"Ian gue mau cerita." Raina menghentikan makan nya, ia terlihat bersemangat.
"Yaudah cerita aja." Tian mengambil sesendok nasi dan menyuapkan ke mulut nya.
"Soal kemarin gue jalan sama kak Nio." Raina menatap wajah Tian, yang ditatap terlihat tidak antusias untuk mendengarkan.
Saat berbicara Raina memang lebih nyaman untuk melihat wajah lawan bicara nya, fakta itu tentu diketahui oleh Tian, tetapi ia malas untuk mendengarkan hal yang berhubungan dengan Nio.
"Tian Pramana Putra liat ke arah gue dong." Raina menggoyangkan lengan kiri Tian, karena Tian masih asyik dengan makanannya.
" Iya iya, ayo cerita sekarang." Tian yang melihat Raina mulai kesal, mengalihkan pandangan dari makanannya menjadi ke arah lawan bicara nya itu, lalu ia menempatkan kedua tangannya di bawah dagu.
"Jadi habis pulang dari kelas lukis, dia beneran ngajak gue jalan dong, kita nonton bioskop, makan berdua, dan.... dia minta nomor telepon gue." Karena terlalu senang Raina sampai memukul bahu kanan Tian dan lengan kanan nya itu jatuh ke meja.
"Sorry Ian saking seneng nya ini, hahaha." Raina tertawa terpingkal-pingkal.
"Iya udah biasa gue mah jadi target pukulan lo." Bibir Tian membentuk garis lurus.
"Oh iya dia juga nganterin gue sampe depan pintu rumah lho." Raina tersenyum malu. Tian hanya menganggukkan kepala nya.
"Lo nonton film apa emang kemarin?" Tian melanjutkan makan nya.
"Horor." Raina menjawab santai, ia juga melanjutkan makan nya.
"Emang berani lo, sejak kapan suka nonton horor?" Tian tertawa.
"Sebenernya gue nggak suka sih, tapi nggak enak kalo minta ganti film." Raina.
"Besok-besok kalo lo nggak suka jangan dipaksain, bilang aja langsung."
"Eh tunggu berarti maksud lo gue bakal jalan lagi sama kak Nio, lo nggak cemburu Ian?" Raina tertawa, ia hanya bercanda dengan sahabat nya itu.
"Ya kan kalo Ra, lagian ngapain gue cemburu." Tian menjawab dengan santai.
Mana mungkin gue nggak cemburu Ra. Batin Tian yang berbeda dari apa yang ia ucapkan kepada Raina.
Setelah selesai makan, mereka pergi ke pusat perbelanjaan, melewati satu persatu toko, melihat-lihat, berbincang, bergurau, dan saling mengejek satu sama lain. Sejujurnya mereka lebih terihat seperti sepasang kekasih daripada sekedar hubungan persahabatan, bahkan beberapa orang yang mereka temui, mengira bahwa mereka sepasang kekasih.
Mereka memasuki salah satu toko buku besar, yang tidak hanya menjual buku saja, tetapi juga menjual kebutuhan sekolah, kebutuhan untuk melukis, bahkan mainan. Raina sedang melihat-lihat novel remaja, ia berniat untuk membeli nya, karena semua novel yang ia miliki sudah habis dibaca. Di sisi lain toko Tian sedang memillih keperluan untuk melukis yang akan ia beli, memilih ukuran kanvas, warna cat apa saja yang ia butuhkan.
"Ian mau beli apa?" Raina yang sudah selesai memilih novel menghampiri Tian.
"Kanvas sama cat. Lo udah milih novel nya?" Tian balik bertanya.
"Udah, nih liat." Raina menunjukkan keranjang belanja nya yang penuh dengan novel-novel.
"Lo langsung beli sebanyak itu?" Tian masih terkejut melihat keranjang itu, padahal ia sudah biasa menemani Raina membeli banyak sekali buku.
"Nggak usah kaget gitu kali, dikit lagi juga bakal selesai dibaca. Lagian lo juga suka bacain novel-novel gue." Raina menjulurkan lidah.
