aku.”“Mereka ngerawat kamu di Bandung?”“Iya karena mereka emang asal Bandung.”“Ini masih aneh, Ken. Kalo Medika nabrak kamu di Jakarta, kenapa dia malah ngerawat kamu di Bandung? Kenapa dia nggak berusaha untuk nyari kenalan kamu di Jakarta dulu?”Kenzo mengangkat lalu menurunkan bahunya sebagai isyarat jawaban ‘tidak tahu’. “Kamu teliti banget sampe nanya sedalam itu. Intinya waktu itu karena aku juga nggak ingat banyak tentang identitas lengkap aku, jadinya aku ngikut aja pas mereka mutusin untuk bawa aku ke Bandung. Kalo kamu masih pingin banget t