Sekitar 15 menit berjalan, akhirnya Vindreya dan Hansa tiba di sekolah dan kini mereka sudah berada di dalam kelas. Mata Vindreya langsung tertuju pada bangku Elvano. Untunglah pangeran putih yang menyebalkan itu belum datang. Setidaknya untuk beberapa menit ini Vindreya tak perlu merasa terganggu dan bisa duduk dengan tenang.
“Selamat pagi, Tuan Putri,” salam Dimas yang sedang duduk di bangku guru.
Vindreya menoleh pada ketua kelas itu. “Apaan?” ketus Vindreya. Dia masih kesal karena kemarin Dimas mengejeknya.
“Pangeran putihnya mana, hem? Kok Tuan Putri jalan sendirian tanpa dikawal oleh pangeran putih yang tercinta dan sedikit manja itu?”
“Ih, Dimas!” Vindreya menghentak kesal. “Kok malah nanyain Elvano, sih?”
“Ya, terus gue harus nanyain siapa, Tuan Putri?”
 
Pak!Kenzo memukul pelan dahi Vindreya lagi. “Ck! Ngawur lo.”“Ya, terus? Kok bisa kecebur ke kloset?”“Tau, ah. Gue males ngomong.”Vindreya memanyunkan bibirnya. Lagi-lagi Kenzo membuatnya kesal dengan sikap super dingin dan cueknya.“Nah, gue mau nanya lagi, nih. Kemarin lo udah pulang dari rumah sakit, ‘kan? Kenapa tadi pagi nggak ke rumah gue dan jemput gue kayak biasa?”“Pingin ngasih kejutan aja ke lo di sekolah.”Vindreya lagi-lagi tersenyum hingga matanya menyipit karena mendengar ucapan Kenzo. Entah kenapa ada banyak sekali ucapan mengejutkan yang keluar dari mulut laki-laki itu.“Dan lo udah berhasil ngejutin gue. Ken, lo sebenarnya kangen nggak sih sama gue? Lo keliatan biasa aja. Beda sama gue
“Pernah denger nggak kalo orang yang berjodoh itu, mukanya bakal mirip? Nih, foto ini udah buktiin ‘kan kalo Vindreya itu adalah jodoh gue?” yakin Elvano.Vindreya mendengus kesal. Dia lalu melihat dengan raut cemas pada Kenzo dan berharap laki-laki itu tidak akan mempercayai Elvano dan dua siswi itu.“Ken, lo percaya ‘kan kalo gue nggak mungkin lakuin itu?” tanya Vindreya.Kenzo menatap sinis pada Vindreya. “Bego lo. Selalu aja ngasih gue pertanyaan yang jelas-jelas lo sendiri udah tau jawabannya. Ya, jelas gue percaya lah sama lo. Kalo nggak, ngapain gue pacarin lo?”Elvano dan dua siswi itu menatap kaget pada Kenzo. Padahal mereka yakin bahwa bukti-bukti yang mereka tunjukkan pada Kenzo akan berhasil membuat laki-laki itu meragukan Vindreya.“Minggir!” Kenzo menerobos dan lewat di antara dua siswi itu sambil terus menggenggam erat tangan Vindreya. Akhirnya,
Setelah belasan menit berjalan bersama, akhirnya Kenzo dan Vindreya tiba di depan sebuah bengkel yang berada tepat di sebelah kanan rumah Vindreya. Di sana, mereka melihat dua orang yang tampak tidak asing. Rega dan Hansa. Tunggu. Apa? Rega dan Hansa?“Lho. Itu Rega?” tanya Vindreya yang baru saja turun dari punggung Kenzo lalu melihat pada Kenzo.Kenzo yang merasa sedang ditatap oleh Vindreya juga ikut menoleh pada gadis di sebelahnya itu. Dia memicingkan matanya. “Ngapain lo nanya ke gue? Emangnya lo nggak kenal bentukannya Rega kayak gimana?”“Ish, lo. Kan gue pingin mastiin kalo gue nggak salah liat.”“Hem. Lo nggak salah liat.”Vindreya mendadak semringah. “Wah. Jadi, itu beneran Rega, ya? Dia … dia lagi berduaan sama Hansa? Ken, gue nggak salah liat, ‘kan? Hansa baru aja turun d
Di ruang makan, Kenzo sudah duduk tenang, sedangkan Vindreya berdiri di sebelahnya untuk mengambilkan laki-laki itu sepiring nasi lengkap dengan lauk pauknya.“Gini nih jadinya saat kita udah berumah tangga nanti, Ken. Hihihi,” ucap Vindreya lalu meletakkan piring yang isinya sudah lengkap itu di depan Kenzo. Dia kemudian ikut duduk.“Masih jauh,” ketus Kenzo lalu mendekatkan piring itu kemudian menyendok sedikit nasi dan lauknya. “Aa.” Kenzo mengarahkan sendoknya ke mulut Vindreya.“Wah, gue mau disuapin, ya?” Vindreya cengengesan.“Hem. Gue nggak laper. Ini makanan kesukaan lo, ‘kan? Jadi, mending lo aja yang makan.”Vindreya tersenyum lebar lalu membuka mulutnya kemudian berhasil sudah sesuap nasi dari tangan Kenzo masuk ke mulut gadis itu.“Wah wah