"Lo juga bacain novel gue mulu." Tian menyipitkan mata. Mereka berdua memang sering meminjam buku satu sama lain.
Setelah selesai di toko buku, mereka pergi ke toko yang menjual minuman dan berbagai macam camilan, seperti kue, pastri, waffle, permen kapas, dan lainnya. Selagi Tian memesan, Raina mencari tempat duduk untuk mereka, ia memilih tempat di sudut toko yang terlihat nyaman, lalu memutuskan untuk membaca salah satu novel yang ia beli tadi.
"Ian gue ke toilet dulu ya." Raina pergi setelah Tian datang membawa pesanan mereka.
Ponsel Raina berbunyi saat ia pergi ke toilet, ada panggilan masuk dari seseorang, lalu Tian melihat ke layar ponsel, tidak ada nama yang tertulis disitu, jadi Tian membiarkan nya.
"Ra tadi ada yang telepon, tapi ngga ada nama nya, jadi nggak gue angkat." Tian biasa nya membantu Raina menjawab panggilan masuk ketika ia tidak ada di tempat, begitu pun sebaliknya. Raina dan Tian membuat kesepakatan itu, karena mereka takut ada hal penting atau mendesak yang terjadi.
"Nggak ada nama nya, siapa ya?" Raina langsung mengecek ponsel nya, ia melihat ada pesan masuk.
0812 13xx : Hai Raina
Raina : Maaf ini siapa ya?
0812 13xx : Ini Nio, yang kemarin jalan sama kamu :)
Raina : Oh kak Nio, kenapa tadi telepon aku?
0812 13xx : Nggak apa-apa, mau denger suara kamu aja hehe
0812 13xx : Udah dulu ya, jangan lupa save nomor aku. Bye cantik
Raina : Oke, bye kak
Raina merasa jantung nya akan copot saat itu juga karena ia bertukar pesan dengan Nio, ditambah lelaki itu menyebut nya 'cantik'.
"Ian ternyata yang tadi telepon kak Nio." Raina tersenyum senang.
"Oh." Tian hanya membulatkan bibir nya, lalu ia memberikan waffle milik Raina.
"Ih masa gitu doang respon nya, dia juga bilang gue cantik tau."
"Emang gue harus gimana, salto?" Tian menyendok cheese cake milik nya.
"Nggak gitu juga, ah udah lah intinya gue lagi seneng sekarang." Raina memotong waffle nya.
"Berarti dari tadi lo nggak seneng sama gue?" Tian mengambil potongan waffle Raina.
"Seneng lah, kan sama sahabat terbaik gue, tapi sekarang seneng gue jadi dua kali lipat." Raina juga menyendok cheese cake milik Tian.
Tian tersenyum mendengar kata 'sahabat terbaik' dari Raina. Bagi nya Raina juga sahabat terbaik yang ia punya, namun sayang ia menyukai Raina lebih dari seorang sahabat.
Setelah menghabiskan makanan dan berbincang selama satu jam, mereka berdua pulang ke rumah pukul 5 sore.
"Tian orang rumah belum ada yang pulang kayaknya, gue ikut ke rumah lo dulu ya." Setelah mengecek pintu gerbang masih dalam keadaan terkunci, Raina menaiki motor Tian lagi.
"Takut lo ya, bilang dulu ke mama atau yang lain." Tian menyuruh Raina untuk mengabari keluarga nya terlebih dahulu.
"Iya, udah chat nih tapi belum dibaca." Tian menyalakan mesin motor nya, lalu sepeda motor itu segera melaju ke rumah Tian.
Sesampai nya di rumah Tian langsung ke lantai dua lalu mandi dan Raina hanya mencuci tangan dan kaki nya.
"Hira kamu udah punya pacar belum?" Bunda yang sedang memasak tiba-tiba mengajukan pertanyaan begitu Raina keluar dari toilet.
"Belum bunda." Raina menghampri bunda ke dapur.
"Kalau yang lagi deket sama kamu ada?" Bunda kembali bertanya.
