Lara tidak tahu bagaimana caranya Neo selalu memiliki kalimat yang bisa memporak-porandakan hati Lara.Benar apa yang selama ini dia pikirkan bahwa Neo dewasa lebih cepat karena didewasakan oleh keadaan yang membuatnya melihat keadaan di sekitarnya dengan cara yang berbeda.Lara menahan air matanya, menghadapi Neo, ternyata bukan hanya dia saja yang dibuat patah hati melainkan juga semua yang mendengarnya.Shenina yang berdiri di samping Neo juga menunduk dan terisak-isak.Laras yang melihat dan mendengar apa yang mereka sampaikan pun juga sama, dia menangis. Nina yang berhenti di belakang Lara dengan membawa kue yang tadi dibeli Lara selama perjalanan pulang dari makam pun juga tak kuasa menahan air matanya.Yang membuat mereka menitikkan air mata itu adalah pada ujung kalimatnya, ‘Kalau pun dipanggil buat pergi—ke bintang—itu harus dengan Neo.’Lara meraih tangan Neo. Tangan Shenina juga. Sekali lagi menunjukkan senyumnya meski hatinya tercabik tercacah menjadi banyak bagian.“Saya
Lima belas menit sebelum Ibra bertemu dengan Lara di ruang tamu ........Ibra baru saja membuka pintu mobil untuk Lara dan melihatnya masuk ke dalam rumah bersama dengan Nina.Ibra juga ingin menyusulnya, setidaknya dia sebentar saja bertemu dengan Neo dan juga Shenina.Namun, sebelum keinginan itu terlaksana, Ibra berhenti dari langkahnya sebab dia mendengar dering ponselnya dari dalam saku jas hitam yang dia kenakan selama proses pemakaman Ron.Ada panggilan masuk dari salah satu anggota tim IT di JS Group. Ibra menjawabnya dengan segera karena tahu ini pasti berkaitan dengan hal penting.“Shawn?” sapa Ibra begitu panggilan mereka terhubung.“Pak Ibrani, saya sudah menemukan yang Pak Ibrani minta semalam.”“Soal rekaman kecelakaan yang terjadi di sekitar lokasi pak Alex?”“Iya.”“Bagaimana hasilnya?”Ibra menahan napas.Siap tidak siap, dia harus mendengarnya bukan?Memang Ibra yang semalam mengatakan tentang rekaman kecelakaan yang harus diperiksa oleh timnya. Itu berdasarkan peng
Lalu, Ibra menyampaikan hal itu pada Lara.Mereka bertemu setelah Lara berlari menuruni anak tangga dan memanggilnya.“Pramita?” tegas Lara yang mendapat anggukan dari Ibra. Membenarkan apa yang baru saja dia sampaikan.“Iya, Lara. Pramita ada di sana dan melihat kejadian itu. Seolah dia memastikan apa yang harusnya dia lihat lalu pergi begitu saja.”Bibir Lara gemetar saat mendengar itu.Sesak dan panas memenuhi dadanya. Waktu berhenti dengan amarah yang bergejolak naik turun bak kurva sin-cos-tangen.Dia menatap Ibra dan mata mereka bertemu dalam kecemasan yang dibalut oleh kemarahan membakar sanubari.“Tunjukkan padaku mana rekaman video itu! Aku ingin melihatnya sendiri, Ibrani!”“Baik,”Toh, Ibra juga tidak bisa menyembunyikannya. Karena Lara memiliki kuasa untuk tahu penderitaan yang diterima oleh Alex dan nyawa Ron yang terenggut.Lara menerima ponsel dari Ibra, membawnaya duduk di ruang tamu dengan Ibra yang berdiri dengan posisi istirahat di tempat—di hadapannya.Seolah dia si
