Di luar kelas, Vindreya sejak tadi mengintip dari balik jendela, berusaha untuk mengetahui apa saja yang dilakukan Rega dan Hansa di dalam kelas.
“Vin.” Elvano menepuk pelan pundak Vindreya.
Vindreya berhenti mengintip lalu berbalik melihat Elvano. “Iya, El?”
“Ke kantin, yuk! Gue traktir.”
Vindreya tersenyum kaku. “Ada siapa lagi selain kita berdua?”
Elvano menggeleng. “Cuma lo dan gue.”
“Em … kayaknya nggak bisa deh kalo berdua aja, El. Lo tau sendiri gue udah punya pacar dan nggak etis rasanya kalo gue berduaan sama cowok lain. Apalagi, Kenzo nggak ada sekarang. Orang-orang pasti mikir gue ada main di belakang Kenzo.”
Elvano menggeleng cepat. “Nggak akan ada yang mikir gitu kok, Vin. Tenang aja. Yuk, ke kantin!&
Gavin dan Vindreya berjalan beriringan menyusuri koridor rumah sakit. Beberapa kali Vindreya tampak sibuk menoleh ke kanan dan kiri, berharap akan segera bertemu dengan Kenzo. Ah, dia benar-benar merindukan pangeran hitamnya itu.Setelah lebih dari lima menit menyusuri koridor hingga menaiki lift, akhirnya Gavin dan Vindreya berhenti di depan sebuah ruangan.Vindreya mendongakkan kepalanya ke sebelah kirinya untuk melihat Gavin. “Ini ruangan Kenzo?”“Kamu liat aja nanti,” jawab Gavin.“Ah, Papa.”Ceklek.Gavin memegang gagang pintu lalu membukanya. Dia kemudian masuk ke ruangan dengan nuansa putih dan beraroma obat itu dengan diikuti Vindreya. Di dalam sana, tampak seorang wanita paruh baya tengah duduk bersandar di atas ranjangnya seorang diri.Vindreya melihat Gavin
Vindreya kaget bukan main. “Lho. Kenapa? Ken, bokap gue nggak salah. Foto yang waktu itu lo kasih cuma editan. Temen bokap gue udah bantu buktiin itu.”“Percuma, Vin. Nggak ada gunanya foto itu mau asli atau hasil editan. Om gue tetep pingin lenyapin bokap lo.”“Kenapa?”“Bayarannya gede. Client yang waktu itu minta agar bokap lo dilenyapin, sekarag datang lagi dengan nawarin uang yang lebih gede dan itu buat Om gue tergiur. Itu yang berhasil gue tau pas datang ke rumah tadi dan denger obrolan Om gue sama clientnya di telepon.”Vindreya mendadak khawatir. Wajahnya tampak begitu takut. “Kenapa ada orang yang sekekeuh itu pingin bokap gue mati?”“Biasalah, Vin. Namanya juga persaingan bisnis. Apalagi bokap lo itu pebisnis terkenal. Pastinya punya banyak saingan di mana-mana.”
Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 malam, sementara Vindreya bersama kedua orang tuanya masih belum tidur. Kala itu mereka sedang berdiri di teras untuk melihat beberapa teman Gavin yang memang ahli IT sedang memasang CCTV di seluruh penjuru rumah.Ya, Vindreya pastinya tidak lupa memberitahu Gavin dan Freya tentang rencana jahat paman Kenzo. Inginnya Gavin melaporkan paman Kenzo ke polisi. Namun, rupanya tidak segampang itu untuk mencari tahu mengenai identitas dan bukti kejahatan dari pria keji itu. Tampaknya dia begitu pintar dan hebat dalam menyembunyikan identitas asli dan jejak kejahatannya. Selain itu, jika Gavin membawa kasus ini ke polisi, maka Kenzo juga pasti akan terseret. Jadi, untuk sementara ini, memang hanya dengan memasang CCTV seperti inilah yang bisa keluarga Sanjaya itu lakukan.“Pa, kalo orang-orang suruhan omnya Kenzo datang, apa yang bakal kita lakuin? Memangnya siapa yang mau ngawasin semua CCTV ini s