"Ada sih bun, kenapa emang nya?" Raina sama sekali tidak risih dengan pertanyaan Bunda, karena mereka sudah sangat dekat.
"Bunda cuma bingung aja soal nya teman perempuan Tian cuma kamu kayak nya, selain kamu laki-laki semua, kalau pergi juga sama kamu terus." Bunda bercerita tentang Tian dengan wajah yang ekspresif. dan membuat Raina tertawa.
"Tian belum mau pacaran mungkin bun." Raina duduk di kursi bar.
"Mungkin juga ya." Bunda memasukkan sesuatu ke mesin pemanggang atau oven.
Tian menuruni anak tangga dengan mengenakan kaos hitam dan celana pendek yang juga berwarna hitam, ia terlihat segar setelah mandi.
"Bun, yang lain kemana?" Tian mengambil jus melon dari kulkas, dan duduk disamping Raina.
"Adik sama kakak mu lagi jalan-jalan sekalian belanja ke swalaya, kalau ayah ada di kamar."
"Sunny sama Choco dibawa juga?" Tian menuang milkshake choco hazelnut ke dua buah gelas.
"Nggak mereka di kandang tadi dipulangin dulu, bunda ke kamar ya."
"Iya bun, nih minum Ra." Tian memberikan segelas mikshake tadi ke Raina.
"Makasih Ian, lo mau ngapain habis ini?" Raina meminum nya.
"Mau nonton di tv." Tian juga meminum nya.
"Mau ikut, nonton apa?"
"Nggak tau, ayo Ra." Mereka pergi ke ruang keluarga, dan membawa gelas milkshake masing-masing.
"Ra lo cari dulu aja film nya, gue mau ke tempat kucing." Raina memberikan tanda jempol.
Raina duduk di sofa dan mencari-cari film apa yang akan mereka tonton, akhir nya ia memilih film disney, sebenarnya ia sudah menonton film itu sebanyak lima kali, tetapi karena sangat menyukai nya ia tetap memilih film itu.Tian kembali ke ruang keluarga dengan membawa Sunny dan Choco yang sangat menggemaskan. Ia duduk dan menaruh kedua nya di sofa yang sama dengan yang ia duduki saat itu juga.
"Lucu banget sih dua kucing ini." Raina menggendong Choco dan mengelus Sunny.
"Lo milih film ini lagi?" Tian menggelengkan kepala, karena ia sudah menonton film ini sebanyak empat kali dengan Raina.
Semua bermula setelah Raina menonton film ini untuk yang pertama kali dengan Aruma, lalu saat pergi ke rumah Tian, ia memberi tahu bahwa film ini sangat bagus. Semenjak itu ketika Raina datang ke rumah Tian, film ini yang selalu mereka tonton.
"Ini kan film nya seru sama bagus banget tau, ya kan Choco?" Raina
"Iya gue tau kali, mama udah bales chat lo?" Tian menaruh Sunny di pangkuan nya.
"Udah, pulang malem kata nya, Mas Rifki sama yang lain juga sama. Padahal tadi gue disuruh jangan kesorean pulang nya, eh mereka malah pulang malem semua."
"Mereka khawatir kali, takut lo pulang kemaleman, apalagi lo perempuan Ra."
"Iya sih. Yaudah gue putar film nya sekarang ya." Tian mengangguk.
Film disney yang mereka tonton bercerita tentang seorang gadis yang mempunyai kekuatan es, cerita nya memang bagus dan menarik, jadi Raina tidak pernah bosan untuk menonton nya. Di pertengahan film, ada seseorang yang membuka pintu depan, ternyata itu Berlian.
"Aku pulang, lho ada kak Hira." Berlian memasuki ruang keluarga.
"Halo lia." Raina melambaikan tangan nya.
"Kak Mutiara mana?" Tian bertanya karena hanya melihat Berlian yang masuk ke dalam rumah.
"Lagi masukkin mobil, aku mau mandi dulu ya, dah." Berlian menaiki anak tangga.