Karel seketika terdiam. Dia memandang Lara yang menatapnya dengan matanya yang berair."Lara," ucapnya dengan suara yang gemetar."Aku ...." Dia tertahan hanya pada satu kata, mengindari mata Lara dengan menunduk dan menggertakkan rahangnya."Kamu tidak perlu menjelaskan apapun, Karel. Aku cukup tahu saja kalau kamu tidak ada bedanya dengan manusia lainnya. Aku harus sadar kalau kamu juga tidak sempurna. Aku harus sadar kalau rasa hormatku yang aku berikan padamu selama ini ternyata tidak ada artinya."Lara menyeka air matanya. Rasanya terus berjatuhan padahal Lara sudah menahannya sekuat tenaga."Padahal selama ini aku mengagumimu, Karel. Rasa hormatku padamu tidak pernah berubah sampai hari ini karena aku tahu kalau kamu berperan besar dalam hidupku. Aku tidak akan memungkiri itu. ...."Apa kamu menyimpan sakit hati padaku? Sampai kamu memilih untuk hanya menjadi penonton saat melihat ada orang yang sekarat di depanmu. Apa kalau yang terlibat kecelakaan saat itu bukan Alex kamu aka
“Pergilah, Karel! Aku tidak perlu memberi tahumu apa alasannya, ‘kan? Karena kamu sudah mengetahui sendiri. Bagimana perasaan kami sekarang ini, bagaimana cara kami memandangmu, kamu tahu itu.”Kalimat Ibra mengakhiri kediaman Karel yang selama beberapa saat menjadi maskot di antara mereka yang berdiri di depan jendela ruang ICU.Karel memandang Ibra yang merotasikan matanya dengan malas, menghidarinya sedangkan Lara sama sekali tidak mau melihatnya.Karel undur diri dari hadapannya dan berjalan meninggalkan mereka. Dengan langkah kaki yang tersandung gamang, dia sadar telah kehilangan kepercayaan dari semua orang. Terutama dari Lara.Sakit?Ya ... rasanya sangat sakit sekali sampai dia tak bisa mengatakan apapun.Mungkin, lebih sakit dari cintanya yang tidak mendapatan balasan, lebih sakit dari cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Karena ... cinta yang bertepuk sebelah tangan itu, Karel masih bisa menjangkau Lara. Masih bisa betergur sapa dengannya, masih bisa melihat senyumnya s
Karel harap itu hanya sebuah bercandaan. Tapi senyum putus asa Pramita menjawab lebih banyak dari apa yang dia pikirkan.“GILA KAMU! SUDAH GILA!”Karel menunjuk Pramita dengan emosi yang bergejolak di dalam dadanya.Dia berlari pergi dari sana tetapi Pramita menghalanginya dengan cepat.Pramita memeluknya dari belakang dan dengan isak tangis mengatakan,“Kamu tidak akan berhasil mencegahnya, Karel. Tinggallah di sini lebih lama denganku!”“LEPAS!”Karel memberontak lepas dari Pramita. Dia masuk ke dalam mobilnya. Memastikan apakah memang Pramita mengatakan kebenaran ataukah hanya sebatas ancaman.“Kamu tidak akan berhasil, Karel. Kado ulang tahun Lara adalah hari yang tidak akan pernah dia rayakan ke depannya. Dia dapat kado kematian suaminya, kematian Alex!”Karel tidak peduli. Dia memacu mobilnya untuk menuju jalan seruni nomor tiga kosong lima.Dia melihat melalui kaca spion di atasnya, Pramita mengikutinya di belakang. Menyetir seperti orang yang kesetanan demi mengejar Karel.Jal
Lara meradang hatinya melihat anak lelakinya seperti ini. Neo itu tidak lebih seperti Alex. Dia tidak pandai menunjukkan perasaannya tapi dia adalah seorang pemikir. Pikirannya berjalan jauh lebih cepat daripada kekuatan batinnya. Sehingga saat beban pikirannya bertambah semakin besar, tubuhnya yang kalah. Dia limbung dan jatuh sakit.Lara menunjukkan senyumnya saat dia ikut duduk di ranjang Neo. Mencegah anak lelakinya itu untuk bangun. Mengusap lembut rambut hitamnya agar dia sabar menunggu jawaban Lara.“Doakan saja, Neo. Papa sedang berjuang untuk kembali pada kita sekarang. Neo tidak perlu khawatir dengan yang Neo lihat tadi di televisi karena itu adalah gambaran hari kemarin. Yang terjadi sekarang setidaknya papa jauh lebih baik.”“Tapi Neo betulan tidak ingin kehilangan papa, Mama.”“Tentu tidak, Sayangku. Neo tahu kalau kekuatan doa itu besar, ‘kan? Dulu Neo selalu mendengar adik Shen berdoa agar papa cepat kembali selama papa tersesat. Lalu pada suatu hari, adik Shen akhirnya