“Masukin bolanya ke ring! Ayo-ayo! Semangat!” Samar-samar terdengar teriakan para siswa yang sedang menonton pertandingan basket yang diadakan di tengah lapangan.Vindreya dan Hansa kompak memalingkan wajah mereka ke sisi kiri di mana pertandingan basket itu sedang berlangsung. Tunggu. Vindreya terpikirkan sebuah ide. Basket? Itu artinya di tengah lapangan ada ….Vindreya memutar kepalanya untuk mencari di mana keberadaan Rega. Tak butuh waktu lama, orang yang dicari akhirnya ketemu juga. Ketua basket itu tampak sedang berlari dari satu titik ke titik lain di tengah lapangan untuk menunggu operan bola dari temannya.Vindreya mendadak tersenyum jahil. Dia melirik pada Hansa yang berada di sebelahnya. Gadis lugu itu tampak baru saja mengalihkan pandangannya dari lapangan dan kembali melihat ke depan, arah kelas mereka.Vindreya mendadak menghentikan langkah ka
Setelah selesai membuat rencana bersama Rega di depan kelas, kini Vindreya tengah berjalan di depan papan tulis menuju mejanya yang berada di pojok kanan depan. Di sana, tampak sudah ada Elvano yang duduk rapi menunggu kedatangan Vindreya.“Hai, Vin,” sapa Elvano begitu Vindreya sudah tiba di sebelah meja mereka lalu duduk di bangkunya.“Hai, El,” balas Vindreya.“Dua jam pengembangan diri tadi lo ngapain? Olahraga atau ikut ekskul?”Vindreya memanyunkan bibirnya. “Nggak keduanya. Gue ikut Hansa ke perpus.”“Oh, gitu. BTW, lo udah sarapan?”Vindreya mengangguk. “Udah.”“Kapan?”“Pas di rumah tadi sebelum berangkat ke sekolah.”“Sekarang laper nggak?”
Jam sudah menunjukkan pukul 05.15 sore. Vindreya keluar dari sebuah taksi setelah memberikan sejumlah uang pada si supir sebagai bayaran. Dia memandangi bangunan besar yang ada di depannya yang tidak lain adalah rumah sakit tempat Kenzo dirawat.Vindreya menarik napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya. “Semoga aja Kenzo baik-baik aja. Semoga aku nggak denger kabar buruk sedikit pun mengenai Kenzo,” batin Vindreya penuh harap. Memang, selama ini Vindreya lebih sering mendapat kabar buruk tentang laki-laki itu dibanding dengan kabar baik. Entah kenapa kekasihnya itu selalu berada dalam lingkaran masalah.Vindreya melangkah cepat memasuki rumah sakit. Sesampainya di dalam sana, dia langsung menaiki lift yang akan membawanya semakin dekat dengan ruangan Kenzo dirawat. Tak butuh waktu lama, akhirnya gadis itu tiba di depan ruangan Kenzo.Ceklek.Vindreya mendorong ke
Sekitar 15 menit berjalan, akhirnya Vindreya dan Hansa tiba di sekolah dan kini mereka sudah berada di dalam kelas. Mata Vindreya langsung tertuju pada bangku Elvano. Untunglah pangeran putih yang menyebalkan itu belum datang. Setidaknya untuk beberapa menit ini Vindreya tak perlu merasa terganggu dan bisa duduk dengan tenang.“Selamat pagi, Tuan Putri,” salam Dimas yang sedang duduk di bangku guru.Vindreya menoleh pada ketua kelas itu. “Apaan?” ketus Vindreya. Dia masih kesal karena kemarin Dimas mengejeknya.“Pangeran putihnya mana, hem? Kok Tuan Putri jalan sendirian tanpa dikawal oleh pangeran putih yang tercinta dan sedikit manja itu?”“Ih, Dimas!” Vindreya menghentak kesal. “Kok malah nanyain Elvano, sih?”“Ya, terus gue harus nanyain siapa, Tuan Putri?” 
Pak!Kenzo memukul pelan dahi Vindreya lagi. “Ck! Ngawur lo.”“Ya, terus? Kok bisa kecebur ke kloset?”“Tau, ah. Gue males ngomong.”Vindreya memanyunkan bibirnya. Lagi-lagi Kenzo membuatnya kesal dengan sikap super dingin dan cueknya.“Nah, gue mau nanya lagi, nih. Kemarin lo udah pulang dari rumah sakit, ‘kan? Kenapa tadi pagi nggak ke rumah gue dan jemput gue kayak biasa?”“Pingin ngasih kejutan aja ke lo di sekolah.”Vindreya lagi-lagi tersenyum hingga matanya menyipit karena mendengar ucapan Kenzo. Entah kenapa ada banyak sekali ucapan mengejutkan yang keluar dari mulut laki-laki itu.“Dan lo udah berhasil ngejutin gue. Ken, lo sebenarnya kangen nggak sih sama gue? Lo keliatan biasa aja. Beda sama gue