Lima menit setelah Berlian pergi ke lantai dua, seseorang membuka pintu lagi, orang itu sudah pasti adalah Mutiara.
"Lia, tolong bantu kakak bawa ini." Mutiara memanggil Berlian begitu membuka pintu, ia terlihat membawa dua kantung tas belanja yang cukup besar.
"Lia lagi mandi kak." Tian menghampiri kakak nya dan mengambil salah satu kantung tersebut.
"Sini aku bawain kak." Raina mengambil satu kantung sisa nya.
"Eh Hira, makasih lho, tolong bawa ini ke meja bar di dapur ya."
Mutiara menyuruh Raina dan Tian untuk melanjutkan menonton film setelah menaruh tas belanja di dapur, lalu ia pergi mencuci tangan dan merapihkan barang belanjaan ke tempat nya masing-masing. Sekarang semua barang sudah rapih, waktu nya Mutiara untuk pergi mandi dan berganti pakaian. Tiga puluh menit kemudian, bunda keluar kamar dan pergi ke dapur
"Hira kamu mandi dulu sana." Bunda mengeluarkan makanan yang tadi ia masukkan ke oven.
"Iya bun, ini sepuluh menit lagi film nya habis, tapi nanti aku pakai baju siapa?"
"Baju mu kan ada disini, lagian kalau nggak ada pun bisa pakai baju Mutiara atau Lia, kayak baru pertama kali kesini aja kamu tuh." Raina hanya tertawa saja.
Setelah selesai menonton film, Tian menaruh Sunny dan Choco di tempat tidur mereka, dan Raina pergi ke kamar Mutiara, lalu mengetuk pintu nya.
"Kak, ini aku."
"Masuk Ra, nggak dikunci pintu nya." Mutiara berteriak dari dalam kamar.
Ketika Raina masuk Mutiara sedang tidur di kasur dan memainkan ponsel nya.
"Kenapa Ra?" Mutiara menurunkan ponsel dari pandangan mata nya agar ia bisa melihat Raina.
"Aku mau numpang mandi disini ya kak." Raina sudah membawa pakaian dan handuk yang ia ambil dari lemari kamar tamu.
"Oke, kamu takut mandi di kamar tamu ya?"
"Iya kak hehe, soalnya itu kamar satu-satunya di ruang tamu."
Setelah merapihkan baju kotor, Raina dan Mutiara menuruni anak tangga, mereka berdua pergi ke dapur. Di dapur terlihat Bunda dan Berlian sedang menyiapkan malam, Ayah duduk di kursi meja makan ditemani Sunny dan Choco.
"Ayah." Raina menghampiri ayah lalu mencium tangan nya.
"Eh ada Hira, gimana tadi jalan-jalan ke pameran nya, seru?" Ayah bertanya.
"Seru banget yah, tadi lukisan nya indah dan keren-keren banget." Raina tersenyum.
"Bagus kalau begitu, berarti kamu senang kan?" Raina mengangguk.
"Lia, tolong panggil kakak mu, suruh turun buat makan malam." Bunda meminta tolong.
"Sebentar bun, ini lima menit lagi matang." Berlian sedang menumis sosis.
"Kalau gitu, aku aja yang panggil Ian ya." Raina bertanya pada Berlian.
"Nggak apa-apa kak?" Berlian merasa sedikit tidak enak. Raina memberi anggukan, lalu ia kembali menaiki anak tangga dan mengetuk pintu kamar Tian.
...
Setelah selesai menonton film dan menaruh Sunny dan Choco, Tian pergi ke kamar tidur nya, ia ingin melukis sesuatu yang berkaitan tentang hari ini, perasaan yang bercampur aduk.
Tian mulai memikirkan hal-hal tentang sepanjang hari ini, perasaan senang dan sedih dalam satu hari. Apa saja hal yang membuat ia senang, pertama karena ia pergi ke tempat-tempat yang disukai nya, seperti pameran dan toko buku, kedua karena ia pergi ke tempat-tempat itu dengan gadis yang ia sukai. Sekarang Tian memikirkan hal yang membuat nya sedih, pertama ketika Raina terlihat sangat senang saat menceritakan tentang Nio, kedua ketika Raina mendapat panggilan yang ternyata dari Nio, ya semua itu berkaitan dengan Nio.