‘Dia tidak mungkin mati begitu saja. Dia pasti berada di suatu tempat.’Setidaknya begitu yang dipikirkan oleh Karel semakin dia mencerna apa yang tadi dikatakan oleh Eza.Karel tidak tahu ke mana perginya. Caranya mencari informasi seseorang memiliki keterbatasan. Tidak sama dengan Alex yang bisa mengetahui apapun yang dia mau dengan hanya menjentikkan jarinya pada Ibrani.Karel menghela napasnya. Dia benar-benar tidak tahan dengan perempuan itu. Hal bodoh yang dia lakukan pertama adalah ....Dia pergi meninggalkan Alex. Bersikap menjadi pecundang. Dengan tidak melakukan apapun. Padahal Karel adalah seorang dokter. Bagaimana dia melakukan hal seperti itu?Setidaknya, jika dia meninggalkan Alex begitu saja, harusnya dia bisa menangkap Pramita—meski itu juga tidak akan mengubah apapun.‘Tapi aku juga malah melepasnya dan tidak tahu kemana perginya dia.’Karel membatin dengan kesal. Menjatuhkan keningnya di atas setir bundar.Memilih untuk berhenti di tepi jalan. Memaksa kepalanya untu
Lara tidak bisa menahan haru melihat api yang meliuk di atas lilin kecil pada kue black forest yang dibawa oleh Neo. “Selamat ulang tahun, Mama,” kata Shenina pertama-tama. “Ayo buat permohonan dan tiup lilinnya.” Lara dengan segera melakukan itu. Ia merapatkan tangannya dan berdoa agar kebahagiaan ini tidak pernah putus. Untuknya, untuk keluarganya. Agar mereka diberkati dalam kebahagiaan yang sempurna. Barulah setelah itu Lara menunduk, merendahkan tinggi tubuhnya untuk meniup lilinnya. Lara menerima kue dari Neo yang mengatakan, “Selamat ulang tahun untuk Mama,” katanya manis. “Tidak banyak yang Neo minta selain Mama menjadi Mama yang bahagia.” “Selamat ulang tahun, Mama,” kali ini Shenina yang berujar. “Shen juga memiliki harapan yang sama, semoga Mama tetap bahagia. Dan tetap menjadi Mama cantiknya Shen.” Lara lebih dulu meletakkan kue ulang tahun dari para kesayangannya ke atas meja makan kemudian ia memeluk si kembar yang dengan senang hati membalasnya. “Terima kasih unt
*** Merasakan dingin yang memeluknya, Lara membuka matanya dengan cepat. Napasnya tersengal bahkan setelah ia membuka matanya. Ia baru saja berpikir dirinya sedang tidur di lantai seperti lima tahun silam agar anak-anaknya bisa tidur dengan nyaman di atas ranjang. Ia menggigil, kenangan akan sulitnya masa lalu sekali lagi membuatnya terjaga dengan keadaan yang berbeda. Dulu, Lara terbangun karena dingin dan tidak nyaman, tidak ada selimut untuknya selain ia menggunakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Tetapi sekarang ia terbangun di tempat yang nyaman dan bahkan tidak sendirian. Tangisan Sky itulah yang pasti membuat intuisi seorang ibu dalam dirinya membuka mata. Dan saat hal itu ia lakukan, Lara telah menjumpai Alex yang berdiri dan menggendong Sky. Ia tampak memandang Lara dengan hanya bibirnya saja yang bergerak seolah bertanya, ‘Kenapa kamu bangun?’ “Sky baik-baik saja?” tanya Lara lirih. Alex mengangguk, menunjukkan Sky yang kembali terlelap saat Alex menepuk lem
.... Dari tempat bulan madu Karel dan Sunny. Seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Lara bahwa ada kemungkinan mereka memang sedang berbulan madu ... hal itu memang benar! Mereka pergi berbulan madu setelah penantian yang cukup panjang dan lama mengurus izin cuti Karel yang notabene adalah seorang dokter yang bisa dikatakan ... hm ... masih baru di tempat ia bekerja. Udara sejuk Edinburgh membelai wajah Sunny begitu ia membuka pintu geser di sebuah hotel tempat mereka menghabiskan waktu selama mereka di sini. Ia memandang ke luar dan berdiri di balkon. Pandangannya ia jatuhkan paada jalan yang tampak lengang pada hari MInggu pagi ini yang sebagian besarnya basah oleh sisa hujan. Semalam memang Edinburgh diguyur hujan. Bukan hujan deras tetapi itu cukup untuk membuat bunga kecil dan dahan pepohonan kedinginan pagi ini. “Cantik sekali pemandangan setelah hujan,” gumamnya. Meski ia sebenarnya juga suka pemandangan sebelum hujan, tetapi setelah curahan air turun dari langit ... ia
.... “Apakah Neo dan Shenina suka dengan sekolah baru mereka, Lara?” tanya Alex pada Lara yang saat ini tengah menatapnya setelah mengalihkan wajahnya dari layar ponsel yang ada di tangannya. “Aku rasa mereka senang,” jawab Lara. Memandang sekilas pada jam digital yang ada di atas meja kemudian pada Sky yang terlelap di dalam box bayi miliknya. “Karena mereka bisa bertemu dengan si kembar Zio dan Asha juga, ‘kan? Kamu ‘kan tahu kalau mereka itu bestie.” Alex tak bisa menahan senyumnya. Ia menutup laptop yang ada di pangkuannya dan meletakkannya di atas nakas yang tak jauh dari ranjang sebelum meraih ponsel Lara. “Jangan main ponsel terus! Peluk aku sekarang, hm?” Alex merengkuh pinggang Lara, membuatnya berbaring dengan nyaman saat mereka merasakan hangat di bawah satu selimut yang sama. Mereka saling memagut untuk beberapa lama sebelum Alex mengecup pipinya. “Cantik sekali ....” “Bukankah aku memang selalu cantik?” tanya Lara, menyentuh garis dagu Alex, tersenyum saat merasaka
*** . . Berhasilkah? Tidak! Tapi mungkin saja, 'kan? Pertentangan batin sedang bergejolak di dalam benak Kalisha. Ia berdiri bersandar di pintu kamar mandi di dalam kamarnya. Menggenggam sebuah test pack yang ada di tangannya. Yang baru saja ia gunakan untuk mengetes, apakah ia benar hamil ataukah tidak. Ia memang sering terlambat datang bulan. Tapi tak seperti kali ini. Ini sangat jauh dari hari biasanya. Jadi ia ingin melakukan tes. Sejak pernikahannya dengan Ibra, lebih dari satu tahun lamanya, lebih dari berbulan-bulan pula ia selalu terlambat datang bulan dan hasilnya selalu satu garis setiap ia ingin melihatnya. Dan ia tak pernah mengharap lebih soal itu. Tapi sekarang, dadanya berdebar lebih dari biasanya. Sebagai seorang perawat yang tahu betul seperti apa detak jantung normal dan detak jantung yang tidak normal, maka Kalisha akan menggolongkan ini sebagai detak jantung yang tidak normal. Berisik sekali. Berdentum. Seolah tak mau diam setiap kali tanya muncul m
Yang dilihat oleh Lara itu adalah Roy, ayahnya. Ia tak berdiri di sana sendirian melainkan bersama dengan ibunya Lara, Laras. Tak ia ketahuai berapa lama waku berjalan hingga membawa Roy ke hadapannya. Sudah tahun demi tahun berlalu, bukan? Lara memang mendengar jika hukuman untuk ayahnya itu mendapatkan keringanan karena ia berperilaku baik selama menjadi tahanan. Dan ternyata, kepulangannya itu adalah hari ini. Atau mungkin beberapa saat lebih awal dari hari ini karena setidaknya ia membutuhkan waktu untuk bersiap ke sini. Barangkali dengan meneguhkan hatinya untuk bisa menghadapi Lara. Sebab beberapa kali Lara mengunjunginya di tahanan, Roy selalu mengatakan hal yang sama. ‘Mungkin nanti Papa tidak bisa langsung menemuimu karena merasa sangat bersalah, Lara.’ Tapi sekarang dia di sini. Di hadapan Lara. Berdiri dengan tampak canggung dan air matanya mengembun membasahi pipi saat ia tersenyum dan membiarkan Lara datang guna memeluknya. “Papa ....” Lara mengulanginya sekali
