Setelah menutup panggilan. Theodore sesekali melontarkan timah panas ke arah Martin dan Diana di ujung sana. Rasa sakit di perutnya sekarang membuat dia kehilangan sedikit tenaga. Perlahan bunyi tembakan tak lagi terdengar di luar, Theodore memberi perintah pada anak buahnya untuk mundur. "Aku masih berbaik hati tidak membunuhmu!" Theodore menoleh ke bawah tiba-tiba, menatap dingin Ursula. Dia sengaja tidak menembak Ursula. Mengingat Ursula, memiliki ruang tersendiri di hatinya. Ursula tak menyahut, hanya bola matanya yang memandang sengit Theodore. "Mister! Kami sudah menemukan anak yang Mister maksud." Dari samping anak buah Theodore tiba-tiba mendekat. Theodore menoleh lalu berkata," Bagus, sekarang kau kurung Ursula! Jangan sampai dia lolos dan cepat bereskan semua kekacauan ini! Aku mau ke mansion sebentar!" Pria berperawakan itu lantas melakukan perintah sang atasan. Dengan langkah terseok-seok Theodore berlalu pergi dari gedung. Di lain sisi, 20 meter dari gedung kumuh, M
"Mister, itu bukan Angela, kaki Angela lebih gendut dan putih!" seru B sambil menyipitkan mata, menajamkan penglihatan dan memperhatikan dengan seksama kaki Angela yang nampak kurus. Benar kata B. Dua bocah di depan bukanlah anak-anaknya. Terlebih pakaian yang dikenakan tidak bermerk. Napas Martin semakin memburu karena Theodore telah mempermainkannya."Sialan, di mana anak-anakku?!" teriak Martin sambil melontarkan timah panas ke arah anak buah Theodore.Dor! Dor! "Hahaha, mereka berada di atas gedung rumah sakit sekarang!" Terdengar suara dari atas langit seketika, yang berasal dari toa, Theodore berada di helikopter. Detik berikutnya suara tembakan menggema di seluruh penjuru gedung, tanpa komando B, Lopez dan teman-temannya melontarkan timah panas ke lawan. "Jangan mengelabui aku sialan!" Martin bagai orang kesetanan sekarang. Amarahnya tak dapat terbendung. Dia berharap Angelo dan Angela tidak berada di genggaman tangan Theodore sekarang. Theodore pun melempar bom ke bawah. M
"Lopez, bagaimana situasi di bawah sana?" "Sangat panas, Mister!" Dor! Dor!Saat ini, Martin dan Diana berada di atas rooftop gedung rumah sakit. Mereka hendak lari dari arena pertempuran. Martin sudah menghubungi anak buahnya untuk menjemput mereka di atas gedung menggunakan helikopter dan sebentar lagi akan tiba. Tetapi, mereka sedang dikepung anak buah Theodore sekarang.Sedari tadi Martin melontarkan timah panas ke depan. Melindungi anak dan wanitanya di belakang sana. Beberapa menit sebelumnya, Martin berhasil mengelabui pihak kepolisian dan anak buah Theodore hingga sampailah mereka di rumah sakit. Martin dapat bernapas lega karena Angelo dan Angela telah bersama mereka. Beruntung berkat bantuan para gangster, perkelahian pun seimbang sekarang. Dor! Dor!"Mati kalian!" Diana pun menondongkan pistol ke depan. Menarik pelatuk dan melontarkan peluru berkali-kali kepada sang lawan. "Yei Mommy kelen, ayo bunuh meleka semua!" Angela yang berada di belakang tubuh Diana, langsung mel
"Boom! Hehe."Angela mengeluarkan suara seolah-olah bom meledak. Dia begitu senang waktu yang tertera di bom berhenti tiba-tiba. Gadis mungil itu melempar pandangan pada B, Lopez dan Angelo seketika, seakan-akan menyombongkan kemampuannya. Angela melempar tank ke sembarang arah lalu melipat tangan di dada dan mengangkat dagu dengan angkuh. "Tuh kan benal, kabel walna pink, Angela kelen kan?""Iya, iya, keren!" B dan Lopez menghela napas lega. Sementara Angelo malah terdiam. Keningnya malah berkerut amat kuat hingga menciptakan lipatan menjadi tiga. Bola mata bocah lelaki itu masih memandang ke arah bom. "Eh!" Angela, B dan Lopez terkejut bersamaan ketika timer waktu menyala kembali menjadi tiga menit. "Kenapa menyala lagi?" B mulai berkeringat dingin lagi. "Ck! Sepertinya musuh Daddy memakai bom khusus yang tidak bisa dihentikan! Ayo kita keluar dari gedung ini sekarang, bom akan meledak!" Tanpa mendengarkan balasan B dan Lopez, Angelo menarik tangan Angela lalu berlari kencang me
