Malam itu sekitar pukul tujuh, Vindreya duduk di atas sebuh kursi kayu ukir yang ada di teras rumahnya dengan tatapan kosong ke depan, memikirkan bagaimana perasaan Hansa dan permintaan anehnya sepulang sekolah tadi.
“Oy, lagi mikirin apa, sih?” tanya seseorang.
Vindreya tersadar dari lamunannya lalu menengok ke sisi kirinya. Matanya seketika membulat sempurna dan jantungnya berdegup dengan begitu kencang.
“Huwaaa! Hantu!” teriak Vindreya histeris dan langsung beranjak dari kursinya kemudian lari terbirit-birit masuk ke rumahnya.
Vindreya terus berlari sambil meneriaki hantu dan menyusuri tiap bagian di rumahnya untuk mencari tempat berlindung yang paling aman, apa lagi jika bukan tempat kerja Gavin.
Bug!
Vindreya membuka pintu ruang kerja Gavin dengan kuat sampai menghantam tembok yang berada di bel
Setelah kurang lebih satu jam bersama dengan Vindreya di teras rumahnya, walaupun sebagian besar dari waktu itu justru digunakan Vindreya untuk melamun, akhirnya Kenzo pamit pulang. Dia melangkah pelan sambil memikirkan tentang kemungkinan masalah yang ada di antara Vindreya dan Hansa.“Kenzo?” ucap Hansa agak pelan ketika baru saja kembali dari warung dan tanpa sengaja bertemu dengan Kenzo.Langkah Kenzo terhenti. Dia diam menatap Hansa agak lama sampai akhirnya menyadari bahwa ini adalah kesempatan untuknya untuk mencoba memperbaiki situasi sedikit saja.“Dari mana?” tanya Kenzo basa-basi, tidak lupa dengan sikap ketusnya.Hansa tersenyum kecil dan tampak agak malu-malu. “Dari warung.”Kenzo melangkah mendekati Hansa dan itu membuat Hansa terdiam kaku dengan jantung berdegup kencang sambil memikirkan, kira-kira a
Kenzo menghela napas panjang. “Vindreya, pertama, jangan nyebut aku-kamu lagi. Aneh banget tau nggak rasanya. Kedua, udah gue bilang hari ini gue ke rumah sakit untuk persiapan amputasi. Setelah semuanya berhasil sampai akhirnya gue bisa jalan normal lagi, ingetin gue untuk gendong lo lagi.”Vindreya mengangguk dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. “Jangan lama-lama ya di rumah sakit.”Kenzo menepuk-nepuk pucuk kepala Vindreya lagi sambil tersenyum. “Iya, Sayang. Gue pergi sekarang.”Hap!Vindreya tiba-tiba memeluk Kenzo. Kenzo menghela napas panjang sambil melihat ke sekelilingnya. Mereka berada di gerbang sekolah di mana ada banyak siswa yang berdatangan dan parahnya lagi bapak penjaga sekolah malah dengan asyiknya menyandarkan kepalanya di besi gerbang sambil tersenyum gemas memandangi Kenzo dan Vindreya. Ah, malu sekali rasanya Kenzo. Jangan tanya
Di luar kelas, Vindreya sejak tadi mengintip dari balik jendela, berusaha untuk mengetahui apa saja yang dilakukan Rega dan Hansa di dalam kelas.“Vin.” Elvano menepuk pelan pundak Vindreya.Vindreya berhenti mengintip lalu berbalik melihat Elvano. “Iya, El?”“Ke kantin, yuk! Gue traktir.”Vindreya tersenyum kaku. “Ada siapa lagi selain kita berdua?”Elvano menggeleng. “Cuma lo dan gue.”“Em … kayaknya nggak bisa deh kalo berdua aja, El. Lo tau sendiri gue udah punya pacar dan nggak etis rasanya kalo gue berduaan sama cowok lain. Apalagi, Kenzo nggak ada sekarang. Orang-orang pasti mikir gue ada main di belakang Kenzo.”Elvano menggeleng cepat. “Nggak akan ada yang mikir gitu kok, Vin. Tenang aja. Yuk, ke kantin!&
Gavin dan Vindreya berjalan beriringan menyusuri koridor rumah sakit. Beberapa kali Vindreya tampak sibuk menoleh ke kanan dan kiri, berharap akan segera bertemu dengan Kenzo. Ah, dia benar-benar merindukan pangeran hitamnya itu.Setelah lebih dari lima menit menyusuri koridor hingga menaiki lift, akhirnya Gavin dan Vindreya berhenti di depan sebuah ruangan.Vindreya mendongakkan kepalanya ke sebelah kirinya untuk melihat Gavin. “Ini ruangan Kenzo?”“Kamu liat aja nanti,” jawab Gavin.“Ah, Papa.”Ceklek.Gavin memegang gagang pintu lalu membukanya. Dia kemudian masuk ke ruangan dengan nuansa putih dan beraroma obat itu dengan diikuti Vindreya. Di dalam sana, tampak seorang wanita paruh baya tengah duduk bersandar di atas ranjangnya seorang diri.Vindreya melihat Gavin