*** Beberapa waktu setelah tertangkapnya Selim, Lara kemudian tahu bahwa yang dilakukan oleh pria itu jauh lebih parah daripada yang ia bayangkan. Bagaimana ia mengawasi Lara sebelum dan sesudah kembalinya ia dari luar negeri membuat Lara bergidik merinding saat Alex menceritakannya dan membawa beberapa catatan yang difoto oleh Ibra. Salah satunya juga adalah soal kegugurannya kala itu yang disebut oleh Selim sebagai 'hilangnya anak monster.' Hati Lara sakit. Ia tak pernah tahu ada orang sejahat itu yang hadir di hidupnya. Dan rasanya itu bertubi-tubi. Ingat saja berapa banyak orang yang membuatnya sengsara. Dimulai dari Nala yang kabur pada hari pernikahannya, atau Shiera yang membencinya karena menganggapnya merebut Alex. Tetapi Selim memberikan rasa tersendiri, ketakutan dan juga was-was. Lara bahkan memerlukan waktu tenang selama beberapa jam setelah Alex mengatakan itu. Ia kembali tersadar dan menepis hal tak penting yang mengganggunya itu saat melihat Sky yang miring
*** "Pulanglah, ini sudah malam," ucap Ibra saat ia merapikan lengan kemejanya dan memandang Alex yang masih berdiri di depan sandsack dengan napas yang naik turun tak beraturan. Kedua tangannya masih terbungkus oleh sarung tinju. Rambutnya tampak basah saat ia menoleh pada Ibra dengan salah satu alis yang terangkat tak percaya. "Kamu sudah mandi dari tadi?" tanya Alex memastikan. Memandang Ibra dari atas hingga ke bawah. Di dalam ruang gym, hanya ada mereka berdua. Ruangan ini disewa oleh Alex yang tidak ingin melihat ada orang lain masuk sebab sekitar tiga jam yang lalu, lepas ia pergi dari unit apartemen Selim ia harus melampiaskan kekesalannya. Saat ia meminta agar Ibra menjadwalkan ulang untuk ia bisa mengunjungi Selim dan membuatnya babak belur jilid dua, Ibra tak mengabulkannya. Alih-alih mengiyakan Alex, Ibra dengan santainya malah mengatakan, 'Tidak perlu, Pak Alex. Kita tunggu saja nanti di pengadilan. Kita ledek dia sampai dia muntah dan kesetanan. Sayang tanganmu kala
Entah berapa ratus, atau bahkan ribu banyaknya foto Lara yang ada di dalam kamar itu—selain kamar yang diyakini oleh Alex sebagai kamar utama. Pada dindingnya yang lebar itu Alex bisa menjumpai foto Lara. Jika Alex biasanya melihat hal seperti ini lumrahnya ada di film atau di drama thriller tentang seorang psikopat, tetapi kali ini Alex melihatnya ada di depan mata. Alex pernah mengatakan bahwa pria itu—Selim—memiliki pengetahuan tentang Lara sama sepertinya. Tetapi sangkaan itu harus ia tepis sekarang karena sepertinya Selim lebih banyak tahu tentang Lara. Sebab ada banyak sekali foto Lara yang tinggal di rumah lamanya, bersama dengan Neo dan Shenina yang masih kecil. Berada di depan rumah, atau sedang membeli jajanan di toko yang tak jauh dari rumahnya. Atau saat Lara mengantar mereka ke sekolah bersama dengan wanita paruh baya yang dikenal Alex sebagai pengasuh si kembar dulu, selama Lara bekerja. Ada buku yang memiliki catatan apa-apa saja yang dilakukan oleh Lara. Tanggal,