Author minta maaf kemarin ada kesalahan di bab 71, seharusnya kabelnya warna pink bukan warna hitam, sudah author perbaiki, nggak fokus kemarin, menulisnya di hp, laptop author rusak, kalau ada kesalahan atau typo komentar saja ya. Trims ***"Kenapa kau tembak pesawat mereka hah?!" Theodore melempar pistol ke kepala anak buahnya, yang menjadi pilot di pesawat satunya. Dia terlebih dahulu kembali ke gedung pribadi miliknya. Sedari tadi berusaha mengecoh para tentara yang hendak menangkapnya. Berhasil, berkat bantuan polisi. Untuk saat ini persembunyiannya belum terdeteksi. "Maaf Mister, lagipula aku juga tidak menembak pesawat mereka sampai hancur." Pilot tersebut sedikit heran dengan tanggapan Theodore, bukannya senang, Theodore malah marah. Bukankah rencana awal ingin membunuh Martin. "Ck, di mana mereka sekarang?!" tanya Theodore. "Mister, pesawat mereka terseret ke angin puting beliung jadi—"Belum juga pria itu menyelesaikan kalimatnya, Theodore langsung memotong. "Apa?" Mata
"Huhuhu!" Para kumpulan manusia aneh itu tiba-tiba menghentikan langkah kaki, kemudian mengeluarkan suara-suara aneh sambil mengangkat tombak ke udara. Kulitnya terlihat berwarna cokelat, dihiasi tato-tato bercorak aneh, rambutnya panjang dan diikat ke belakang serta tak ada alis mata terlihat di wajah mereka. Hampir semua di dominasi para lelaki, tak memakai baju dan hanya bagian alat vitalnya yang ditutupi dengan daun. Mereka pun tidak mengenakan alas kaki. Dengan cepat Martin meraih tubuh mungil Angela lalu membawa putrinya itu ke belakang. Diana langsung meraih tangan Angelo. B dan Lopez pun berdiri di samping Martin seraya memasang sikap waspada. "Cukule, kuku, lele, cuk, cuk, cuk, huhuhu," sahut salah satu di antara mereka sambil menatap tajam ketiga pria dewasa secara bergantian. Sontak B dan Lopez mengerutkan dahi. "Apa kau mengerti? Aku tidak mengerti," sahut B melirik Lopez sekilas. Lopez mengedikkan bahu sejenak. "Kau pikir aku mengerti.""Maaf kami tidak mengerti ba
Dor! Dor! Dor!Bunyi tembakan disertai suara tawa menggema di sekitar. Martin, B dan Lopez berkali-kali menembakkan timah panas ke arah buah Theodore sebanyak lima belas orang. Tentu saja ia kalah jumlah. Terlebih, pakaian anti peluru yang mereka kenakan membuat kulit mereka tak dapat ditembus. "Diana!" teriak Martin sambil melirik ke tenda kecil, di mana si kembar masih tertidur pulas. Martinez pun menyalak sedari tadi kala mendengar keributan. Diana hendak memberontak. Akan tetapi, Theodore berhasil memukul tengkuknya dengan kuat hingga membuat Diana pingsan. Dengan cepat dia menaruh tubuh Diana di pundak lalu berlari gesit menuju pesawat tempur. Bersamaan pula para anak buah Theodore mundur tanpa menghentikan serangan pada B dan Lopez. "Diana, sialan kau kembalikan kekasihku!!!" Martin murka, matanya memerah dan menyala-nyala bak kobaran api yang siap meluluh lantakan pulau tanpa nama tersebut. Dengan gesit dia berlari ke depan sambil melontarkan timah panas berulang kali ke pes
"Kau tidak berhak !" lontar Diana. Lalu memberontak dengan kuat tatkala Theodore mencekal pergelangan tangannya barusan."Kenapa aku tidak berhak hah?! Aku ini abangmu!" Tatapan tajam Theodore, tak membuat Diana gentar. Saudara sedarah yang baru disatukan itu, saling menilik dan menatap tajam satu sama lain. Sampai-sampai keheningan pun tercipta sesaat di antara mereka. Di luar jendela, Martin memperhatikan dengan seksama interaksi keduanya. Secara perlahan dia mencoba menodongkan pistol ke kepala Theodore, bersiap-siap bila Theodore menyakiti Diana. Maka pelurunya akan bersarang di kepala Theodore. Di bawah sana, B dan Lopez telah berhasil melumpuhkan anak buah Theodore sehingga pria bermata cokelat itu dapat leluasa masuk ke wilayah musuh. "Kau belum tentu Ab ...." "Apa kau meragukan perkataan Mama, Nak?" Diana enggan meneruskan. Lidahnya mendadak kaku dan kelu. Helena tiba-tiba menghampiri sambil memegang pundak sebelah kanannya, memberi sentuhan, yang membuat hatinya menghan