Vindreya kaget bukan main. “Lho. Kenapa? Ken, bokap gue nggak salah. Foto yang waktu itu lo kasih cuma editan. Temen bokap gue udah bantu buktiin itu.”“Percuma, Vin. Nggak ada gunanya foto itu mau asli atau hasil editan. Om gue tetep pingin lenyapin bokap lo.”“Kenapa?”“Bayarannya gede. Client yang waktu itu minta agar bokap lo dilenyapin, sekarag datang lagi dengan nawarin uang yang lebih gede dan itu buat Om gue tergiur. Itu yang berhasil gue tau pas datang ke rumah tadi dan denger obrolan Om gue sama clientnya di telepon.”Vindreya mendadak khawatir. Wajahnya tampak begitu takut. “Kenapa ada orang yang sekekeuh itu pingin bokap gue mati?”“Biasalah, Vin. Namanya juga persaingan bisnis. Apalagi bokap lo itu pebisnis terkenal. Pastinya punya banyak saingan di mana-mana.”
Jam sudah menunjukkan pukul 10.00 malam, sementara Vindreya bersama kedua orang tuanya masih belum tidur. Kala itu mereka sedang berdiri di teras untuk melihat beberapa teman Gavin yang memang ahli IT sedang memasang CCTV di seluruh penjuru rumah.Ya, Vindreya pastinya tidak lupa memberitahu Gavin dan Freya tentang rencana jahat paman Kenzo. Inginnya Gavin melaporkan paman Kenzo ke polisi. Namun, rupanya tidak segampang itu untuk mencari tahu mengenai identitas dan bukti kejahatan dari pria keji itu. Tampaknya dia begitu pintar dan hebat dalam menyembunyikan identitas asli dan jejak kejahatannya. Selain itu, jika Gavin membawa kasus ini ke polisi, maka Kenzo juga pasti akan terseret. Jadi, untuk sementara ini, memang hanya dengan memasang CCTV seperti inilah yang bisa keluarga Sanjaya itu lakukan.“Pa, kalo orang-orang suruhan omnya Kenzo datang, apa yang bakal kita lakuin? Memangnya siapa yang mau ngawasin semua CCTV ini s
“Masukin bolanya ke ring! Ayo-ayo! Semangat!” Samar-samar terdengar teriakan para siswa yang sedang menonton pertandingan basket yang diadakan di tengah lapangan.Vindreya dan Hansa kompak memalingkan wajah mereka ke sisi kiri di mana pertandingan basket itu sedang berlangsung. Tunggu. Vindreya terpikirkan sebuah ide. Basket? Itu artinya di tengah lapangan ada ….Vindreya memutar kepalanya untuk mencari di mana keberadaan Rega. Tak butuh waktu lama, orang yang dicari akhirnya ketemu juga. Ketua basket itu tampak sedang berlari dari satu titik ke titik lain di tengah lapangan untuk menunggu operan bola dari temannya.Vindreya mendadak tersenyum jahil. Dia melirik pada Hansa yang berada di sebelahnya. Gadis lugu itu tampak baru saja mengalihkan pandangannya dari lapangan dan kembali melihat ke depan, arah kelas mereka.Vindreya mendadak menghentikan langkah ka
Setelah selesai membuat rencana bersama Rega di depan kelas, kini Vindreya tengah berjalan di depan papan tulis menuju mejanya yang berada di pojok kanan depan. Di sana, tampak sudah ada Elvano yang duduk rapi menunggu kedatangan Vindreya.“Hai, Vin,” sapa Elvano begitu Vindreya sudah tiba di sebelah meja mereka lalu duduk di bangkunya.“Hai, El,” balas Vindreya.“Dua jam pengembangan diri tadi lo ngapain? Olahraga atau ikut ekskul?”Vindreya memanyunkan bibirnya. “Nggak keduanya. Gue ikut Hansa ke perpus.”“Oh, gitu. BTW, lo udah sarapan?”Vindreya mengangguk. “Udah.”“Kapan?”“Pas di rumah tadi sebelum berangkat ke sekolah.”“Sekarang laper nggak?”