Tian jadi tidak meyukai Nio sejak Raina menyukai pria itu, ia tahu bahwa ia hanya seorang sahabat bagi Raina, ia juga tidak bisa melarang Raina untuk menyukai seseorang, tetapi mengapa hati nya terasa sangat sedih dan perih?
Pada akhirnya setiap kali ia memikirkan hal-hal seperti ini, semua pikiran itu akan berakhir menjadi satu pertanyaan untuk diri nya sendiri yaitu, mengapa ia harus menyukai Raina? Andai saja ia tidak menyukai gadis itu, pasti ia tidak akan merasa sedih dan perih yang berulang kali pada hati nya.
Ketika ia mulai melukis, seseorang mengetuk pintu kamar nya.
"Tian disuruh makan sama bunda, ayo buruan, lo tidur ya." Raina terus mengetuk pintu.
"Sabar Ra, nggak tidur gue." Tian segera membuka pintu kamar nya.
"Pasti lo lagi ngelamun ya, cie mikirin siapa sih?" Raina menggoda Tian.
"Mikirin perempuan yang gue suka." Tanpa sadar Tian mengucapkan kata-kata itu. Mereka berdua hening sejenak.
"Akhirnya ada yang lo taksir, kasih tau dong Ian siapa seorang gadis yang berhasil bikin batu es naksir sama dia, penasaran gue." Raina menyenggol lengan Tian dengan sikut nya.
"Rahasia, kepo lo." Tian mempercepat langkah nya.
Raina dan keluarga Tian pun menikmati makan malam dan mengobrol layaknya satu keluarga, pukul delapan malam, Rifki menjemput Raina untuk pulang ke rumah.
"Bunda, ayah, semua nya makasih ya, aku pulang dulu." Raina mencium tangan kedua orang tua Tian.
"Maaf ya, Raina ngerepotin terus." Rifki juga mencium tangan mereka.
"Nggak ngerepotin sama sekali, salam ya buat papa mama mu." Bunda.
"Iya nanti Rifki salamin bun."
"Nih Ra, lupa kan lo." Tia menyerahkan kantung plastik berisi novel-novel yang tadi Raina beli.
"Oh iya hampr aja ketinggalan, makasih Ian."
...
Raina sedang beristirahat di kamar nya, ia memikirkan apa yang Tian katakan tadi, ia mulai bertanya-tanya. apa benar Tian sedang menyukai seseorang?
Walau pun Raina hanya menganggap Tian sebagai seorang sahabat, tetapi mengapa ia merasa sedikit kecewa ketika mendengar Tian sedang menyukai seseorang.
Pagi ini, ketika ayam mulai berkokok, dan burung-burung bernyanyi dengan riang, cahaya matahari pagi yang baru saja terbit masuk ke dalam kamar Raina, melalui celah-celah yang ada pada jendela, udara pagi yang sangat menyenangkan. Raina sudah bangun sejak pagi tadi, ia tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena itu ia memutuskan untuk bangun dan tidak melanjutkan tidur nya. Sekarang Raina sedang duduk di sofa lantai kesukaan nya yang berwarna coklat, ia termenung beberapa saat dan memutuskan untuk melukis sejenak sebelum memulai rutinitas pagi nya.Sebelum melukis, ia mencari posisi ternyaman dan mengarahkan sofa nya untuk menyampingi jendela, agar cahaya matahari dapat menerangi dari sisi kiri nya dan ia bisa merasakan kehangatan dari cahaya itu. Raina ingin melukis untuk meluapkan segala perasaannya sekarang, perasaan yang bercampur aduk. Perlahan ia mulai memberi warna dan menuangkan satu persatu perasaannya ke dalam kanvas kecil itu. Sekarang jam menunjukkan pukul enam kuran