Setelah berhari-hari langit diselimuti awan tebal yang berwarna putih kehitaman, akhirnya malam ini turun hujan juga. Tidak terlalu deras memang. Namun, cukup menyejukkan untuk kulit-kulit manusia dan menyegarkan untuk tanaman.Jam sudah menunjukkan pukul 09.30 malam. Kala itu, paman Kenzo tengah berjalan sendirian menyusuri koridor rumah sakit. Setelah bermenit-menit dia melangkah, akhirnya dia berhenti di depan sebuah ruangan. Dia memang terbilang sangat jarang memasuki ruangan itu. Mungkin hanya sekali dua kali. Namun, dia ingat betul bahwa di ruangan itulah ibu angkat Kenzo dirawat.Ceklek.Pintu terbuka dan paman Kenzo sudah bersiap-siap untuk menjalankan sesuatu yang kejam yang sebelumnya menjadi senjatanya untuk mengancam Kenzo. Namun, meskipun sudah diancam seperti itu, Kenzo tetap saja kekeuh tidak ingin menjadi pembunuh bayaran lagi dan terus memaksa pamannya untuk berhenti mengincar Gavin.&nb
Setelah kembali dari rumah Vindreya, akhirnya Kenzo tiba di rumahnya. Mulai dari ruang tamu, ruang TV, kamar hingga dapur, Kenzo tak mendengar suara apapun yang biasanya dia dengar akibat pergerakan pamannya.Kenzo lalu masuk ke kamar pamannya yang tidak terkunci dan tidak menemukan siapapun di dalam sana. Sekarang Kenzo yakin bahwa pamannya pasti sedang bertemu dengan para pembunuh bayaran untuk kembali menyusun rencana pembunuhan terhadap Gavin.“Gue harus bertindak,” batin Kenzo.…Dini hari sekitar pukul setengah dua, dua orang pembunuh bayaran dengan pakaian dan topeng serba hitam sedang berdiri di belakang tembok besar yang menjadi pembatas antara halaman belakang kediaman Sanjaya dengan jalan.Jika diperhatikan lebih teliti, dua pembunuh itu bukanlah orang suruhan paman Kenzo yang kemarin. Tampaknya, paman Kenzo mengutus pembunuh
Setelah puas mengguyur hingga membuat kota basah kuyup tadi malam, Minggu pagi ini langit kembali menurunkan beberapa tetes air hujan. Rintik-rintik yang terdengar menimpa tiap atap rumah membuat suasana pagi itu terasa menenangkan dan sejuk. Sayangnya, orang-orang yang sebelumnya sudah membuat rencana untuk keluar, harus mengurungkan niatnya. Jam kini menunjukkan pukul 09.20 pagi. Vindreya membuka pintu utama rumahnya lalu berdiri di teras sambil melihat langit mendung yang masih betah mencurahkan hujan itu.Vindreya menghela napas panjang. “Huh. Kenapa harus hujan di saat gue dan Kenzo berencana keluar, sih?”Vindreya meluruskan wajahnya lalu melihat ke arah gerbang, membayangkan Kenzo datang menjemputnya dan mereka akan jalan-jalan seperti yang mereka rencanakan tadi malam sebelum berpisah. Sayang sekali, itu hanya akan terjadi jika hujan telah berhenti.“Eh?” Vindreya kaget. Tiba-tiba dia melihat Kenzo
Kenzo dibuat geregetan dengan sikap Vindreya. Laki-laki itu mencubit kedua pipi Vindreya dengan gemas. “Astaga, Vindreya Sanjaya! Tatap aja nih mata gue dan liat semua kebenarannya!”Vindreya menyingkirkan tangan Kenzo dari pipinya. Gadis itu lalu memalingkan wajahnya dari Kenzo sambil memanyunkan bibirnya. Tampaknya dia sedang begitu berselera membuat Kenzo kesal.“Nggak mau,” balas Vindreya.Kenzo mendengus kesal. Akhirnya dia menyerah untuk meyakinkan Vindreya lalu kembali menarik tangan gadis itu dan menidurkan kepalanya di atas sana sambil memejamkan matanya.Merasa Kenzo sudah menjadi lebih tenang, Vindreya kembali menoleh pada laki-laki itu dan lagi, dia hanya bisa memandangi kepala bagian belakang Kenzo.Vindreya tersenyum hangat. “Makasih ya Ken karena sekali lagi lo udah lindungi keluarga gue.”Kenzo hanya diam. Tampaknya dia sudah benar-benar tertidur.