Raina sampai di rumahnya lima menit sebelum pukul enam. "Ra, makasih ya udah mau jalan-jalan sama aku." "Iya, sama-sama kak. Makasih juga udah ngajak aku." "Yaudah aku pulang dulu ya, kamu masuk gih, bersih-bersih terus istirahat." Nio tersenyum. "Iya, hati-hati ya kak nyetirnya." Raina juga tersenyum. Nio melajukan motor nya, dan Raina pun segera masuk ke dalam rumahnya, ia membuka pintu perlahan, lalu berjalan melewati ruang tamu, disana tidak ada siapa pun. Ia memasuki ruang keluarga, terlihat adiknya yang sedang menonton televisi, Aruma. "Rum, yang lain dimana?" Raina bertanya pada adiknya, tapi tidak ada jawaban dari gadis itu, ia tetap asik dengan televisinya, seolah-olah tidak ada yang mengajak nya berbicara. "Aruma, jawab dong, kamu denger nggak sih." Raina terlihat sedikit jengkel, ia akhirnya menaiki anak tangga dan pergi ke kamarnya. Raina sudah selesai mandi, ia merebahkan badan
Halo semua!! Pertama saya ingin meminta maaf kepada semua pembaca, dikarenakan sudah cukup lama saya belum memposting bab baru. Tentu penyebab utamanya karena saya sedang banyak kesibukan, dan kondisi tubuh terkadang menjadi kurang sehat, jadi belum sempat untuk melanjutkan cerita. Kedua, saya ingin berterima kasih kepada semua yang sudah membaca cerita saya, dan setia menunggu setiap bab baru (walaupun jadwal saya memposting sangat tidak teratur). Setelah kesibukan ini, saya akan berusaha melanjutkan cerita dengan baik, dan menyajikannya kepada para pembaca. Terakhir, untuk semuanya jangan lupa untuk selalu menjaga kesehatan, dan tidur yang cukup. Nantikan bab-bab yang akan tersedia selanjutnya ya~! Terima kasih banyak :)
Hari sabtu pagi Raina pergi ke sekolah untuk ikut kelas melukis, bakat melukisnya itu sudah ada sedari ia duduk di Sekolah Dasar, ia pun juga sudah mengikuti berbagai perlombaan, ia bercita-cita untuk menjadi seorang pelukis. Sebelum ke sekolah ia bertemu dengan seseorang terlebih dahulu di cafe dengan mengendarai sepeda motor nya. Ia memasuki cafe dan melihat seorang pria melambaikan tangan, pria itu adalah teman sekolah sekaligus sahbatnya yang juga mengikuti kelas melukis, ia mengenakan kemeja lengan pendek berwarna hitam dan celana panjang denim. “Tian kok baju lo mirip sama gue, ngikutin ya.” Raina yang juga mengenakan kemeja hitam tetapi lengan panjang dan celana panjang denim. “Lo kali yang ngikutin gue, udah duduk cepetan.” Tian menyuruhnya. “Iya ini
Pagi hari setelah bangun tidur, Raina duduk dan menyandarkan tubuhnya di sandaran kasur, lalu ia mengambil gelas berisikan air di meja sebelah kiri kasur. Setelah minum, ia melakukan sedikit peregangan, beranjak dari kasur, lalu membuka jendela dan menghirup udara segar sebentar. Itu semua adalah rutinitas pagi Raina sebelum ia keluar kamar tidur nya di pagi hari. Raina menuruni anak tangga, ia segera berjalan menuju dapur untuk membantu mama nya memasak, menu hari ini cukup mudah yaitu nasi goreng daging sapi dengan telur orak-arik dan juga jus melon tanpa gula ataupun pemanis apapun. “Mah hari ini aku izin ya mau ke pameran.” Raina sedang membuat telur orak-arik. “Ke pameran apa kak, lukisan? sama siapa?” Mama menuturkan pertanyaan. “Iya pameran lukisan, sama Tian boleh kan mah?” Raina beralih menatap wajah mamahnya. “Mama sih boleh aja asalkan kamu tahu waktu, izin sama papa juga nanti ya.”